"Hai." Ternyata itu Chika. Dia datang dengan membawa bungkusan di tangannya.
"Lo, Zeevano kan?" tanya Chika. Sebab pakaian tang tertutup itu, membuat Chika ragu, orang dihadapannya ini Zeevano atau bukan.
"Iya," jawab Zeevano singkat. Chika tersenyum mendengar jawabannya. "Mau apa lagi?" tanya Zeevano.
"Gue ke sini bawain makanan buat lo," kata Chika sambil menunjukkan bungkusan yang dia bawa.
"Dalam rangka apa?" tanya Zeevano.
"Eee...ga ada apa-apa sih. Em, anggep aja ini permintaan maaf gue, karna udah nuduh lo berbuat hal yang tak baik ke gue," jelas Chika. Sebenarnya Chika ini mulai menjalankan apa yang, temennya, Dey sarankan tadi.
"Saya mau keluar. Jadi ada baiknya makananya anda bawa lagi saja," jawab Zeevano.
"Mau keluar? Kemana? Gue bisa kok nemenin lo," kata Chika.
"Tak perlu. Saya bisa sendiri," jawab Zeevano. Dia mulai menutup pintu apartemennya kemudian berjalan meninggalkan Chika yang masih bengong di depan pintu.
"Cuek banget, masa dia ga tau gue siapa?" heran Chika. Padahal Chika cukup terkenal. Masa seorang Zeevano tak mengenalnya? Di dalam apartemennya ada tv bukan?
"Woi! Tungguin, gue ikut!" Pekik Chika, lalu berlari dengan bungkusan yang masih dia bawa, mengejar Zeevano yang hendak masuk ke dalam lift. Chika terengah setelah berhasil menyusul Zeevano kemudian memencet nomot lantai dasar.
Suasana hening. Tak ada yang mengeluarkan suara dari keduannya. Zeevano hanya fokus menatap ke depan. Sedangkan Chika, matanya tak bisa diam, terus saja memperhatikan dinding-dinding dan sesekali melirik Zeevano.
"Ehem! Lo ga kegerahan pakek baju tertutup gitu? Ini kan lagi musim panas bukan musim hujan ataupun dingin," kata Chika.
"Bukan urusan anda," jawab Zeevano cuek. Chika menatap Zeevano dengan malas. Jika tidak ada alasan untuk mendekati Zeevano, Chika tentunya malas melakukan hal ini.
"Emangnya lo mau kemana?" tanya Chika lagi.
"Kepo."
"Dih!"
Pintu lift terbuka, Zeevano lebih dulu keluar diikuti dengan Chika. Chika yang melihat Zeevano tak menuju parkiran melainkan langsung keluar pun merasa heran. "Lo ga ambil mobil dulu? Emangnya tujuan lo deket?" tanya Chika.
Zeevano hanya diam dan terus berjalan cepat. Sebenarnya dirinya mulai merasakan lemas karna sudah mulai melihat ramainya orang yang sedang beraktivitas.
"Ah! Sial! Debu!" Keluh Chika. Dia memakai masker sekali pakai yang selalu dibawa kemanapun itu, lalu segera menyusul Zeevano. Sepertinya gabutz sekali Chika ini sampai membuntuti Zeevano.
Zeevano terus berjalan cepat hingga sampailah di atm yang tempatnya tak terlalu jauh dari apartemen. Dia segera masuk untuk mengambil uang. Dan Chika pun ikutan masuk ke dalam. "Anda ngapain?" heran Zeevano melihat Chika ikut masuk.
"Ikut lo. Di luar kotor banget. Ah! Setelah ini gue harus mandi!" kata Chika. Zeevano menatap heram ke arah Chika sejenak, lalu mulai berkutat dengan mesin ATM. Membiarkan Chika yang kini menyemprotkan cairan hand sanitazer ke sekitarnya. Setelah mendapatkan uang berwarna merah yang cukup banyak, Zeevano menyimpannya ke dalam dompet dan beranjak keluar. Chika tentunya langsung ikut juga.
Tiba-tiba Zeevano terdorong oleh seseorang berpakaian serba hitam, lalu orang itu kembali berlari dengan kencang. "Woi kalau lari lihat-lihat dong!" Pekik Chika kesal melihat Zeevano yang bahkan sampai terjatuh ke tanah. Chika ingin membantu Zeevano berdiri, tapi dari sebelah kanan mereka segerombolan orang berlari ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOBIA [END]
Novela JuvenilBagaimana jadinya jika seseorang penderita Mysophobia bertemu dengan seseorang penderita Agoraphobia? Bagaimana awal dari pertemuan mereka berdua?