~PHOBIA~
Blam!
Zeevano menutup pintu mobilnya, setelah Chika keluar dari dalam mobil. Chika memperhatikan rumah mewah yang berada di hadapannya. Rumah itu lebih besar dari rumahnya. "Ini rumah kamu?" tanya Chika.
"Bukan rumahku, tapi rumah orang tua aku," jawab Zeevano. "Ayo masuk," lanjutnya. Zeevano menggandeng tangan Chika memasuki rumah. Mereka berdiri di depan pintu menunggu pintu dibuka.
"Masyaallah ini Den Zee?" kaget perempuan paruh baya yang membukakkan pintu. Ia adalah pembantu di rumah ini.
"Iya Bi," jawab Zeevano. Sudah lama sekali Zeevano tidak bertemu dengan pembantunya ini. Padahal yang dulu selalu menemaninya disaat sendiri adalah Bibi.
"Tambah ganteng aden sekarang. Mari masuk Den, bapak sama den Oniel ada di dalam." Zeevano kembali melangkahkan kaki memasuki rumah yang sudah hampir 5 tahun lebih dia tinggalkan. Zeevano diarahkan langsung ke ruang tengah. Di sana sudah ada Papa dan Oniel yang menunggu.
"Zeevano," panggil Papanya pelan. Wajah yang sudah ia cari sangat lama kini telah ada berada dihadapannya. Suasana hati Papa Zeevano menjadi senang bisa kembali melihat anaknya yang telah lama menghilang.
Ia mendekat ke arah Zeevano lalu memeluknya erat. Tak terasa dirinya yang sudah tua dan selalu menahan untuk tidak menangis kini akhirnya tumbah dipelukan Zeevano. Zeevano sebagai anak merasakan ketulusan dari Papanya. Sudah terasa berbeda sekali masa lalu dengan masa sekarang. Zeevano juga merasakan kangen akan pelukan Papanya yang sudah sangat lama tak dia rasakan.
"Maafkan Papa nak, Papa salah. Papa bersalah, papa sadar sekarang. Maafkan atas kesalahan Papa dulu yang sangat kejam kepadamu. Papa adalah orang tua yang jahat. Tidak sepanatasnya papa memohon maaf ke kamu, tapi papa lelah dihantui rasa bersalah. Selama ini papa cari kamu, kemana aja kamu nak?" ungkap Papa Zeevano dengan berderai air mata. Ia menangkup wajah Zeevano dewasa, yang terlihat semakin tampan. Perpaduan wajah istrinya terlihat di Zeevano. Itu mengingatkannya kembali dengan mendiang sang istri yang sudah lama berpulang.
Mata Zeevano memerah. Dia tak mungkin menangis di sini. Dia harus bisa tegar dihadapan sang Papa. "Zeevano baik Pa. Zeevano ada. Aku selama ini mencoba hidup dengan mandiri. Aku ga mau ngerepotin Papa, seperti apa yang Papa katakan dulu. Aku mau banggin Papa dengan caraku sendiri. Aku berusaha untuk bisa lebih dari bang Oniel, supaya Papa bangga," ungkap Zeevano.
"Papa minta maaf kalau sikap Papa dulu bikin kamu tertekan. Bahkan kamu harus kabur dari rumah karna sikap Papa yang tidak berperikemanusiaan. Papa menyesal. Maafkan Papa nak," ungkap Papanya lagi dengan penyesalan yang teramat dalam. Dia benar-benar menyesal. Kehilangan lah yang menyadarkan dari sikap bodohnya di masa lalu. Kini yang ingin ia lakukan adalah menyatukan kembali keluarga yang sudah hancur dan memulai kehidupan yang lebih baik lagi.
"Yang harusnya minta maaf aku Pa. Maafin Zeevano yang ga bisa nurutin kemauan Papa dulu. Maafin Zeevano yang bikin Papa repot dan bikin papa malu karena punya anak kayak aku. Maafin sifat kekanakan Zeevano yang malah memilih kabur dari rumah daripada bertahan, sampai-sampai Mama harus pergi."
"Tidak Zee, kamu terbaik. Papa bangga sama kamu. Kamu bisa bertahan hidup sendiri tanpa siapapun yang mendampingi saja sudah menjadi hal yang sangat hebat. Papa bangga. Papa juga tau kalau kamu memiliki usaha bisnis yang sudah cukup terkenal, tapi identitas kamu disembunyikan. Papa tau itu. Tapi Papa begitu sulit untuk bisa bertemu kamu, karena kamu yang terlalu tersembunyi. Tapi sekarang Papa senang bisa kembali bertemu kamu. Kamu mau kembali dengan papa, nak? Dengan Oniel juga. Kita harus memperbaiki keluarga kita. Pasti Mama seneng liat kita di atas sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOBIA [END]
Teen FictionBagaimana jadinya jika seseorang penderita Mysophobia bertemu dengan seseorang penderita Agoraphobia? Bagaimana awal dari pertemuan mereka berdua?