11

2.5K 295 8
                                    

~PHOBIA~

Kondisi Zeevano kini mulai membaik bahkan sudah bisa dikatakan sembuh. Sudah tak demam lagi dan juga tidak pusing, tapi kini dia serang flu dan juga batuk. Ada saja penyakit yang datang silih berganti. Kini Zeevano sudah melakukan rutinitas biasanya, berkutat dengan laptopnya.

Jika kalian bertanya apa yang Zeevano kerjakan, jawabannya adalah Zeevano sedang menulis cerita. Ya itu adalah hobinya. Siapa sangka dari karya imajinasinya dapat menghasilkan uang? Selain itu Zeevano juga memiliki bisnis tersendiri yang dia lakukan secara jauh. Dia memiliki tangan kepercayaanya yang dia pasrahkan mengurus kerjaanga, tapi tetap Zeevano memantau dan apa-apa Zeevano harus tau.

Chika sudah dari kemarin tak berkunjung, selain subuk perempuan itu katanya ingin membereskan apartemennya yang mulai berdebu. Ingat, Chika tak suka tempat yang berantakan dan banyak debu. Meskipun Phobia Chika sudah lebih baik, tapi rasa risih jika melihat debu yang berlebihan masih sering dia rasakan.

Merasa haus, Zeevano ingin meminum sesuatu yang segar. Dia mencari ponselnya, biasa untuk memesan secara online. Tapi matanya menangkap sebuah dompet yang tertimpa buku. Zeevano mengambilnya, saat diliat ternyata itu adalah milik Chika. "Lah, dompet Chika ketinggalan di sini? Tapi kenapa dia ga heboh nyariin?" Pikir Zeevano.

Dia mengurungkan niat untuk memesan online melainkan menelpon Chika, untuk mengabari jika dompetnya tertinggal. Tak lama panggilan terhubung.

"Halo Chika? Ini dompet kamu ketinggalan di kamar aku," kata Chika.

"Ssssh, iyakah? Pantesan kok ga ada, ternyata ketinggalan. Nitip dulu ya, gue ga bisa ambil sekarang," jawab Chika. Tapi Zeevani merasakan suara Chika yang berbeda.

"Chika, you oke? Kenapa suara kamu gitu? Kamu sakit?" tanya Zeevano khawatir.

"Perut gue lagi ga beres. Lagi dapet tanggal merah, biasa perempuan." Oke Zeevano paham sekarang. Pasti Chika sedang merasakan keram diperutnya. Dia harus menjenguk Chika. Jika Chika selalu ada disaat dia butuh, maka dia juga bisa selalu ada disaat Chika butuh.

"Aku ke tempat kamu ya?"

"Ga usah Zee, gue ga papa kok."

"Pokoknya aku ke tempat kamu. Sekalian nganterin dompet kamu. See you." Panggilan berakhir. Zeevano bergegas bersiap. Dia memakai hoodie dan tas slempangnya, kemudian pergi menuju tempat Chika.

Zeevano memperhatikan sekitar sambil menunggu Chika membukakan pintu. Tak lama pintu terbuka menampilkan Chika yang berdiri sedikit membungkuk sambil memegangi perutnya, wajahnya pucat. "Sakit banget ya?" tanya Zeevano khawatir.

Chika mengangguk lalu mempersilahkan Zeevano masuk. Zeevano dengan perhatian merangkul pinggang Chika dan membantunya jalan. Ternyata isi dan peletakan dari apartemen Chika tak jauh berbeda dengan milik Zeevano. Mereka duduk di sofa, sesekali Chika masih meringis merasakan sakit.

"Ini dompet kamu." Zeevano meletekkan dompet itu di tas meja.

"Makasih ya, harusnya lo ga usah repot-repot ke sini. Kapan-kapan masih bisa gue ambil," kata Chika.

"Ga papa, aku yang pengen ke sini kok. Sekalian liat keadaan kamu. Biasanya kalau perut kamu sakit obatnya apa?" tanya Zeevano, siapa tau dia bisa membantu menyarikan atau membelikan untuk Chika.

"Minuman di alfa atau indo, biasanya gue bali itu kalau emang udah ga ketahan sakitnya. Tapi kali ini gue mau beli ga kuat mau jalan ke sana. Mana pembalut gua mau abis lagi," kata Chika. Dia tak malu membahas barang milik wanita pada Zeevano.

