"Pagi," sapa Bianca kepada Alina yang kini terlihat sudah bangun dari tidurnya dan tengah bersantai memainkan ponselnya.
Bianca pun menghampiri Alina, sambil membawakan Alina sarapan. Tak lupa, wajah Bianca pun kini dihiasi dengan senyuman. Walau, dibalik senyuman itu ada rasa sesak yang ia tahan. Terlebih saat melihat Alina. "Sarapan dulu ya. Aku boleh temenin?"
Alina menganggukkan kepalanya.
"Mau aku suapin?"
Alina menggelengkan kepalanya.
"Oke," Bianca tak bisa memaksa Alina. Kini ia pun sudah mempersilahkan Alina untuk memakan sarapannya sendiri.
"Aku mau ngomong," ucap Alina disela-sela kegiatan makannya. Akhirnya, Alina mengeluarkan suaranya setelah sedari tadi terus terdiam. Namun, entah mengapa kata-kata Alina tersebut membuat jantung Bianca berdegup kencang dengan perasaan takut yang meliputi dirinya.
"Iya, nanti. Sekarang sarapan dulu."
Alina menganggukkan kepalanya setuju. Alina pun kini kembali melanjutkan kegiatan makannya, dengan Bianca yang terus memperhatikannya dan membelai rambutnya penuh sayang dengan tatapan sendunya.
Alina hanya membiarkan saja apa yang Bianca lakukan kepadanya. Toh, ia juga menikmati setiap perlakuan yang Bianca lakukan kepadanya.
Disepanjang kegiatan Alina menyantap sarapannya, keduanya pun sama-sama terdiam tak ada obrolan, sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Udah bisa aku ngomong sekarang?" tanya Alina setelah selesai menyantap sarapannya.
"Kamu mandi dulu ya,"
Kini Alina pun sudah berdecak kesal, karena Bianca seperti terus menghindarinya untuk berbicara serius. "Ck, abis mandi gak ditunda-tunda lagi ya,"
"Iya, sayang."
Alina pun beranjak pergi memasuki kamar mandi menyetujui ucapan Bianca tadi.
Selama Alina di kamar mandi, kini Bianca hanya mampu mendudukkan dirinya di atas ranjang dengan perasaan takut yang kini sudah meliputinya sedari tadi.
Jujur saja, ia takut dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Alina. Itulah mengapa sedari tadi ia terus menghindari Alina yang ingin berbicara kepadanya. Ia takut jika kata-kata perpisahan keluar dari mulut Alina. Ia tak ingin hubungannya dengan Alina berakhir, ia benar-benar tak menginginkan itu. Dunianya akan benar-benar runtuh jika Alina menginginkan hal itu terjadi.
Selesai Alina mandi, kini Alina pun sedang memakai pakaiannya. Dengan Bianca yang sedari tadi terus menatap setiap pergerakan Alina tersebut. Terlebih saat Alina memakai pakaian dalamnya dengan gerakan sensual, yang seperti disengaja oleh Alina untuk berbuat seperti itu, Bianca pun hanya mampu menelan ludahnya susah payah.
Jika tidak mengingat ia dan Alina sedang bertengkar sekarang, mungkin Bianca sudah menerkam Alina hingga tak memberi Alina ampun. Tapi sayangnya ia tak bisa melakukan itu sekarang, karena ia tak ingin kemarahan Alina akan semakin menjadi-jadi kepadanya.
"Udah boleh aku ngomong?" tanya Alina bertanya terlebih dahulu sebelum berbicara keintinya.
Bianca menganggukkan kepalanya. Walau ia belum siap dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang diucapkan oleh Alina, tapi terus menghindar bukanlah pilihan yang tepat. Mau tak mau ia harus menghadapi itu.
"Pertama, boleh kamu jelasin dulu kenapa kamu gak kabarin aku kalo kamu ke Korea?"
"Maaf,"
Lagi-lagi hanya kata maaf yang diucapkan oleh Bianca. Padahal Alina tengah menuntut penjelasan, bukan kata maaf. Alina benar-benar dibuat geram oleh Bianca. "Aku butuh penjelasan, bukan kata maaf," ucap Alina dengan nada yang masih dibuat setenang mungkin karena tak ingin pertengkaran penuh emosi seperti semalam terjadi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
my love single mother √
General Fictionjatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jadinya jika seorang perempuan yang mencintai seorang single mother tersebut?