~PHOBIA~
Pagi hari badan Zeevano menggigil. Dia di serang demam tinggi, kepalanya pusing seperti akan pecah. Ingin beranjak bangun memcari obat saja rasanya tak mampu. Tubuhnya terlalu lemas, Zeevano tak berdaya. Berharap Chika datang dan membantunya.
Chika? Tak ada salahnya jika Zeevano menghubungi Chika untuk meminta tolong. Tangan Zeevano bergerak mengambil ponsel di atas nakas, menyalakannya dan segera mencari nama Chika lalu menelponnya. Tanpa menunggu lama panggilan telpon terjawab.
"Halo Zee? Ada apa?"
"Halo, sibuk ga?" tanya Zeevano dengan suara pelan.
"Lumayan sih. Gue ada di lokasi shoting, ada take pagi. Kenapa pagi-pagi gini telpon? Lo laper? Makan roti aja dulu di lemari."
"Sepagi ini udah mulai kerja?"
"Iya nih. Dapet jadwal pagi. Emangnya ada apa?"
"Chika, udah selesai make up nya?" Suara lelaki dari seberang sana membuat Zeevano berkerut ingin tau. Siapa lelaki yang bersama Chika?
"Oh udah kok. Udah dipanggil?"
"Sebentar lagi take. Kita di suruh siap-siap ke sana."
"Oh, oke. Zee, halo?"
"Ha-halo."
"Jadi lo kenapa telpon gue?"
"Ga papa, ga jadi. Cuma pengen telpon aja," kata Zeevano. Dia mengurungkan niatnya untuk meminta tolong pada Chika. Sepertinya Chika memang sedang sangat sibuk. Zeevano tak ingin membuat kerjaan Chika jadi kacau karna dirinya.
"Serius?"
"He'em. Semangat ya kerjanya. Sorry ganggu waktu kamu." Setelah mengucapkan itu Zeevano mematikan panggilan sepihak. Sepertinya Zeevano harus berusaha mencari obat sendiri, seperti yang biasa dia lakukan di waktu kesendiriannya.
Dengan lemas Zeevano berusaha bangun. Dia mulai berjalan tertatih dan sesekali memegang barang untuk membantu menyangga tubuhnya saat berjalan agar tidak ambruk. Zeevano berjalan ke dapur. Membuka laci yang biasa dia isi dengan obat-obatan, tapi sialnya hanya tersisa obat flu di sana. "Sial!" Desis Zeevano. Mau tak mau dia harus kembali ke kamar untuk membeli obat secara online, sekalian saja membeli bubur untuk sarapan.
Sambil menunggu pesanannya datang Zeevano membuat sarapan. Hanya memanggang roti lalu di baluri selai di atasnya. Setidaknya ini bisa untuk ganjal perut. Di sela kunyahannya, kepala Zeevano terlintas pertanyaan dan juga rasa ingin tau, siapa lelaki yang bersama Chika?
"Apa cowo itu rekan kerja Chika? Tapi kenapa suaranya begitu lembut, seperti mereka sudah sangat dekat," pikir Zeevano. Dia tak mengapa jika Chika dekat dengan lelaki lain. Tapi ada rasa yang mengganjal di hatinya. Namun, Zeevano beneran ga papa kok. Ga papa. Gwenchana. "Gwenchana yoo," ucap Zeevano di sela kunyahannya.
~PHOBIA~
Di lokasi shoting Chika sudah bersiap akan mulai take. Di hadapannya juga sudah ada lawan mainnya. Sambil menunggu arahan sang sutradara, Chika dan rekannya itu saling berbincang.

KAMU SEDANG MEMBACA
PHOBIA [END]
Fiksi RemajaBagaimana jadinya jika seseorang penderita Mysophobia bertemu dengan seseorang penderita Agoraphobia? Bagaimana awal dari pertemuan mereka berdua?