Namun, mendengar itu Zeevano jadi kepikiran untuk membelikan untuk Chika. Jika membeli online bisa lama datangnya, jadi lebih baik dia sendiri saja bukan yang beli? "Aku pergi bentar ya, nanti ke sini lagi," pamit Zeevano.

"Eh mau kemana?"

"Sebentar, ga lama kok."

"Bentar-bentar," tahan Chika. Dia memberikan kartu akses untuk Zeevano. "Bawa ini, biar nanti kalau lo beneran balik bisa langsung masuk tanpa nunggu gue yang bukain pintu."

"Oke." Zeevano mengantongi kartu akses itu kemudian mulai pergi dari sana.

Kali ini dia tak mau berjalan kaki. Dia memiliki mobil yang terparkir di parkiran. Sudah sangat lama sekali tidak digunakan. Bahkan berdebu dan bannya mulai kempes, tapi masih bisa digunakan. Zeevano mengendarai mobil itu menuju Alfa mencari minuman yang Chika maksud.

Sampai di Alfa dia langsung mengambil keranjang dan menuju stan minuman. "Mana minumana yang Chika maksud?" bingung Zeevano. Apalagi dihadapannya banyak minuman dengan berbagai merk yang berbeda. Mengingat sekarang jamannya teknologi, Zeevano mencari di internet, minuman yang bisa meredakan rasa sakit saat datang bulan. "Ha, ini dia." Zeevano mengambil yang berwarna orange. Kemudian beralih ke stan pembalut.

Zeevano kembali pusing, mana yang harus dia ambil. "Bersayap atau nggak? Apa bedanya? Apa yang bersayap kalau dipakek Chika bisa terbang?" Pikir Zeevano. Dikarenakan bingung, dia mengambil dua jenis, bersayap dan tidak.

"Sekalian beli jajan buat Chika," kata Zeevano. Karena alfa kali ini sepi pengunjung, membuat Zeevano bisa leluasa berbelanja tanpa dihantui rasa was-was. Setelah keranjangnya hampir penuh, dia langsung membayarnya di kasir.

"Ada diskon coklatnya kak, beli dua gratis satu dan harganya lebih murah," kata mbak kasir. Zeevano menatap coklat yang bungkusnya berwarna coklat. Apa Chika suka coklat? Batin Zeevano bertanya-tanya.

"Boleh deh." Dia mengambil tiga coklat yang mbak kasir maksud. Suka atau tidaknya Chika nanti yang penting Zeevano sudah berinisiatif membelikan untuk Chika, agar Chika merasa senang dan melupakan rasa sakitnya.

"Terimakasih telah berbelanja," ucao mbak kasir setelah urusan bayar membayar selesai.

Zeevano tanpa mampir kemana-mana, langsung kembali ke apartemen Chika. Dengan kartu akses yang dia miliki dia bisa langsung masuk ke dalam tanpa lagi menunggu Chika.

Ternyata Chika masih duduk di sofa dengan tv yang menyala menampilkan kartun. "Chika, aku sampai," kata Zeevano. Chika cukup terkejut melihat banyaknya barang yang Zeevano beli.

"Banyak banget, kamu belanja apa aja?"

"Jajan. Aku beli buat kamu," jawab Zeevano santai.

"Buat aku?"

"Iya buat kamu. Lihat nih, aku beli minuman yang kamu maksud. Semoga sakit kamu hilang setelah minum ini. Dan juga aku beli coklat. Kamu suka coklat ga?" Zeevano menunjukkan 3 buah coklat dan satu minuman pereda nyeri.

"Suka," jawab Chika. Dia merasa terharu mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang lain. Tak pernah Chika diperhatikan seperti ini. Biasanya apa-apa dia akan sendiri atau terpaksa ya merepotkan Dey.

Zeevano membukakan botol minum dan memberikan untuk Chika. "Minumlah, biar cepet sembuh." Chika menerimanya dan langsung meminun habis.

"Habis berapa? Biar uangnya aku ganti."

"Tidak usah Chika. Aku beli ini atas kemauan aku sendiri, jadi ga perlu di ganti. Mendingan kamu makan jajannya sekarang. Aku harap jajan ini bisa bikin perut kamu ga sakit lagi."

"Makasih Zee."

"Sama-sama Chika," jawab Zeevano sambil tersenyum tulus.




















Cari cowo modelan kyk zeevano dimana dah, gw jg mau.

Dah gitu aja maap buat typo.

PHOBIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang