14. Kehidupan Tanpa Ingatan

1 0 0
                                    

Hari silih berganti, matahari bersinar di langit pagi yang cerah, menggantikan posisi bulan yang bersinar di malam yang gelap.

Di pagi hari ini, wanita itu berjalan menuju kamar Celyn lagi. Dia adalah satu-satunya orang yang selalu menengok keadaan Celyn setiap harinya tanpa terlewat sedikitpun.

Setiap harinya juga ia berharap kalau Celyn akan membuka matanya suatu hari nanti dan berbicara kembali dengannya seperti dulu, tanpa henti ia memanjatkan doa.

Wanita itu membuka pintu kamar Celyn dan tak lupa menutupnya kembali. Ia berjalan menuju jendela kamar Celyn lalu dibukanya tirai kamarnya.

"Selamat pagi Nona Celyn, sepertinya cuaca sedang cerah ya" ujar wanita itu dengan senyuman lebar di wajahnya.

Ia pun membalikkan badannya dan hendak berbicara dengan Celyn seperti biasa, walau berakhir is berbicara seorang diri.

Namun, baru saja membalikkan badan wanita itu dibuat terkejut bukan main saat melihat gadis yang sudah tak sadarkan diri selama bertahun-tahun lamanya kini sedang terduduk di kasurnya sambil menatap kosong kedepan.

Celyn yang merasa dirinya sedang dilihat itu pun menengok kearah wanita yang terdiam saat melihat dirinya.

Ia pun tersenyum kecil kearah wanita itu tanpa berucap sepatah katapun.

Mata wanita itu seketika berkaca-kaca saat melihat Celyn tersenyum kearahnya. Ia pun berlari menghampiri Celyn lalu memeluknya.

Tangisannya pun pecah saat dirinya memeluk Celyn dan bisa merasakan kehangatannya seperti biasanya, hanya dengan hal itu saja ia yakin kalau ini bukanlah halusinasi maupun mimpi semata.

"Akhirnya nona bangun juga, saya sudah menunggu anda sejak lama" ujar wanita itu di sela tangisannya. "Saya terus menanti anda, saya tidak menyangka kalau hari ini akan datang dimana saya bisa memeluk anda lagi"

Wanita itu melepaskan pelukannya, hendak melihat wajah Celyn dari dekat.

Mata hijau bagaikan daun di musim semi dan berkilauan tepat menatap kearah matanya seolah meyakinkan dirinya bahwa Celyn benar-benar sudah sadar.

"Ibu?" tanya Celyn sambil memiringkan kepalanya saat melihat wanita itu.

Wanita itu tersenyum lembut lalu mengelus rambut merah Celyn. "Saya bukan ibumu"

"Lalu, kau siapa?" tanya Celyn lagi.

Bagaikan petir yang menyambar, mendengar pertanyaan sederhana itu memberikan kejutan yang tak terduga.

"Nona tidak ingat?"

Celyn terdiam sesaat, pandangannya berubah menjadi kosong selama beberapa saat sebelum akhirnya ia membalas pertanyaan wanita itu.

"Aku siapa?"

===××===

Wanita berpakaian pelayan itu menjatuhkan setumpuk buku diatas ranjang Celyn lalu menghembuskan nafas.

"Saya Jean akan membantu Nona Celyn agar bisa ingat"

Mata Celyn berbinar-binar lalu bertepuk tangan kecil saat melihat wanita itu akan membantunya.

"Pertama izinkan saya memperkenalkan diri saya lagi." Wanita itu membungkuk sambil mengangkat bagian samping roknya dengan penuh hormat. "Saya Jeanne Sergio, pelayan pribadi sekaligus asisten Nona Celyn"

Celyn tersenyum lembut. "Salam kenal Jean"

Wanita yang dipanggil Jean itu mengambil salah satu buku di tumpukan buku yang dibawanya tadi lalu ditunjukkan sampulnya pada Celyn.

"Sekarang kita akan mempelajari sejarah keluarga Sylvester"

Jean mendekati Celyn lalu duduk di sebelahnya dan mulai membuka buku yang di pegangnya.

"Keluarga Sylvester adalah keluarga pertama di daratan Verdo yang bisa menggunakan 'sihir' seperti penyihir. Bukan sihir, lebih tepatnya mungkin teknik. Dengan kekuatan roh, Keluarga Sylvester memiliki kemampuan untuk mengendalikan apapun dengan bantuan roh"

Jean membalikkan halaman buku yang dipegangnya dan menunjuk kearah pohon keluarga dan menunjuk kearah generasi pertama keluarga Sylvester.

"Kemampuan ini diturunkan dari generasi pertama hingga ke generasi Nona Celyn, generasi ke-12"

"Memangnya aku bisa melakukannya?" tanya Celyn saat mendengar cerita Jean

"Tentu saja Nona, anda menggunakan sebagain kecil roh namun membuatnya sangat efektif hingga membuat anda terlihat kuat dengan roh yang sedikit tadi" jawab Jean sambil mengangguk-anggukkan kepala.

Jean meletakkan buku yang dipegangnya dan menggantinya dengan buku lain dengan sampul berwarna merah.

"Karena kekuatan itulah Sylvester sering diincar oleh suku lainnya yang tidak bergabung dalam kerajaan, dalam kata lain mereka adalah suku liar. Setiap generasi di Sylvester selalu terancam bahkan ada yang meninggal karenanya"

Celyn menelan saliva-nya dengan kasar, merasa sedikit ngeri dengan cerita Jean.

"Orangtua Nona Celyn, Tuan Trey dan Nyonya Dorothy memutuskan untuk bergabung dengan kerajaan agar bisa terlindungi oleh kerajaan. Tak hanya terlindungi, Tuan Trey juga berpikir kalau dengan bergabung pada kerajaan maka keluarga dan suku Sylvester akan terjaga dalam segi ekonomi dengan menjual kemampuan memanipulasi roh tadi pada kerajaan"

Jean menutup buku di tangannya lalu melihat kearah depan, dirinya mengingat kejadian beberapa tahun silam.

"Lalu 5 tahun lalu, saat keluarga nona hendak pergi ke kerajaan untuk membuat perjanjian, tiba-tiba anda diserang oleh orang-orang dari suku lain. Saya mengira kalau mereka ingin membuat kita tidak menandatangi perjanjian dan terus berada dalam ancaman"

Jean terdiam sesaat. Ia memejamkan matanya lalu menghela nafas berat.

"Tuan Trey bersama beberapa penjaga milik Sylvester memutuskan untuk membiarkan Nyonya Dorothy dan anda untuk pergi bersama saya ke tempat yang aman. Namun sayangnya, mereka lebih licik dari yang diduga. Mereka melumpuhkan Nona Celyn dan menjadikan anda sebagai sandera untuk membuat orang tua anda menyerah"

Jean membuka kedua matanya lalu terkekeh kecil.

"Tentu saja Nona berhasil melepaskan diri karena kepintaran anda, namun anda tertangkap lagi dan mereka tak memberikan ampun. Mereka memberikan luka pada anda lalu menangkap nyonya dan membunuhnya di tempat. Pada akhirnya di hari itu perjanjian yang dinantikan gagal dan tuan membawa tubuh anda yang berlumuran darah pergi dari sana"

Celyn menundukkan kepalanya dan merenung sesaat saat mendengar cerita Jean barusan.

"Sekembalinya ke kediaman Sylvester, tuan langsung mengobati anda dengan berbagai macam pengobatan agar anda bisa sembuh, namun setelah satu tahun berlalu anda tak kunjung sadar bahkan disaat luka-luka anda sudah sepenuhnya sembuh. Saat mengetahui kalau anda tak kunjung bangun, tuan pun memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan tak pernah memperlihatkan dirinya lagi"

Setelah selesai berbicara, Jean jadi teringat akan sesuatu. Ia menengok kearah Celyn lalu meraih tangannya.

"Saya yakin tuan akan senang saat melihat anda sudah sadarkan diri seperti sekarang" ujar Jean penuh harap.

Celyn menatap kearah Jean dan tersenyum.

"Jean, aku ada permintaan"

"Saya siap mengabulkannya semampu saya, nona" balas Jean tegas

"Aku ingin diam sementara diri di dalam kamar selama seminggu, dan hanya kau yang kuinginkan masuk. Selama seminggu itu, aku ingin kau mengatakan hal yang lebih banyak mengenai diriku" ujar Celyn.

Jean yang menyadari permintaan Celyn itu langsung turun dari kasur lalu membungkukkan badannya hingga 90 derajat.

"Maafkan saya karena tergesa-gesa meminta anda menemui tuan, saya terlalu senang dengan anda yang sudah sadar"

Celyn tersenyum lembut dan melambaikan tangannya.

"Tidak apa-apa, aku mengerti"

Dalam bungkuknya, Jean tersenyum. Tanpa sengaja setetes air mata terjatuh dari matanya, air mata itu menandakan kebahagiaan terdalam Jean.

ImmortalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang