"Ah, gue pengen es krim!" Pekik Chika. Setelah melihat video es krim yang baru saja terlintas di beranda tektok, Chika jadi ikut menginginkan es krim.
Zeevano yang duduk lesehan dan berkutat di atas meja, melirik ke arah jam dinding yang hampir menunjukkan pukul setengah sembilan malam. "Udah malam Chik, jangan makan yang dingin-dingin nanti pilek," kata Zeevano.
"Ga mungkin Flu. Cuma es krim doang," balas Chika acuh. Dia duduk di sofa dan melirik apa yang Zeevano kerjakan. Lagipula Chika tak pernah dalam sejarahnya pilek setelah makan es krim. Biasanya dia akan pilek jika memasuki musim penghujan.
"Terserah," ucap Zeevano. Jarinya kini sedang tidak berkutat dengan laptop melainkan dengan pensil dan buku sketsa. Ternyata selain suka menulis Zeevano juga suka menggambar sesuatu hal. Kini dia mencoba menggambar patung liberti. Tak adanya tv ditempatnya, membuat Zeevano melakukan rurinitas lain. Sebenarnya dia mampu untuk membeli tv baru, tapi dirinya terlalu malas dan juga phobia merepotkannya.
"Zee, temenin gue ke alfa bentar yuk," celetuk Chika, yang membuat Zeevano sontak menghentikan gerakan menggambarnya.
"Maaf Chik, aku ga bisa. Kamu tau aku gimana," jawab Zeevano.
"Gue tau kok, tapi apa salahnya mencoba? Lo ga bisa terus-terusan kayak gini. Di luar dunia dengan keindahannya nungguin lo buat ngeliat, jadi lo ga bisa berdiam diri kayak gini terus."
"Tapi phobia aku-"
"Gue ada buat nemenin lo. Gue bakal bantu lo buat perlahan ngilangin phobia itu. Dan gue yakin akan berhasil," sela Chika.
"Kenapa seyakin itu?"
"Karna itu terbukti di gue. Lo tau? Karna adanya lo, gue ngerasa phobia gue perlahan mulai membaik. Dan gue yakin, itu juga bisa terjadi di lo. Gue bakal bantuin lo. Langkah awal, ayo ke alfa, temenin gue beli es krim," jelas Chika.
"Pasti di luar ramai orang."
"Ini udah malem Zeevano, pasti juga udah sepi."
Zeevano terdiam nampak mempertimbangkan apa yang Chika katakan. Dia ingin sembuh, tapi di sisi lain dia takut untuk mencoba. Namun, benar apa yang Chika katakan, dia tak bisa terus seperti ini. Sudah cukup lama Zeevano berdiam diri, dan mungkin ini saatnya untuk bisa mencoba untuk keluar dari lubang kegelapan.
~PHOBIA~
Pada akhirnya Zeevano mau mencoba mengikuti apa yang Chika katakan. Mereka berdua kompak mengenakan pakian tertutup. Chika yang menghindari takut-takut ada fans yang menyerbunya dan Zeevano yang takut diperhatikan banyak orang.
Di jalan Zeevano menggenggam erat ujung baju Chika. Perkiraan mereka bahwa di luar sepi ternyata salah. Justru di luar keadaan lumayan ramai. Banyak orang yang masih berlalu lalang dan melakukan aktivitas mereka. Dibalik baju yang Zeevano kenakan, keringat sudah membanjiri dirinya. Rasa takut, gelisah yang mendominasi membuat Zeevano merasakan lemas.
"Chika, aku pusing," ungkap Zeevano pelan. Tentu Chika mendengarnya, tapi Chika meyakinkan Zeevano kalau dia bisa. "Tahan Zee, lo pasti bisa. Sebentar lagi kita sampai," kata Chika. Mereka ke Alfa dengan berjalan kaki, karna jaraknya tak terlalu jauh.
Rasa sesak di dada Zeevano mulai menusuk, membuat napas Zeevano tersenggal. Tanpa Chika sadari di belakang Zeevano sudah meremas dada kirinya. Dia dalam pikirannya terus menggumamkan kalimat penenang untuk dirinya sendiri. "Bisa lebih cepat?" Tanya Zeevano, jujur dia sudah tak bisa bertahan lama di tengah keramaian ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
PHOBIA [END]
Novela JuvenilBagaimana jadinya jika seseorang penderita Mysophobia bertemu dengan seseorang penderita Agoraphobia? Bagaimana awal dari pertemuan mereka berdua?