16

2.9K 299 21
                                    


TV pesanan Chika sudah datang di apartemen Zeevano. Kini Tv itu sedang dibetulkan oleh orang yang mengantar TV itu, karena dia adalah petugas dari tempat yang jual TV. Zeevano duduk lesehan, memperhatikan yang membetulkan TV itu. Dia sebenernya pengen ikut bantu, tapi Zeevano tak terlalu paham.

Sedangkan Chika ikut duduk di samping Zeevano sesekali menoel-noel lengan Zeevano yang terekspos, karena sedang memakai kaos tanpa lengan. Zeevano masih ngambek dengan Chika. Saat diajak Chika ngomong aja cuma dijawab singkat, tak seperti biasanya.

"Kenapa Chikaaa?" tanya Zeevano dengan penuh kesabaran.

"Kamu mah meni ngambek ih!"

"Aku ga ngambek. Orang biasa aja," elak Zeevano.

"Jangan ngambek dong," kata Chika lalu menyandarkan kepalanya di lengan Zeevano.

"Aku ga ngambek, sudah berapa kali aku jelasin Chik."

Mas-mas yang betulin TV hanya sesekali melirik, melihat dua sejoli yang sedang ngambekan. Hari-hari liat orang bucin. Batinnya.

"Tapi lo daritadi diem aja."

"Ya masa aku harus ngreog? Harus ngomong terus?"

"Taulah, gue cape!" Chika berdiri lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan sedikit tenaga hingga menciptakan bunyi. Kini giliran Chika yang ngambek. Zeevano hanya diam dan masih menemani mas-mas yang betulin TV.

"Ga mau disamperin pacarnya Mas?"

"Ha?" bingung Zeevano.

"Itu pacarnya ngambek, harusnya dibujuk Mas bukan malah dibiarin aja."

"Saya bingung harus ngapain Mas," kata Zeevano.

"Biasanya cewe kalau moodnya ga bagus suka kalau dikasih es krim atau coklat."

"Masa sih?"

"Iya. Mas coba aja kasih es krim, biar ga ngambek lagi," saran Mas-masnya. Kemudian saat mencoba menyalakan TV, ternyata sudah betul. "Sudah selesai Mas. Saya pamit dulu," pamit petugasnya karena tugasnya sudah selesai.

"Makasih Mas." Zeevano mengantarkan petugas itu keluar lalu kembali lagi dan duduk di depan TV. TV yang rusak rencana akan dijual lagi. Zeevano merenung memikirkan cara agar Chika tak lagi ngambek. Padahal awal Zeevano yang ngambek, kini malah Chika ikut-ikutan.

"Aku harus apaa?" Zeevano mengacak rambutnya bingung. Dia tak ada pengalaman merayu perempuan yang sedang merajuk. "Apa aku beliin es krim aja? Tapi males banget keluar, ngeluarin energi banget!" Keluh Zeevano. Dia malas menghadapi kehidupan di luar.

"Ah coba rayu aja deh. Siapa tau berhasil." Zeevano beranjak menyusul Chika ke kamar. Ternyata Chika kini sedang merebahkan diri dan memejamkan mata. Dia tidak tidur. Hanya rebahan aja. Zeevano perlahan menghampiri Chika dan duduk di tepi ranjang.

"Chik," panggil Zeevano, tapi tidak digubris oleh Chika.

"Chika. Kamu ngambek ya?" tanya Zeevano.

Pakek nanya. Batin Chika yang kini masih memejamkan mata.

"Yaudah deh kalau ngambek."

Anjir gitu doang? Ga ada effort untuk rayu gue gitu?! Batin Chika lagi tak percaya, tapi masih enggan membuka matanya.

"Ah, tapi jangan ngambek dong. Aku kesepian kalau kamu ngambek. Ga ada yang cerewetin aku, ga ada yang gangguin aku, ga ada yang usilin aku lagi. Jadi aku minta kamu jangan ngambek ya?" Zeevano menoel-noel pipi Chika, berharap Chika meresponnya.

"Kalau kamu ga bangun aku cium nih?" ancam Zeevano. Sebenarnya dia saja tak berani melakukan hal yang apa dia katakan. Itu hanya gertakan saja.

Tapi siapa sangka Chika malah berharap mendapatkan ciuman itu. Jadi dia sengaja tidak membuka matanya dan masih tetap diam. Ayo cium gueee! Batin Chika, dan dia menahan senyum yang ingin sekalu merekah.

"Chik aku serius loh. Dalam hitungan ketiga kalau kamu ga mau buka mata, aku bakal cium kamu," gertak Zeevano lagi.

"Satu..."

"Dua..." wajah Zeevano semakin mendekati pipi Chika. Namun, hitungan berhenti sejenak karena Chika masih diam. Sedangkan Zeevano ragu untuk melanjutkan hitungannya. Apa dia harus lanjut?

"T-tig...ga!" Hampir saja bibir Zeevano mengenai pipi Chika, tapi meleset! Karena Chika segera memalingkan wajahnya, hingga bibir Chika yanh mengenai bibir Zeevano. Ciuman yang semalam mereka rasakan kini kembali terjadi. Chika kini dengan keadaan sepenuhnya sadar mengajak lidah Zeevano bergelud di dalam. Tangannya mengunci leher Zeevano agar tak menjauh dan tetap melakukan ciuman yang semakin lama semakin intens.

Nafas mereka terengah saat ciuman terlepas. Tatapan tajam satu sama lain saling dilemparkan, tatapan yang saling memancarkan perasaan satu sama lain. Mereka tenggelam dalam perasaan yang menggebu yang mulai terpancar satu sama lain. "Aku suka sama kamu." Empat kata terucap kembali dari mulut Chika, yang kali ini benar-benar sadar.

"Jangan bohong," kata Zeevano.

"Aku ga bohong aku serius. Kalau kamu ga percaya, aku siap nyerahin tubuh aku sekarang ke kamu. Sebagai bukti kalau aku memang suka kamu," ungkap Chika dengan serius. Zeevano sampai tak percaya mendengarnya. "Lalu kamu? Suka aku juga ga?" tanya Chika balik.

"Seharusnya kamu tau," kata Zeevano.

"Tidak. Aku tidak tau."

"Kamu tau Chika."

"Tidak! Aku mau denger dulu dari mulut kamu."

"Denger apa? Kamu udah tau."

"Aku ga tau karna kamu ga pernah bilang."

"Apa perlu aku ngomong? Padahal harusnya kamu udah tau dari semua perlakuan yang aku berikan ke kamu," kata Zeevano. Tatapan mereka masih terpaut. Chika mendengus kesal, lali mendorong tubuh Zeevano dari atasnya. Namun, Zeevano tidak mau menyingkir dan kembali menyerang bibir Chika. Karena perasaan kesal, Chika menggigit bibir Zeevano hingga rasa darah itu dengan jelas di lidah mereka.

"Ya, aku Asazeevano Baskara mengungkapkan mempunyai perasaan terhadap Chika," ungkap Zeevano setelah ciuman terlepas.























Waduhh udh ngungkapin rasa. Apa yang selanjutnya terjadi kawan?

Dah gitu aja maap buat typo.

PHOBIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang