01. Kelahiran

2 0 0
                                    

*13 Tahun Kemudian...

"Ash, pulang nak, matahari sudah hampir terbenam" teriak seorang wanita dari pintu depan rumahnya sambil menengok kearah sekitar.

Tak lama kemudian seorang seorang pria  keluar dari dalam rumah dan bertanya, "ada apa sayang?"

Wanita itu menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan pria tersebut. "Ash belum pulang juga, aku khawatir karena sebentar lagi malam dan para monster akan melakukan hal buruk"

Pria itu tersenyum kecil saat melihat wanita yang adalah istrinya itu merasa khawatir pada anak semata wayang mereka, ia mengerti akan kekhawatiran istrinya namun ia merasa istrinya terlalu khawatir.

Ia mendekap lembut tubuh mungil istrinya tersebut sambil mengusap tangan istrinya, berharap istrinya lebih tenang.

"Tenang saja, dia sudah cukup besar untuk mengetahui bahaya, lagipula dia juga tidak sendirian" ujar pria itu menenangkan istrinya.

Sang istri menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya itu dan menghela nafas.

"Semoga kau baik-baik saja, Ash" batin sang istri yang masih dipenuhi rasa cemas.

Sementara itu, di lokasi yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal sepasang suami istri tadi, terdapat sebuah danau besar yang berada tepat di kaki gunung.

Di pinggir danau itu terdapat dua anak kecil yang sedang berlarian kesana kemari dengan wajah yang begitu berseri serta dengan tawa yang begitu bahagia.

"Hey Ash, kembalikan ikat rambutku" omel seorang gadis sambil berlari mengejar anak laki-laki di hadapannya.

Anak laki-laki yang dipanggil Ash itu tertawa sambil memegang ikat rambut milik gadis yang tadi mengomel padanya itu seolah menganggapnya sebagai candaan belaka.

"Rambutmu lebih bagus digerai tau, Bri" ujar anak laki-laki bernama Ash itu dengan sedikit menggoda pada gadis yang dipanggil Bri itu.

Bri langsung diam di tempat lalu menatap kesal kearah Ash, dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca itu ia mulai mengepalkan kedua tangannya dengan kencang.

Ash yang mulai melihat Bri hampir menangis itu langsung berhenti berlari. Senyuman jahilnya kini menjadi sebuah senyuman tulus dan lembut, ia berjalan kearah Bri lalu mengikat kembali rambut Bri agar ia tak menangis.

"Jangan nangis dong, aku cuma bercanda" ujar Ash mencoba membujuk Bri

"Aku akan bilang soal ini ke paman dan bibi" ujar Bri sambil mengalihkan pandangannya dan mendengus kesal.

Ash memusatkan fokusnya kearah langit dengan matahari yang sudah mulai terbenam setengah, karena situasi yang seperti ini memberikan sebuah ide cemerlang dari Ash.

Ash tersenyum jahil sambil berjalan perlahan menuju hadapan Bri.

"Kalau kau bilang ke ayah dan ibu, aku tidak akan menggandeng tanganmu loh"

Bri tak menggubris ucapan Ash dan masih saja menghindari bertatapan pada Ash.

Ash yang melihat kelakuan Bri itu perlahan berjalan menjauh seolah dirinya hendak meninggalkan Bri di pinggir danau ini seorang diri.

Begitu melihat Ash yang mulai menjauh, tangisan Bri pun pecah dan dirinya langsung berlari menghambur kearah Ash dan memeluknya dari belakang masih menangis.

Ash tertawa melihat reaksi Bri yang sesuai dengan pemikirannya. Ia mengusap lembut kepala Bri lalu menggandeng tangannya.

"Cup cup, jangan nangis, ayo kita pulang"

Masih dengan memeluk Ash dari belakang dengan satu tangan yang di gandeng Ash, Bri menangis dengan menenggelamkan wajahnya pada punggung Ash dan membiarkan Ash menuntun jalan.

Danau tempat bermain Bri dan Ash adalah tempat biasa mereka berkunjung sedari dulu, Ash sendiri sampai mengenali seluk-beluk jalan di sekitar danau ini karena sudah terlalu sering mengunjunginya, terutama jiwa penasaran Ash selalu meronta-ronta saat dirinya menemukan tempat baru.

