Bab 17 : Marah Tapi Kangen

2.2K 201 25
                                    

Terbilang, sudah satu minggu penuh Aro tidak menghubungi Nabila, ia disibukkan dengan pulang pergi Jakarta-Bali untuk menyelesaikan proyek pembuatan villa yang di targetkan pembuatannya harus rampung secepat mungkin tahun depan. Meninggalkan kepentingan pribadi demi kepentingan banyak orang memang gampang-gampang susah, disisi lain senang karna tugas dan tanggungjawab terselesaikan dengan memenuhi ekpektasi orang lain, akan tetapi disisi lain kepentingan pribadi tersingkirkan sehingga kehampaan terasa sangat melanda di waktu-waktu tertentu.

Jangan bilang perasaan Aro berubah hanya karna tidak menghubungi gadis itu, jangan. Aro memang gampang berubah mood, tapi tidak dengan soal perasaan. Hatinya masih pemilik gadis asal Sumatra. Nabila. Sayangnya gadis yang ia cintai tidak merasakan itu, ia seolah abai atas perasaannya, selama satu minggu Aro sengaja tidak menghubunginya, hanya karna ia penasaran apakah Nabila akan mencarinya? dan buktinya tidak sama sekali Nabila menghubunginya.

Kesal, tentu saja. Aro memang laki-laki, tapi jangan lupakan ia juga manusia, ia punya perasaan, sesekali ia ingin menunjukkan bagaimana ia ingin dicari oleh orang ia cintai, seperti halnya kaum hawa. Buruknya, Nabila tidak peka, ia benar-benar acuh, ia bahkan bisa beraktivitas dengan kesibukannya membuat album baru tanpa peduli keadaannya sama sekali. Jujur saja itu adalah fakta menyakitkan yang Aro terima. Cinta sendirian itu gak enak banget.

Aro ingin marah, tapi tidak bisa, alhasil perasaan itu tertanam dalam dada berujung sesak. Benar ya, kata orang obat rindu itu bertemu, kalau menerka-nerka bukannya ada jalan keluar dari masalah, yang ada justru tuduhan-tuduhan tidak berdasar dari pikiran dan hati, apalagi melihat dan mendengar sendiri Aro dari orang suruhannya, Tedi, jika Nabila sering berpergian dengan Zaky, itu bukan hanya kepala Aro panas akan tetapi hatinya habis dimakan rasa cemburu.

Kalau boleh, Aro ingin sekali adu sparing dengan Zaky, demi membuktin siapa yang layak mendapatkan Nabila, tapi tentu saja itu bukan hal yang akan disukai Nabila, gadis itu akan menyangka bahwa ia hanya akan dijadikan untuk taruhan, padahal tidak sama sekali. Hal itu, ia ingin lakukan karna ia laki-laki yang sudah buntu atas jalan keluar dari hubungan tanpa nama ini, sedangkan perasaannya semakin hari semakin besar untuk gadis itu.

"Mikirin apa sih?" suara sang mamah mengintrupsi Aro dalam heningnya. Satu ulasan senyum terbit datang dari sang mamah. "Liat deh, mamah bawa makanan kesukaan kamu," lanjut sang mamah sambil terus berjalan mendekat pada meja besar Aro.

"Mamah ko bisa tau Aro disini?" tanya Aro penasaran.

"Kenapa? salah ya, ibunya kangen sama anak yang super sibuk ini, mumpung kamu di Bali," sahut Sri.

Aro mengangguk patuh, berangsur berdiri menyambut sang mamah, memberikan pelukan hangat. "Mamah sehat kan?" tanya Aro.

"Kamu liat sendiri."

"Mamah harusnya gak perlu repot-repot ke kantor mah," tegur Aro.

"Kalau gak kaya gini, mana mau kamu nemuin mamah," timpal Sri.

"Mah, gak gitu, Aro memang lagi sibuk," sela Aro.

"Sibuk menghindar maksud kamu?" timpal Sri lagi.

Aro menjengkitkan satu alisnya, ia tampak terkejut dengan teguran sang mamah. "Kenapa? benar kan?"

Tenggorokan Aro mendadak kering, ia tidak bisa menjawab, karna nyatanya apa yang diutarakan sang mamah benar adanya. "Aro lapar, ayo makan mah."

Menghindar, hanya itu yang bisa Aro lakukan, ia memang belum siap membahas soal apapun dengan sang mamah, terlebih soal Rania. Ia sendiri bingung harus menjelaskannya seperti apa, dari mana, hingga harus beralasan bagaimana. Aro terlalu takut apa yang akan ia utarakan nantinya akan beresiko untuk kesehatan jantung sang mamah. Maka lebih baik Aro memilih menghindari pembahasan.

Titik Temu (All About Aro S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang