Bab 14 : Jujur

2.3K 314 43
                                    

"Saya tidak perlu obat dok, lebih baik dokter pulang sekarang." usir Aro.

"Pak Aro."

"Tolong dok," tegas Aro meminta lantang.

Dokter mengalah, ia membiarkan Aro sendirian berada di kamar. Kepalanya masih merasakan pusing, tapi sebisa mungkin Aro melawan kesakitannya.

Perlahan Aro menyandarkan tubuhnya pada dipan kasur, matanya segera fokus mencari benda persegi panjang seukuran tangannya. Sudah dapat, Aro segera menekan kontak nama Nabila.

Ada banyak pertanyaan yang ingin ia pertanyakan pada gadisnya terkait foto yang beredar.

"Akh, Anjing." Teriak Aro kesal.

"ANGKAT NABILA," mohon Aro.

Tidak menyerah, Aro terus menghubungi Nabila. Persetan dengan pekerjaan Aro yang harus ia selesai hari ini, isi kepalanya sudah tidak berpikir jernih, ia ingin jawaban Nabila dibanding pernyataan persetujuan setuju dari clinte.

Nafas kasar berkali-kali Aro hembuskan, mencoba menenangkan diri, tidak ingin berujung sama seperti semalam. Ia harus bisa tenang dalam mengendalikan diri.

Beruntung, tidak lama panggilan tersambung. Aro sudah ingin menangis, saking senangnya. Andai ia bisa teriak, sudah ia lakukan. Tapi, Aro masih waras untuk tidak berekpresi berlebihan melainkan lebih menunjukkan rasa tidak sukanya.

"Kamu dimana?" tanya Aro posesif.

"Kamu ngapain sih terus hubungin aku? aku terganggu tau gak, bisa gak sehari aja kamu gak ganggu hidup aku...!" pernyataan Nabila sangat diluar dugaan Aro.

Nabila sama sekali tidak memikirkan dirinya, bahkan gadis itu menyatakan rasa terganggunya begitu lantang, sama sekali tidak memikirkan perasaan Aro yang hampir gila akibat merindukannya.

"Aku tanya kamu dimana?" Aro kembali mengutarakan pertanyaan yang sama.

"Kamu kenapa si?"

Ingin sekali Aro menjawab bahwa ia begitu merindukannya, tapi lidahnya kelu, hatinya masih marah bagaimana kenyataan begitu menampar perasaan Aro.

"Kamu kemana semalam?" tanya Aro to the point.

"Bukan urusan kamu." sahutnya.

"Aku tanya kemana kamu semalam?" teriak Aro.

"Kamu kenapa sih marah-marah, aku bilang bukan urusan kamu. Dan tolong, berenti menghubungi aku. Faham kamu." Nabila mengakhiri panggilan secara sepihak membuat Aro marah.

Kali ini, ia tidak bisa membendung rasa marahnya lagi. Aro membanting penuh tenaga ponselnya ke dinding, berakhir pecah berkeping-keping tidak terelakan lagi, ia turun dari kasur, kemudian melempar semua barang pajangan yang ada di dalam kamar.

"Akh,"

"Zaky Anjing..."

"Bangsattt."

Segala sumpah serapan, Aro luapkan di dalam kamar, mengundang siapapun yang ada di luar kamar berlarian mencari tahu asal sumber suara.

"Astaga Paul," seru Nendi lemah, mimik wajahnya sudah tidak kaget, seperti kejadian tersebut adalah hal biasa terjadi pada Aro.

"Akh..." teriak Aro.

Perlahan Nendi mendekati Aro yang terduduk di sisi kasur memegangi kepalanya kuat. "Ada masalah?"

"Bang, gue mau tiket ke Jakarta hari ini," ucap Aro cepat.

"Jangan gila Paul, kondisi kamu tidak stabil, akan sangat bahaya kamu disana sendirian." Nendi memberitahu.

"Aku butuh tiket, bukan saran." ucap Aro tegas.

Titik Temu (All About Aro S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang