~PHOBIA~
Chika baru saja menyelesaikan shotingnya pada hari ini. Sekarang pukul 8 malam. Tentu tubuhnya kini terasa lelah, ingin segera merebahkan diri di atas pelukan, eh maksudnya di atas kasur yang empuk. Namun, suara telfonya yang berdering menghentikan kegiatannya yang sedang menghapus make up.
"Papa?" Ucap Chika. Itulah nama yang tertera di layar ponselnya. Melihat nama papanya membuat Chika merasa semakin lelah, mood pun jadi turun. Pasti mau diajak gelud papanya lagi.
Satu, dua kali Chika mengabaikan telpon, hingga karna merasa berisik dan mendapat teguran dari staf lain membuat Chika mau tak mau mengangkat telpon itu. "Halo pa, kenapa sih?" Sewot Chika.
"Kamu ini beneran mau jadi anak durhaka ya? Ditelfon ga diangkat!"
"Chika sibuk. Kenapa langsung to the point aja."
"Ke rumah sakit sekarang, Mama sakit."
"Ha? Mama sakit? Ini bukan jebakan Papa biar Chika pulangkan?" Ragu Chika. Karna dia tau si tua itu sedikit licik otaknya.
"Tidak Chika! Mama memang sakit. Cepat kemari, sedari tadi Mama ingin bertemu denganmu."
"Rumah sakit mana?"
"Papa kirim alamatnya."
Setelah mendapatkan alamat rumah sakit dimana mamanya dirawat, Chika bergegas menyelesaikan kegiatannya dan segera pergi. Untung saja Chika berangkat tadi menggunakan mobilnya sendiri, jadi sekarang dia lebih mudah untuk pergi kemanapun.
Tak membutuhkan waktu lama mobil Chika sudah terparkir diparkiran rumah sakit. Dia langsung masuk dan menuju kamar tempat Mamanya di rawat.
Ceklek~
Pintu terbuka, Chika masuk dan langsung menghampiri Mamanya yang terbaring denga infus yang tertancap di punggung tangannya. Chika menghiraukan kehadiran Papanya yang duduk di sofa yang sudah disediakan.
"Mama, Mama kenapa bisa masuk rumah sakit? Chika khawatir."
"Kecapean aja sayang. Bagaimana kabar kamu baik? Udah lama ga pulang, Mama kangen," ungkap Mama Chika.
"Chika baik Ma, sekarang lagi banyak kerjaan. Mama jangan kecapean dong, jaga kesehatan juga Ma. Jangan sampai stres," kata Chika.
"Iya sayang, kamu juga jangan kecapean ya. Jangan kerja terus yang kamu pikirin, kesehatan kamu juga harus dipikirin," balas Mama Chika.
"Halah, anak gila kerja. Orang tuanya sakit aja hampir ga percaya. Bener-bener mau jadi anak durhaka," sahut Papa Chika yang masih dengan posisi sama, tapi kini bertambah memainkan ponselnya.
"Papa ngomongnya jangan gitu, ga baik," tegur Mama Chika.
"Emang anak durhaka kok Ma. Anak ga mau nurut apa kata orang tua," tegas Papa Chika.
"Apa sih mau Papa. Seneng banget ngajak Chika berantem," sahut Chika kesal. Sudah tua bikin emosi saja.
"Chika kamu itu udah dewasa, udah ga anak kecil lagi. Harusnya kamu udah bisa liat mana yang baik buat kamu dan mana yang buruk. Terlalu gila dalam kerja itu ga baik Chik, apalagi-"
"Halah kayak Papa ga gila kerja aja. Bahkan pernah hampir seminggu ga pulang ke rumah dan ngelupain kalau punya keluarga di rumah, pakek segala nasihatin buat jangan gila kerja. Ga punya kaca kah?" Sindir Chika.
"Chika jangan gitu. Itu papa kamu," tegur Mama Chika. Sebenanrnya Ia lelah melihat hubungan anak dan ayah yang kurang akur seperti ini. Suaminya yang keras kepala dan sedikit egois, selalu memaksakan kehendaknya. Sedangkan anaknya memiliki sifat yang hampir sama dengan ayahnya, jadilah kalau bertengkar seperti ini. Saling melempar argumen dan tak mau mengalah.
"Ma mau aku kupasin jeruk?" Tawar Chika. Mama Chika mengangguk menerima tawaran itu. Chika dengan senang hati mengupaskan jeruk untuk sang Mama.
Sedangkan sang Papa kini menatap jengkel ke arah Chika. Punya anak satu, ga mau nurut sama sekali sama orang tua. Kamu harus nurutin apa kata Papa, Chika. Batin Papa Chika.
"Chika, mumpung kamu ada di sini, Papa mau ngomong soal perjodohan itu."
"Chika ga mau Pa. Udah berapa kalu Chika bilang, kalau Chika ga mau dijodoh-jodohin sama anak rekan bisnis Papa. Biarin Chika cari pilihan Chika sendiri. Stop atur-atur hidup aku," ungkap Chika memggebu-gebu. Dia lelah selalu diatur bak robot oleh Papanya.
"Ada keuntungan tersendiri Chika, kalau kamu mau nerima perjodohan ini."
"Tau dari mana kalau untung? Apa papa ga mikir kalau nanti di masa yang akan datang ternyata dia ga baik dan bisa aja malah nyakitin Chika? Apa papa ga mikirin efek samping dari perjodohan? Ga semua perjodohan itu berjalan dengan mulus, dan berhasil pa. Plis sekarang udah Zaman modern, hilangin pikiran kolot Papa itu." Chika sudah teramat kesal dengan Papanya ini. Kalau bisa papanya bisa ditukar, mungkin Chika akan menukarkan dengan tas brand keluaran terbaru yang dia idamkan.
"Sudahlah Pa. Jangan terus-terusan paksa Chika. Benar apa kata Chika. Perjodohan bisa saja terjadi, tapi apa ga mikir kebahagiaan Chika? Kebahagiaan anak kita lebuh penting daripada sebuah saham Pa," sahut Mama Chika menengai. Kepalanya sudah pusing kini bertambah pusing karna pertengkaran suami dan anaknya.
"Tau tuh, lagian Chika udah punya pacar Pa," celetuk Chika.
"Pacar?" kaget Papa dan Mamanya serempak.
"I-iya, aku udah punya pacar." Bohong! Apa yang dikatakan Chika kebohongan. Dia masih single. Dia berkata seperti itu berharap Papanya tak lagi memaksa untuk menerima perjodohan gila itu.
"Putusin dia sekarang. Dan papa akan segera mencari waktu untuk mempertemukan kamu dengan anak rekan bisnis Papa." Bukan hanya perjodohan saja yang gila, ternyata Papa Chika lebih gila.
Satu kata buat paka chika.
Apa kalian mencium bau-bau akan end?💨
Ah, kita liat saja kedepannya.
Dah gitu aja maap buat typo.

KAMU SEDANG MEMBACA
PHOBIA [END]
Ficção AdolescenteBagaimana jadinya jika seseorang penderita Mysophobia bertemu dengan seseorang penderita Agoraphobia? Bagaimana awal dari pertemuan mereka berdua?