Brittany, atau biasa dipanggil Bri ini selalu menjadi korban kejahilan Ash.

Saat dirinya menjelajahi tempat baru, ia selalu menjahili Bri dengan berbagai macam cara, dan karenanya lah Bri selalu menangis setiap kali diajak oleh Ash. Namun jauh dalam lubuk hati Bri, ia tidak merasa kesal pada Ash.

Bri sudah menganggap Ash seperti kakaknya sendiri dan begitu juga sebaliknya. Walau usia mereka berbeda tiga tahun, namun mereka benar-benar lengket.

Dan karena itulah, bahkan disaat Bri menangis karena ulah Ash tadi, ia tetap mempercayai Ash untuk menunjukkan jalan pulang. Dan begitulah hubungan Ash dan Bri.

Setibanya di rumah mereka, Bri langsung berlari kearah pelukan ibu Ash lalu melanjutkan tangisannya yang sudah terhenti tadi.

"Ibu sudah bilang berkali-kali bukan, jangan pulang terlalu larut, dan jangan membuat Brittany menangis terus dong" omel ibu Ash saat setibanya Ash dirumah.

Ash mengangkat kedua bahunya dan memalingkan pandangannya sambil tersenyum dengan wajah yang polos. "Ya setidaknya Bri tidak terluka"

Ayah Ash yang mendengar suara tangisan Bri itu keluar dari dalam kamarnya lalu menghampiri Ash.

"Ash, sebagai laki-laki kau tidak boleh membuat seorang gadis menangis. Menjahili boleh, tapi jangan sampai nangis" ujar ayah Ash dengan begitu sabar menghadapi putranya.

Ash adalah seorang anak yang sangat aktif dan selalu suka dengan hal baru, bahkan ia menyukai hal yang berbau tantangan dan misteri, jadi terkadang dirinya kelepasan menjahili Bri.

"Aku suka Bri saat dirinya tidak diikat, jadi aku berniat membenarkan gaya rambutnya sedikit" ujar Ash memberikan sedikit pembelaan

"Tetap saja jangan membuat seorang gadis menangis"

"Baik ayah" balas Ash sambil menundukkan kepalanya sedikit.

Ayah Ash pun tersenyum puas mendengar putranya bisa menginstropeksi dirinya sendiri di usianya yang masih terbilang anak-anak itu.

"Ibu sudah masak makanan enak nih, ayo kita makan" ujar ayah Ash untuk mencairkan suasana. "Bri juga makan bersama ya, habis itu paman akan mengantarkan mu pulang" sambung ayah Ash sembari menoleh kearah Bri yang mulai tenang.

Mendengar soal makanan membuat senyuman di wajah Bri kembali dengan begitu cepatnya, ia merasa bersemangat dengan makan malam hari ini.

Dalam lubuk hati Ash, ia merasa lega saat melihat Bri kembali ceria seperti sedia kala. Ia sedikit tersenyum lalu berjalan mendekati Bri. Dijulurkan tangannya kearah Bri lalu memasang senyuman lebar.

"Aku tidak berniat membuatmu menangis, aku hanya ingin kau terlihat lebih cantik" ujar Ash yang ditujukan sebagai permintaan maaf.

Bri membalas ucapan Ash dengan senyuman lalu dirinya memeluk Ash. "Bri sayang Ash"

Ash membalas pelukan hangat dari Bri itu dan mengusap punggung Bri. "Aku juga sayang Bri"

Melihat anaknya yang kembali berbaikan membuat hati kecil kedua pasangan suami istri itu terenyuh. Mereka sangat senang melihat putra mereka benar-benar bertanggung jawab.

Ash menggandeng tangan Bri dan membawanya menuju meja makan.

"Duduklah, biar kuambilkan makanan" ujar Ash menyuruh Bri duduk terlebih dahulu.

Ayah dan ibu Ash pun menyusul mereka berdua lalu ikut bergabung dalam acara makan malam mereka.

ImmortalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang