• 𝐌𝐀 - 𝟎𝟔 [𝐏𝐨𝐡𝐨𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐠𝐨𝐲𝐚𝐧𝐠]

53 34 12
                                    

#DAY06

“Rasa dan realita.”

Manusia menjadi makhluk Tuhan yang memiliki perasaan, salah satunya perasaan cinta terhadap lawan jenisnya.

Terjadi persimpangan hati yang tak terarah dengan semestinya. Bergelayut diambang nestapa. Berdasar awal di dalam duka lara. Ini tentang rasa cinta yang ter-belokan karena suasana. Dan, berujung ketidakpastian akan rasa yang ada.

Nindah menelusuri setiap inci perasaan dirinya sendiri, apa benar masih ada ruang untuk laki-laki mengisi hatinya?

Bahkan selama ini, tidak ada niatan untuknya menjalin asmara dengan lelaki mana pun, menganggap semua lelaki datang hanya karena rasa penasaran semata, yang bisa hilang seketika jika menemukan yang baru.

“Nin, nanti sore atau malam ke Taman yuk,” ajak Argan.

“Tapi aku izin dulu, boleh atau nggaknya nanti aku kabari,” jawab Nindah.

Argan memberi hormat dan tersenyum ramah.
Bahkan rasa suka terhadap lelaki sudah jarang Nindah rasakan, entah kapan ia akan kembali menaruh rasa terhadap lelaki.

Pikirannya hanya tertuju pada masa depannya, pertanyaan-pertanyaan seolah menari-nari di atas kepalanya.

Bagaimana jika dirinya kembali gagal untuk ke sekian kalinya? Bukankah memalukan?

Bagaimana respon orang tuanya jika hal itu terjadi kembali? Rasa kecewa pasti ada pada mereka, namun takdir menjadi garis finish setiap apa pun agenda manusia.

Alur kehidupan kita hanya Allah yang tahu, bukan manusia yang pandai berkomentar dengan lisan atau tulisan yang penuh kata mencela.

Apa pun yang sudah terjadi kepadamu maka itu adalah bagian dari alur hidupmu.

Kehidupan yang penuh dengan kata 'Coba lagi' bukan berarti berhenti dititik itu saja, dan bukan berarti hidup akan selalu mengalami kegagalan untuk ke depannya. Singkirkan ocehan manusia yang suka menghakimi manusia lain, kita hanya perlu percaya bahwa dibalik kegagalan yang sekarang akan ada kesuksesan di depan.
Hidup itu maju ke depan bukan mundur ke belakang, dan hidup seperti roda yang berputar, yang di atas tidak akan selalu di atas dan yang di bawah tidak akan selalu di bawah.

***

Seperti ibarat, sesempurna apa pun bentuk dan keindahannya, pasti tersimpan sejengkal keburukan. Dan seburuk apa pun bentuknya, pasti tersimpan sejengkal kebaikan.

Sama halnya dengan Nindah, mungkin ia terlihat selalu baik namun banyak kemarahan yang ia simpan dan entah kapan amarah itu bisa ia luapkan tanpa tersela oleh siapa pun.

Malam ini, Nindah pergi menerima ajakan Argan untuk pergi ke Taman.

Sebuah kebetulan yang benar-benar pas, akhir-akhir ini dirinya merasakan lelah yang tidak berkesudahan. Lelah menghadapi hal yang terjadi tanpa aba-aba. Mungkin dengan pergi ke Taman akan membuat suasana hatinya kembali baik dan melupakan sebagian hal-hal yang tidak mengenakan hati.

“Kamu tumben ajak aku ke sini,” ucap Nindah.

“Karena aku tahu suasana hati kamu lagi kurang
baik kan? Aku mau hibur kamu dengan menikmati suasana malam di sini,” jawab Argan.

Nindah tersenyum. “Ar, kenapa ya? Hidup aku selalu seperti ini? Beda sama teman-teman yang lain, yang serba bisa dan berkecukupan.”

“Hei, jangan pernah memaksakan ukuran sepatu kamu sama sepatu orang lain,” jawab Argan.

“Nin, kamu percaya Allah nggak? Pasti percaya kan? Udah ya stop bilang seperti itu, ada waktu yang pas buat kamu. Aku temani proses kamu.” lanjutnya.

“Udah nggak usah sedih-sedih, kamu tunggu di sini sebentar,” ucap Argan.

Nindah hanya menurut, ia menatap hamparan lampu kelap-kelip dan beberapa bintang yang bersinar di langit malam.

Embusan angin menyapa wajah dan rambutnya dengan lembut. Pohon-pohon pun ikut bergoyang mengikuti arahan angin.

Argan tidak kunjung datang, kemana laki-laki itu?
Nindah membuka ponselnya, melihat akun sosial medianya yang ternyata tidak ada notifikasi apa pun di dalamnya.

“Nin,” panggil Argan.

Nindah menoleh, mendapati Argan yang tengah membawa mainan gelembung dan permen kapas di kedua tangannya.

“Daripada kamu sedih, lebih baik kita main gelembung sama makan permen kapas biar kamu makin manis,” ucap Argan.

“Ayo,” jawab Nindah excited.

Mereka bermain-main, lari dengan semprotan gelembung yang mereka bawa. Argan merasakan bahagia melihat Nindah kembali tertawa, wajah manisnya kian terukir indah.

Aku akan selalu ada di samping kamu, Nindah Leeila Dreanditia,” batin Argan.

Beberapa menit bermain gelembung, Argan mengajak Nindah untuk duduk dan makan permen kapas yang sudah ia bawa.

“Gimana, senang nggak?” tanya Argan.

“Banget, makasih ya Ar. Kamu udah bawa ke tempat yang indah ini, aku suka banget sama tempatnya,” jawab Nindah.

Argan tersenyum. “Tempat yang istimewa untuk orang yang istimewa juga. Lain kali aku ajak kamu ke sesuatu tempat yang jauh lebih indah daripada ini.”

Menghabiskan waktu bersama, jarang sekali Nindah menerima ajakan dari laki-laki. Terlalu menutup diri membuat laki-laki enggan untuk mendekatinya. Namun, ada beberapa laki-laki yang memang tertarik untuk mengenal Nindah lebih jauh, salah satunya Argan Ghazali.

Daya tarik tersendiri yang dimiliki Nindah, membuat Argan terpincut hatinya untuk selalu berusaha ada di saat Nindah membutuhkan sesuatu atau memerlukan bantuan.

“Kalo udah capek, bilang ya. Nanti aku antarkan kamu pulang,” ucap Argan.

“Paling sebentar lagi, aku juga nggak boleh sampai terlalu malam di luar, Ar,” jawab Nindah.

Peraturan orang tuanya yang selalu untuk dipatuhi, lagi pula memang benar perempuan tidak baik jika terlalu lama berada di luar apalagi pergi bersama laki-laki yang bukan mahram.

TBC

𝐌𝐄𝐑𝐀𝐊𝐈𝐓 𝐀𝐒𝐀 : Kisah Singkat Dari Sang Pemimpi [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang