Tumpukan kertas diatas meja kini menjadi pemandangan yang Aro lihat di kantor baru miliknya. Semenjak memutuskan untuk tetap bekerja dengan jarak tempuh jauh, ia memutuskan untuk membeli sebuah gedung perkantoran sebagai tempat ia bekerja. Aro belum terbiasa bekerja menyatu dengan rumah, ia lebih suka pekerjaan yang memiliki tempatnya masing-masing. Walaupun di rumah ia memiliki ruangan tersendiri khusus ia bekerja.
Tujuan Aro bekerja tidak rumah sebenarnya sederhana, selain ia menghindari ia bekerja terlalu larut hingga pagi, tidak mengenal waktu, akibat ia bekerja terlalu keras, lagi ia juga menghindari kehadiran orang-orang yang tidak ingin ia temui, salah satunya Rania.
Ah, bahkan Aro melupakan niatnya menjelaskan banyak hal pada gadis itu. Sepertinya Nabila memang sudah menjadi dunianya. Ia melupakan apa yang seharusnya ia dahulukan, posisi kehadiran Rania.
"Pak, hari ini jadwalnya meeting bersama pak Burhan, selesai dari sana ada rapat bersama investor selanjutnya terkait di laporan di lapangan yang meminta riview bapak terkait apa yang sudah dikerjakaan dua minggu yang lalu pak." Sita, perempuan beranak dua itu menjelaskan semua jadwal yang harus Aro lakukan seharin penuh ini.
"Yah, laporan. Saya melupakan itu."
"Berkasnya ada diatas meja, sekaligus video ada di laptop bapak, saya sudah menyimpannya secara beruntun. Jadi bapak tinggal memutar video satu persatu untuk melihat progres di lapangan. Masih ada waktu satu jam sebelum meeting, barangkali bapak ingin melihatnya." Sita memberitahu.
Aro mengangguk lemah. "Kamu bisa keluar, terima kasih."
"Baik pak, saya permisi."
Kepala Aro mulai terpusat untuk bekerja, ia mengikuti saran sang sekertaris untuk melihat proyek yang tengah ia garap berupa sampel video pembangunan di lapangan.
Ditengah pemutaran Video, satu pesan Aro terima dari sahabat karibnya, Dimas.
"Dimana?"
Aro melirik sebentar pesan tersebut, kemudian kembali fokus pada pekerjaan. Bukan Aro tidak ingin menjawab, tapi kalau sudah Dimas yang menghubungi pasti pembicaraan tidak akan selesai dengan satu jam, maka akan lebih baik Aro mendahulukan pekerjaan.
Aro harus segera menyelesaikan hutang-hutang pekerjaan yang ia tinggalkan beberapa hari lalu, akibat ia banyak bersinggungan dengan kisah cintanya yang belum jelas saat ini.
***
Pukul sepuluh malam, Aro baru sampai rumah. Badannya terasa sangat pegal akibat seharian penuh berada didepan layar. Niat hati, Aro ingin mengunjungi Nabila di Apartemannya selesai bekerja.
Tapi tampaknya sangat tidak elok jika Aro berkunjung dengan waktu selarut ini. Apalagi Nabila hanya tinggal seorang diri disana."Pak, saya sudah menyiapkan makan malam, barangkali bapak ingin makan malam." Bu Ira, sang Assisten rumah tangga memberitahu.
"Saya sudah makan di kantor, ibu saja dan yang lain makan." sahut Aro.
"Baik pak, terima kasih. Kalau begitu, ada hal yang bisa saya bantu lagi pak."
Aro menggeleng. "Gak ada."
Bu Ira pamit undur diri, sedangkan Aro diam mengistirahatkan tubuhnya di kursi panjang. Andai Aro sudah memiliki istri mungkin kepulangannya setelah bekerja tidak akan sesepi ini, ia pasti akan meminta pelukan sebagai obat penghilang rasa lelahnya setelah seharian bekerja.
"Nabila," gumam Aro.
Aro terkekeh sendiri, ia membayangkan orang yang akan ia peluk adalah gadis itu. Mungkin terlihat mustahil sekali hal itu, melihat keadaan hubungan Aro dan Nabila tidak baik sekarang ini, tapi Aro yakin kehaluannya itu akan terjadi suatu hari nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Temu (All About Aro S2)
Fanfiction[Sebelum Baca Follow Dulu] Hai, perkenalkan dia adalah Nabila, perempuan cantik asal Banda Aceh, dia sudah menghilang selama lima tahun, namun sekarang aku berhasil menemukannya lagi. Dia semakin cantik saja, apalagi saat ia tersenyum, tau kenapa...