• 𝐌𝐀 - 𝟏𝟓 [𝐅𝐫𝐞𝐞𝐥𝐚𝐧𝐜𝐞 𝐖𝐀]

49 26 64
                                    

#DAY17

Beberapa bulan kemudian ...

Waktu demi waktu Nindah jalani, dengan kesabaran yang selalu ia isi ulang. Kata-kata menyakitkan masih setia ia dapatkan, namun hanya diam yang bisa dia lakukan.

Setelah resign, Nindah belum juga menemukan pekerjaan pengganti. Menanyakan kepada teman-temannya, namun jawaban yang di dapat selalu 'tidak ada.'

Ini tentang luka yang Nindah simpan sendiri, menyembuhkan luka yang belum sempat diobati, namun gempuran ucapan menyakitkan tiada henti.

Tuhan ...

Titik akhirnya aku tidak lagi mencemaskan segala hal, karena bagaimanapun hal yang terjadi untukku maka aku percaya bahwa itulah urutan takdir-Mu.

~Nindah Leeila Dreanditia~

Separuh hidup yang dihabiskan untuk memaklumi dan mewajari setiap perbuatan manusia, memaksa diri untuk terlihat egois menerima semua pernyataan dan kenyataan. Bisikan kata menyerah sering kali terdengar, jiwa bergetar layaknya penopang tubuh tidak lagi kokoh.

Gadis manis itu tersenyum getir, mempertanyakan bagaimana kelanjutan hidupnya? Mungkinkah berhenti karena menang, atau terhenti karena kekalahan?

“Mungkin dunia pernovelan juga nggak akan tertarik sama kisah hidupku yang penuh kesedihan ini,” monolog Nindah.

“Hanya aku sendiri yang mengerti keadaanku, orang lain hanya tahu kalo aku cuma bisa diam diam diam aja.”

“Padahal otakku penuh rangkaian cara untuk menggapai mimpi, dan kebahagiaan orang tua tentunya.” Nindah merasa benar-benar tidak ada yang menarik dalam kisah hidupnya. Tanpa Nindah tahu, banyak orang yang merasa bersyukur atas kehadiran dirinya dalam hidup orang tersebut.

Seakan ingin berteriak histeris, meluapkan segala jeritan rasa sakit yang diterima.

•••

Nindah melamun seorang diri dalam kamar kesayangannya, hingga akhirnya lamunan itu terhenti saat suara notifikasi ponselnya berbunyi. Nindah mengecek siapa yang mengirimkan pesan.

Pesan dari aplikasi Telegram, terlihat ada yang mengirimkan dirinya sebuah tawaran. Nindah penasaran, ia membuka pesan itu dan ya benar orang itu menawarkan pekerjaan berupa Freelance WA. Nindah merespon orang itu dan menanyakan apa yang dimaksud dari Freelance WA.

Tentu orang itu membalas pesan Nindah dan menjelaskan apa saja yang menjadi syarat dan ketentuannya. Uang 45ribu untuk satu misi yang berhasil dikerjakan.

Nindah mencoba untuk pertama kali, sedikit kesusahan namun pada akhirnya ia berhasil menyelesaikan satu misi. Uang 45ribu akan ia terima.

“Lumayan sih 45 ribu, tapi WhatsApp ter-banned hm,” lirih Nindah.

Demi uang 45 ribu, Nindah rela mengorbankan WhatsApp keduanya untuk menyelesaikan misi dari Freelance itu. Perasaan menyesal jelas ada, namun  dengan mendapatkan uang tak seberapa itu membuat dirinya sedikit senang.

Segala hal bisa Nindah lakukan untuk mendapatkan uang, selagi pekerjaan yang ia kerjakan tidak mengarah ke hal haram itu tidak menjadi masalah untuknya. WhatsApp-nya ter-banned karena laporan Spam.

“Ini gimana kalo nggak bisa kembali WhatsApp-nya?” Nindah berulang kali mempertanyakan hal itu.

Memang benar, semua hal memiliki resiko jika dilakukan. Penyesalan yang selalu menjadi ending adegan, namun masih banyak manusia yang mempertanyakan, tentang kekuasaan Tuhan yang dianggap tidak akan menjadi kenyataan.

Nindah terus meratapi nasib WhatsApp-nya, pikirannya yang sudah tertimpa banyak hal, kali ini mendapatkan hal baru yang mengusik ketenangannya.

Sebuah pengalaman yang tidak akan Nindah ulangi kembali, rasa penyesalan murni ada dalam dirinya.

•••

Seperti biasa dengan julukan 'kuper' yang Nindah dapat, setiap hari dirinya terus saja menghabiskan waktunya di dalam rumah, jika tidak ada yang mengajaknya pergi Nindah seharian bisa memakai daster bolong kesayangannya. Menurutnya daster yang bolong semakin membuat nyaman jika dipakai.

Hari ini Aura akan datang menemuinya, namun dengan tetap santai Nindah belum juga beranjak untuk menyegarkan badannya.

“Buat apa mandi yang datang cuma si Aura Seimbang,” ucap Nindah mendaratkan tubuhnya ke atas sofa.

“Hidup jadi manusia introvert gini banget, hari-harinya di rumah. Pengen keluar tapi malas, sekali keluar malas pulang.” lanjutnya.

Seperti biasa, jika semua kerjaan sudah selesai Nindah bisa dengan leluasa bersantai dimana pun yang dia mau, kamar, ruang TV, dapur, semuanya bisa ia jadikan tempat untuk bersantai.

Nindah anak yang terlalu banyak menopang beban, ia menyimpan rasa sakitnya sendiri tanpa bercerita banyak kepada orang lain. Tidak semua orang yang menyuruhnya bercerita adalah orang yang paham dengan situasinya, justru terkadang mereka hanya ingin tahu bukan membantu.

Kunci untuk terlihat baik-baik saja adalah dengan tawa dan postingan positif yang sering Nindah upload di sosial medianya. Banyak orang yang mengira hidup Nindah baik-baik saja, tanpa ada permasalahan yang terjadi. Tapi tanpa mereka tahu, secuil demi secuil luka dalam itu jelas ada.

TBC

𝐌𝐄𝐑𝐀𝐊𝐈𝐓 𝐀𝐒𝐀 : Kisah Singkat Dari Sang Pemimpi [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang