36.

10.1K 787 16
                                    

Hari ini adalah hari peresmian cabang klinik Alina. Harusnya kini Alina merasa senang, namun kini sepertinya ia justru malah merasa sedih karena Bianca tak dapat menemaninya.

Tapi ditengah keramaian seperti ini, ia tak boleh menunjukkan kesedihannya, apalagi ia harus menyapa ramah para tamu yang datang untuk peresmian cabang kliniknya.

Di halaman gedung kliniknya yang baru kini sudah terdapat banyak karangan bunga terpajang dari para kenalannya atas ucapan selamat untuk cabang klinik barunya.

Tak ketinggalan, Bianca pun juga mengirimkan karangan bunga untuknya. Walau waktu itu Bianca sudah memberikannya bucket bunga, namun sepertinya ia tak merasa cukup jika hanya itu yang ia berikan.

"Dokter!" sapa ketiga teman Bianca yang datang menghampiri Alina.

"Selamat atas peresmian cabang klinik barunya, dokter" ucap Zee sambil menjabat tangan Alina guna memberinya tanda selamat. Yang juga disusul oleh Leo dan juga Aurora.

"Iya. Semoga makin sukses, lancar untuk cabang klinik barunya, dan semoga dokter makin cantik," goda Leo diakhir kalimatnya.

Atas godaan Leo tersebut, ia pun dihadiahi pukulan di lengannya dari Aurora. "Ditendang Bianca ke arab lo."

"Enak dong gue bisa ke arab gratis," sahut Leo dengan gurauan.

"Sini gue aja yang tendang lo." ujar Zee yang menatap Leo tajam.

"Nyampe ke dunia lain gue yang ada," takut Leo yang membuat semuanya terkekeh.

"Oia, dokter, Bianca titip salam, katanya maaf gak bisa dateng, dia udah usahain, tapi disana dia lagi bener-bener banyak kerjaan, dokter." ucap Zee memberitahu pesan yang sudah dititipkan dari Bianca kepadanya.

"Iya dia udah bilang sama aku,"

"Ya ngapain dia nyuruh kita sampein lagi ya," kesal Leo.

"Adanya kita di sini kan cuma memperjelas alasan dia." timpal Zee.

Alina pun kini hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya terkekeh karena teman-teman dari Bianca tersebut.

Tak lama ponsel Zee pun berdering tanda ada yang menelpon. Tanpa berlama-lama lagi, Zee pun langsung mengambil ponsel dari saku celananya dan segera mengangkat panggilan telpon tersebut.

"Nih, kita udah di sini sebagai utusan lo," ucap Zee saat panggilan berupa video call tersebut sudah tersambung.

Si penelpon yang tak lain adalah Bianca, kini pun sudah terkekeh. "Haha, kerja bagus. Acaranya udah sampai mana?"

"Gak tau. Tapi belom pemotongan pita,"

"Nanti pas pemotongan pita videoin ya. Alina nya aja."

"Iya, cin. Bucin." ejek Zee. Sedang Bianca pun kini hanya bisa terkekeh kepada Zee yang tampaknya telah lelah mengahadapi dirinya. "Nih, lo mau ngomong gak sama dokter Alina?"

"Iya, mana?"

Zee pun menyerahkan ponselnya kepada Alina, yang sedari tadi hanya terkekeh menyimak percakapan Zee dan Bianca.

"Hai, sayang," sapa Alina saat ponsel Zee sudah berada di tangannya.

"Wah, kamu cantik banget, Al. Walau kamera hp Zee burik, itu tidak menutupi kecantikan kamu," gombal Bianca.

Sontak teman-teman Bianca yang mendengar itu pun memasang wajah geli dan mualnya.

"Hueek!"

"Najis!"

"Hahaha," Bianca yang mendengar umpatan dari teman-temannya itu pun kini sudah meledakkan tawanya. "Lancar-lancar untuk hari ini ya, Al." ucap Bianca setelah meredakan tawanya.

my love single mother √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang