~PHOBIA~
Hari-hari berlalu. Hubungan Zeevano dan Chika sudah memasuki bulan pertama. Mereka nampak bucin satu sama lain. Zeevano juga perlahan mulai berani keluar dari tempat persembunyiannya, melihat dunia luar, tanpa berpakaian tertutup lagi. Dia harus berani demi Chika. Zeevano tau, kalau dia terus-terusan di dalam apartemen, tanpa mengajak Chika jalan-jalan pasti Chika akan bosan nantinya. Chika seperti kebanyakan perempuan lain, pasti ingin punya waktu berkencan bersama kekasih. Jalan-jalan keluar berdua, bukan terus mendekam saja.
Sejauh ini hubungan mereka masih adem ayem, tak ada pertikaian diantara mereka berdua. Namun, sesekali Chika masih menanyakan kapan Zeevano siap bertemu dengan orang tua Chika. Karena Chika takut jika hari itu tiba, hari dimana Papanya berbuat nekat dengan melaksanakan perjodohan yang tak dia inginkan sama sekali.
Chika tersenyum sambil memandang ponselnya. Dia sedang berkirim pesan dengan Zeevano, merencanakan jika nanti malam akan jalan berdua. Mumpung malam minggu. Biarlah mereka merasakan hal seperti anak remaja yang sedang kasmaran, meskipun umur mereka tidak lagi disebut sebagai remaja.
"Chika," panggil seseorang. Chika mendongak melihat siapa itu. Chika berdecak setelah melihat, ternyata adalah Oniel. Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan Oniel dan kini lelaki itu kembali menampakkan dirinya.
"Kenapa? Kok bisa ada di sini?" tanya Chika malas.
"Mau jemput kamu, disuruh Papa," jawab Oniel.
"Papa? Gue ga mau pulang ke rumah. Gue sibuk," tolak Chika. Malas sekali dia jika harus pulang ke rumah. Lagipula dia sudah ada janji yang sangat penting bersama Zeevano nanti malam.
"Kata Papa kamu sebentar aja. Karena selain Papa kamu yang minta, mama kamu juga. Mama kamu pengen ada yang dibicarain," jelas Oniel.
"Mama? Tapi kenapa Mama ga ada bilang gue dulu?" heran Chika, karena biasanya Mamanya jika ingin bertemu atau ingin berbincang pasti mengirim pesan terlebih dahulu.
"Aku ga tau kalau soal itu. Mereka cuma minta aku jemput kamu."
"Tapi nanti malem gue ada acara. Jadi mungkin cuma bisa sebentar doang. Jam berapa sih sekarang?" Chika melihat jam di ponselnya ternyata sudah menunjukka pukul 5 sore.
"Mungkin nanti malem kamu udah bisa balik lagi ke apartemen. Itu juga kalau bisa." Batin Oniel di akhir.
"Yaudah. Sebentar doang, demi Mama," putus Chika.
Chika yang sudah selesai dengan take shotingnya pun bisa langsung meninggalkan lokasi. Dia berangkat kerja tadi dijemput oleh asistennya, jadi sekarang dia bisa pulang bersama Oniel tanpa memikirkan kendaraanya.
"Nanti mampir ke apotek sebentar ya," pinta Chika setelah masuk ke dalam mobil.
"Kenapa? Kamu sakit?"
"Kepo deh lo. Kalau pun gue sakit juga bukan urusan lo," jawab Chika. Oniel menghembuskan napas pelan, kemudian mulai menjalankan mobilnya. Dia akan mengantar Chika ke apotek dulu baru nanti ke rumah Chika.
~PHOBIA~
Chika sudah sampai di rumah. Dia masuk diikuti dengan Oniel. Ternyata di ruang keluarga, Papa dan Mamanya sudah menunggu kehadiran Chika. Melihat Mamanya di sana, Chika langsung menghampiri Mamanya. "Mama sehat kan?" Tanya Chika.
"Sehat sayang."
"Mama katanya mau ada yang dibicarain, apa?" tanya Chika tak mau banyak basa-basi. Dia mengejar waktu. Semakin lama dia di sini, semakin lama juga waktu yang terbuang dan tak bisa segera pergi dengan Zeevano. Bukannya menjawab Mama Chika hanya tersenyum sendu. Chika yang melihatnya pun heran. "Kenapa Ma?"
"Chika, Papa tau kamu ga suka basa-basi. Jadi Papa langsung kasih tau kamu aja, kalau besok Papa mau laksanain perjodohan kamu dengan Oniel. Besok keluarga Oniel akan datang ke sini, melamar kamu. Papa harap kamu nurut dan tidak membuat keributan," ungkap Papa Chika.
"Papa apa-apaan sih?! Kan Chika ga mau! Kenapa masih aja dilanjut?!" Kata Chika kesal, teramat kesal.
"Papa tidak menerima penolakan apapun. Pokoknya kamu harus menikah dengan anak rekan bisnis Papa."
"Papa egois! Selalu mikirin kesenengan papa sendiri! Lo juga Niel! Kenapa ga nolak? Kan lo tau gue ga suka sama lo dan gu nerima perjodohan ini!" Chika menyalahkan Oniel yang sekarang hanya diam mendengarkan percakapan Chika dan keluarga.
"Aku mau jadi anak yang penurut aja Chik," jawab Oniel cukup enteng.
"Mama, tolongin Chika. Jelasin ke Papa kalau Chika ga mau," pinta Chika penuh harap. Mama Chika mengusap kepala Chika. Ia juga bingung harus berbuat apa. Ia terlalu takut dengan suaminya jika sudah marah. Ia tak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Keputusan suaminya seakan tak ada yang bisa membatalkan.
"Kalian semua nyebelin!" pekik Chika. Kemudian dia berjalan cepat masuk ke dalam kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya tengkurap, membenamkan wajahnya di bantal dan menangis.
Di ruang keluarga, Oniel merasa tak enak karena melihat pertengkaran antara ayah dan anak. Hingga dia memutuskan untuk pulang saja. "Saya pamit om, tante. Masih ada urusan setelah ini," kata Oniel.
"Oh iya Niel, hati-hati. Besok mau ke sini jam berapa?" tanya Papa Chika.
"Saya dan keluarga sekitar jam 9 sampai sini om," jawab Oniel.
"Kami tunggu kehadiran kalian." Mama dan Papa Chika mengantarkan Oniel ke depan saat akan pulang. Setelah memastikan Oniel pergi, mereka kembali masuk ke dalam rumah.
"Pa, kayaknya Mama ga setuju sama perjodohan ini. Kasihan Chika, biarkan dia dengan kebahagiaanya sendiri Pa. Mama ga mau Chika nanti kecewa dan kacau," kata Mama Chika, berharap suaminya luluh dan membatalkan perjodohan besok.
"Ma, ga usah bantuin Chika. Papa udah ga mau denger alasab apapun. Pokoknya Chika besok harus jadi dengan Oniel. Ini kesempatan berharga Ma."
"Apa uang lebih penting daripada kebahagiaan Chika?"
"Mama diem! Ikutin aja apa yang akan terjadi." Papa Chike meninggalkan istrinya. Ia pergi ke kamar Chika, membuka pintu sedikit mengintip apa yang sedang Chika lakukan. Melihat anaknya yang menangis, hatinya terenyuh. Namun, semua keputusan ini yang terbaik baginya. "Chika, besok kamu harus bersiap, jam 9 Oniel dan keluarganya akan ke sini." Setelah memberi tau hal itu, Papa Chika menutup pintu dan menguncinya. Dia melakukan ini agar anaknya itu tidak bisa kabur dari rumah.
Mendengar pintu kamarnya di kunci Chika mendekat dan menggedor pintu.
Brak brak brak brak!
"Pa buka pintunya! Papa apa-apaan sih, kenapa pintu Chika dikunci?!"
"Biar kamu ga kabur Chika! Siapkan diri kamu untuk besok. Jadilah anak yang penurut!"
"Chika benci sama papa! Chika benci!" Ungkap Chika sambil terus menggedor pintunya.
"Pa-"
"Jangan sesekali berniat membuka pintu kamar Chika, Ma," sela papa Chika dengan suara dan wajah yang datar. Jika sudah seperti ini, Mama Chika tak berani berbuat apa-apa.
Cmiwwww~😗
Dah gitu aja maap buat typo.
![](https://img.wattpad.com/cover/360061281-288-k775406.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOBIA [END]
JugendliteraturBagaimana jadinya jika seseorang penderita Mysophobia bertemu dengan seseorang penderita Agoraphobia? Bagaimana awal dari pertemuan mereka berdua?