Ujian Chunnin semakin dekat bahkan hanya tinggal menghitung hari. Banyak Genin di angkatan ku berlatih dengan keras agar mereka bisa lulus ujian Chunnin. Begitu juga dengan ku, aku berlatih hampir setiap hari bersama Gin dan Ryuji. Hanya saja, hubungan Gin dan Ryuji semakin merenggang.
Aku melihat Gin yang seperti tidak menyukai Ryuji. Padahal dulu walaupun mereka sering bertengkar dan beradu mulut, mereka tetap akan kembali akur. Namun sekarang tidak seperti itu.
Mereka menjadi serius ketika bertengkar. Bahkan sifat Gin yang hangat, riang dan menyenangkan menjadi sangat bertolak belakang jika sudah berhadapan dengan Ryuji.
Ada apa sebenarnya? Apakah.. Ini hanya pikiran ku saja tetapi kemungkinan terburuk nya, apakah Gin iri dengan perkembangan pesat Ryuji? Dan membuatnya merasa kalah telak?
Aku kembali menghela nafas. Padahal pagi ini aku memutuskan untuk berkeliling desa melepas penat di kepalaku tetapi kepalaku malah semakin sakit.
Dua orang anak kecil berlarian di sebelah ku, aku tersenyum melihat mereka yang seperti tidak ada beban hidup. Jika saja waktu bisa berhenti, mungkin aku akan memilih menjadi anak kecil saja.
Hingga salah satu diantara mereka tidak sengaja menabrak seseorang berambut merah dengan guci di punggungnya dan terjatuh. Orang berambut merah itu dengan cepat bereaksi. Dia berbalik dan membentuk pasir yang keluar dari guci nya menjadi sebuah pisau tajam.
Aku mendelik, berlari cepat menghampiri mereka dan memeluk anak kecil itu untuk menghalangi serangan nya.
Alhasil bahu kanan ku tertancap pasir tajam milik nya dan aku merasakan cairan mengalir turun di lengan ku. Lalu pasir itu hancur setelah terkena darahku.
Astaga, pasir itu menancap cukup dalam. Gila! Apakah dia ingin membunuh anak kecil?!
Aku meringis pelan menahan sakit. Lalu menenangkan anak kecil tadi yang bergetar ketakutan.
"Sudah tidak apa-apa. Kalian berdua pergilah, lain kali hati-hati, ne?" Aku mengelus rambut dua anak kecil itu. Mereka mengangguk, berterima kasih dan berlalu pergi.
Aku berdiri seraya memegang bahu kanan ku. Terlihat chakra ungu berpendar mengobati luka itu.
Aku berbalik menatap mereka, lebih tepatnya menatap pria berambut merah "Mereka hanyalah anak kecil. Kau tak perlu menyerangnya sampai seperti tadi."
Dia tidak bereaksi sama sekali dan hanya menatapku.
"Biar aku bantu obati." Ucap perempuan di sebelah kanan nya dan mulai membantu mengobati luka ku.
Sementara kami berempat masih menjadi pusat perhatian. Hah~ menjadi pusat perhatian itu sangat tidak mengenakan.
Apalagi dengan suasana suram disekitar kami. Dan dia juga yang terus menatap ku dengan tatapan dingin dan tajamnya itu. Akupun balas menatap tak kalah tajam.
Aku menatap jauh kedalam matanya. Menatap jauh kedalam hatinya. Mataku mendelik sesaat ketika merasakan sesuatu seperti menyeringai didalam sana.
"Shukaku." Desis ku sangat pelan. Namun dapat kurasakan perempuan yang sedang mengobati ku menjadi tegang.
Lalu kulihat pasirnya yang kembali bergerak ke arah ku, lebih tepatnya ke arah leherku.
"Gaara! Hentikan!"
Aa, jadi namanya Gaara.
Namun pasir itu terus bergerak dan aku hanya terdiam menatap nya. Pasir itu menyentuh leherku, dan melepas paksa kalung berharga ku.
Dibawanya kalung itu kehadapan nya, dan dia mengamati kalungku. Sementara aku mendengar desahan lega dari perempuan disamping ku serta pria disamping Gaara.
![](https://img.wattpad.com/cover/362172394-288-k681304.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reise
ФэнтезиIa sudah mati. . . Atau setidaknya itu yang seharusnya terjadi. Namun ia terbangun dengan tubuh yang kembali menjadi seorang gadis berusia 10 tahun. Tidak hanya itu saja. Tubuhnya bahkan tidak beranjak dewasa walaupun bertahun-tahun berlalu. Dan ini...