"Mommy, aku boleh main sama kakak gak?" tanya Miel disela-sela kegiatan ia dan Alina yang kini tengah sarapan bersama.
Brakkk
Dengan emosi Alina pun mengebrak meja makan dengan kencang. Ia benar-benar sangat muak dengan Miel yang selalu membahas Bianca.
"Harus berapa kali si mommy bilang, gak ada kakak-kakak!" omel Alina.
Pasti jika ada Bianca sekarang, ia akan berkata. Al, jangan dimarahin. Ah, Bianca lagi, rasanya Alina merasa menyesal telah membiarkan Bianca masuk ke kehidupannya terlalu dalam. Hingga setiap hal kecil, selalu mengingatkannya kepada Bianca. Bahkan masakan yang sekarang ia masak saja, jika ada Bianca, Bianca pasti sudah melahapnya habis dan akan memuji masakannya.
Alina pun meremas rambutnya frustasi. Karena kesal bayangan tentang Bianca selalu berputar dipikirkannya.
Mendapatkan bentakan seperti itu dari Alina, Miel pun kini sudah menangis tak bersuara karena ketakutan.
Dan lagi-lagi Alina pun memilih meninggalkan Miel ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya. Tak ingin melampiaskan marahnya kepada Miel dengan lebih lagi.
Dalam keadaan menangis tersedu-sedu Miel pun meminta bu Sum untuk menelpon Bianca lagi, yang kali ini panggilan telpon tersebut diangkat oleh Bianca dengan begitu cepat.
"Halo, sayang," ucap Bianca saat panggilan telpon tersebut tersambung.
"Kakak ...." ucap Miel dengan isak tangisnya. Mampu menyayat hati Bianca yang mendengarnya.
"Loh, kok nangis?" tanya Bianca dengan sangat lembut.
"Mommy omelin aku, gak boleh main sama kakak," adu Miel dengan masih diiringi oleh isak tangisnya yang semakin terdengar menyedihkan.
Dari sebrang sana Bianca pun hanya bisa tersenyum sendu, membayangkan Miel yang diomeli oleh Alina hanya karena ingin bertemu dengannya. "Iya, iya. It's okey. Mommy nakal ya. Boy jangan nangis lagi ya," ucap Bianca mencoba untuk menenangkan Miel.
"Mau ketemu kakak,"
"Iya. Boy kasih kakak waktu ya, secepatnya kakak pasti akan temuin kamu."
~~~
Setelah telponan dengan Miel, kini Bianca hanya diam termenung di balkon apartemennya. Banyak sekali yang ia pikirkan akhir-akhir ini. Kerjaan, papahnya yang terus mendesaknya untuk pindah ke jepang, Alina yang tengah marah padanya, hingga Miel yang ingin bertemu dengannya namun terhalang oleh permasalahannya dengan Alina.
"Bi, kenapa si lo gak bilang yang sebenernya aja sama Alina, kalo ngelakuin hal itu bukan lo yang mau. Tapi itu terjadi karena obat yang menguasai Alina," ucap Zee yang hari ini tengah singgah di apartemen milik Bianca sehabis pulang bekerja yang baru selesai saat tengah malam itu.
Sebelum menjawab Bianca lebih dulu menyesap kopi panasnya sambil melamun menatap kosong ke arah depan. "Tapi tetep aja, Zee. Gak seharusnya gue mengambil kesempatan dalam kesempitan. Gue nyesel, harusnya gue bisa lebih menahan itu."
"Gue udah pernah bilang, lupain Alina. Selama lo mencintai dia, cuma rasa sakit yang lo dapat, Bi. Ini benar-benar gak setimpal sama apa yang udah lo lakuin ke dia. Cari orang lain yang juga cinta lo, Bi. Mencintai sendirian itu capek."
Bianca tak mengindahkan perkataan Zee, ia malah melamun sibuk dengan pikirannya sendiri.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
my love single mother √
General Fictionjatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jadinya jika seorang perempuan yang mencintai seorang single mother tersebut?