#DAY15
“Saling merangkul untuk mencapai tujuan.”
Setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya, Nindah sekarang mulai kembali mengurus pekerjaan rumah. Ada sedikit malu karena baru saja dirinya bekerja, namun langsung berakhir dalam waktu yang cepat.
Pilihan yang berat namun mau bagaimana lagi? Jika dirinya melanjutkan akan semakin banyak hal yang terjadi, ia tidak mau semakin memberatkan beban orang tuanya jika permasalahan dalam pekerjaannya memengaruhi pikiran orang tuanya. Nindah tidak mau semakin di cap sebagai anak yang tidak bisa menguntungkan untuk orang tuanya.
Harapannya, walaupun dirinya belum memiliki pekerjaan baru sampai waktu yang belum bisa ditentukan, Nindah ingin bisa lebih sering mendapatkan support dari orang tuanya baik doa yang dilangitkan dan ucapan penyemangat untuknya.
“Hari ini, Papa minta masakin sayur asam, sama buat sambal bawang. Jangan pakai terasi, Papa nggak suka,” ucap Bu Ratna.
“Iya, Nindah tahu kok, Mah,” jawab Nindah.
“Jaga rumah ya, Mama mau pergi dulu.” Bu Ratna pergi untuk memenuhi janjinya yang akan berkumpul bersama teman-teman sosialitanya.
Nindah mengangguk dan mengalami tangan Bu Ratna.
Terkadang ingin rasanya Nindah memeluk erat Bu Ratna, dan menceritakan apa saja yang selama ini menjadi beban pikirannya. Namun, ia kembali memikirkan bagaimana jika dengan dirinya bercerita justru membuat Bu Ratna ikut memikirkan semuanya? Memendam memang jalan yang tepat untuknya.
•••
Rasa pusing yang sering Nindah rasakan, dan rambutnya yang semakin hari semakin rontok. Nindah tidak mengerti apa yang menjadi faktor utamanya. Berbagai merk shampoo sudah ia coba, tetapi belum ada yang cocok untuk mengurangi kerontokan rambutnya.
Saat menyisir rambutnya, banyak sekali rambut yang terselip di sela-sela sisirnya. Sempat frustasi dengan cara apa lagi yang harus ia lakukan.
Gadis pencinta malam dan kesendirian itu, kembali menjadi gadis yang selalu menghabiskan waktunya di dalam kamar. Apa saja bisa Nindah lakukan, bahkan Nindah sering berbicara dengan dirinya sendiri. Memberi pertanyaan dan menjawabnya.
“Mau sampai kapan seperti ini terus ya Allah, Nindah capek harus memikirkan semuanya sendiri,” monolog Nindah.
Bahkan cerita hidupnya hanya penuh dengan kesedihan, lalu dimana letak kebahagiaan Nindah? Terasa membosankan jika harus selalu menangis dan menangis, orang lain saja mungkin bosan menjadi Nindah yang memiliki kehidupan tidak selalu berjalan dengan baik.
Hanya berteman dengan luka yang setiap hari Nindah lakukan. Luka luar dan luka dalam yang sama-sama saling menyatu padu.
“Udah, nggak usah terlalu dipikirkan. Nanti ada lagi pekerjaan yang cocok buat kamu,” ucap Pak Indra.
“Ingat, jangan kebanyakkan mikirin sesuatu. Kepalamu sering sakit,” timpal Bu Ratna.
Sungguh rasa bahagia menyelimuti Nahla, ia sangat menantikan momen orang tuanya memberikan dirinya semangat untuk terus memperjuangkan semuanya. Memperjuangkan karir dan sebuah mimpi besar yang telah Nindah bangun pondasinya.
“Maafin Nindah belum bisa bikin Mama sama Papa bangga, seperti Kak Rumira yang sudah berhasil dalam segala hal,” ucap Nindah pilu.
Bu Ratna dan Pak Indra saling pandang, apa mungkin ucapan mereka selama ini menyakiti perasaan anak bungsunya? Ada rasa bersalah yang dirasakan keduanya.
“Nggak apa-apa, semua butuh proses. Udah sana makan, jangan telat,” ucap Pak Indra.
Nindah mengangguk dan pergi dari hadapan orang tuanya. Kamar yang menjadi tujuannya kembali, ia menutup pintu rapat-rapat. Tanpa permisi air mata kembali lolos meluruh di pipi Nindah.
“Sakit ya Allah,” ucap Nindah memegang dadanya.
Seperti inikah proses-Mu Tuhan? Rasanya ingin cepat-cepat mencapai garis akhir dari semuanya.
•••
Sebelum manusia dilahirkan, konon telah mendapatkan gambaran masa depan dan pertanyaan 77x untuk perihal yakin kah untuk terus lahir di dunia.
Jika dewasa mengerikan seperti yang Nindah rasakan, mungkin masa-masa kecilnya tidak akan disia-siakan begitu saja. Pikiran anak kecil yang hanya memikirkan bermain, uang jajan, dan belajar.
Jika waktu bisa diulang, Nindah menginginkan semuanya kembali seperti dulu. Tanpa tekanan dan tanpa memiliki rasa tanggung jawab untuk semua hal.
Orang tuanya baik, namun banyak hal yang sudah dilakukan orang tuanya sehingga berhasil menggores hati Nindah. Ia hanya bisa diam tanpa bisa membela dirinya sendiri saat di hadapkan dengan situasi seperti itu.
TBC
Note : Cerita ini sebagian konflik per konfliknya kisah nyata dari si penulis hehe :')
Terasa membosankan memang, setiap bab membahas tentang kesedihan tanpa berkesudahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐄𝐑𝐀𝐊𝐈𝐓 𝐀𝐒𝐀 : Kisah Singkat Dari Sang Pemimpi [TERBIT]
Genç Kurgu📍𝐃𝐎𝐍'𝐓 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐑𝐈𝐙𝐄 𝐌𝐘 𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘! #𝐂𝐇𝐀𝐋𝐋𝐄𝐍𝐆𝐄𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬𝟐𝟓𝐇𝐚𝐫𝐢_𝐓𝐞𝐨𝐫𝐢𝐊𝐚𝐭𝐚𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐬𝐡𝐢𝐧𝐠 ─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ─── 𝐌𝐀𝐑𝐈 𝐁𝐀𝐂𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐑𝐄𝐒𝐀𝐏𝐈 𝐈𝐒𝐈𝐍𝐘𝐀🐤 Secuil apapun usaha yang telah kam...