Perlahan Ash mulai membuka kedua matanya sembari mengumpulkan kembali kesadarannya seperti semula.
Langit-langit yang terbuat dari rotan yang dianyam menjadi hal pertama yang dilihat oleh Ash saat kesadarannya mulai kembali sepenuhnya.
Rasa dingin masih bisa dirasakan di sekujur tubuh Ash dan sedikit bagian tubuhnya masih mati rasa karena rasa dingin yang dirasakannya, namun disaat yang bersamaan Ash bisa merasakan hangatnya dari selimut berlapis yang dikenakannya saat ini.
Ash mengalihkan pandangannya dan melihat kearah sekelilingnya.
Pemandangan yang sangat familiar, Ash bisa tau kalau saat ini dirinya berada didalam kamarnya saat ini, namun bukan itu fokus utama Ash.
Di sebelah ranjangnya, Ash melihat ayahnya yang sedang terduduk di kursi dalam posisi tertidur dan bersandar pada sandaran kursi.
Ash membuka mulutnya dan mencoba untuk berbicara dengan ayahnya agar tidak tidur dengan posisi itu karena bisa membuat otot ayahnya terasa nyeri, namun anehnya suara Ash tak mau keluar sedikitpun.
Tak kehabisan akal untuk membangunkan ayahnya, Ash mulai mencoba menggerakkan tubuhnya dan membangunkan ayahnya. Karena tubuhnya yang terasa dingin dan kaku, ia merasa sedikit kesulitan untuk bergerak.
Disaat Ash berusaha menggerakkan tubuhnya, Ash melihat ada ember kayu tepat di bawah kakinya. Ash yang melihat ember itu pun langsung mendapatkan sebuah ide cemerlang.
Ia mengeluarkan kakinya dari dalam selimut dan mencoba menyenggol ember itu agar jatuh.
Tepat sesuai dugaan Ash, ember itu langsung jatuh begitu disenggol oleh kakinya, disaat yang bersamaan ayah Ash langsung terbangun dari tidurnya saat mendengar suara ember kayu yang terjatuh tadi.
Yang menjadi perhatian utamanya bukanlah ember yang terjatuh, melainkan perhatiannya terarah langsung pada Ash.
Melihat Ash yang sudah siuman itu membuat ekspresinya berubah menjadi sumringah dan dipenuhi kebahagiaan.
Ayah Ash berjalan menghampiri Ash untuk memastikan kondisi putranya baik-baik saja.
"Masih ada yang sakit tidak?" tanya ayah Ash langsung.
Ash yang sadar kalau suaranya belum pulih itu memutuskan menggunakan isyarat tangan untuk memberitahu ayahnya kalau suaranya belum keluar. Ayah Ash yang bisa mengerti isyarat dari putranya itu langsung tersenyum lembut.
"Ayah akan suruh ibu bikin rebusan untuk kau minum nanti, tunggu dulu disini" titah ayah Ash pada Ash.
Sebagai jawaban Ash hanya mengangguk.
Setelahnya ayah Ash berjalan keluar dari kamar Ash dan meninggalkan Ash seorang diri.
Didalam kamarnya dalam kondisi tubuh yang masih lemah, Ash termenung memikirkan ingatan asing dalam pikirannya.
Bahkan saat ini Ash merasa ngeri setiap kali mengingat tentang beberapa kematian yang dilihatnya sebelumnya.
Darah.
Warna merahnya yang begitu pekat itu masih tercetak jelas dalam ingatan Ash.
Tentang guillotine, badai salju, sekawanan serigala, eksekusi, semuanya melekat dengan jelas dalam ingatannya seolah benar-benar dirinya lah yang merasakan itu semua secara langsung, ingatan yang seolah itu adalah milik dirinya sendiri.
Namun Ash berpikir kalau itu hanyalah mimpi buruk yang tidak perlu dipikirkan. Lagipula apa yang diharapkan dari anak berusia 13 tahun.
"Itu semua pasti mimpi buruk, segera aku akan melupakannya" batin Ash.
Tak lama kemudian ibu Ash memasuki kamar Ash dengan membawa segelas minuman hangat yang dibicarakan oleh ayah Ash tadi bersamaan dengan ayah Ash yang berada di belakang.
Ayah Ash membantu Ash untuk duduk dan bersandar pada dinding di sebelah ranjang Ash lalu ibu Ash membantu meminumkan minuman herbal yang hangat buatannya pada Ash untuk menghangatkan tubuh Ash dari dalam.
Aroma dan rasa dari minuman herbal buatan ibunya memang ampuh, Ash benar-benar merasa begitu hangat dan nyaman saat meminumnya, bahkan rasanya cocok di lidahnya.
Setelah Ash meminum setengah dari minuman herbalnya, Ash bisa merasa kalau tenggorokannya sudah lebih baik dan ia merasa kalau dirinya sudah mulai bisa berbicara.
"Sudah cukup, sisanya akan kuminun nanti" ujar Ash dengan suara yang serak.
Ash mengambil gelas yang terisi dengan setengah itu dan memegangnya dengan kedua tangannya untuk menghangatkan telapak tangannya.
Ayah dan ibu Ash pun duduk di pinggir Ash, mereka ingin bertanya mengenai apa yang terjadi.
"Ash, bagaimana bisa kau tenggelam dalam danau itu, apa yang kau lakukan?" tanya ayah Ash dengan lembut
"Aku hanya bermain seperti biasa dengan Bri, lalu aku ingin mengajak Bri untuk pergi berjalan-jalan ke sekitar namun Bri terpleset dan jatuh ke danau. Aku mau menyelamatkan Bri namun nafasku tidak kuat, jadi aku mendorong Bri keatas terlebih dahulu dan malah berakhir tenggelam" jelas Ash dengan beberapa bagian yang diubah
"Kau beruntung sekali Bri cepat sadar dan memberitahu ibumu, kalau tidak kau mungkin sudah terjebak di dasar danau" ujar ayah Ash memberitahu.
Ash terdiam dan menunduk, ia tidak terpikirkan hingga kesitu karena rasa panik yang dialaminya, ia bergerak berdasarkan reflek semata untuk menyelamatkan Bri tanpa memikirkan resiko apapun yang ditanggung oleh dirinya.
Melihat Ash yang introspeksi diri membuat hati sang ayah luluh, ia mengerti dengan kondisi Ash saat itu dan mungkin akan melakukan hal yang sama.
Ayah Ash bangkit dari kursinya lalu memeluk putranya dengan lembut.
"Jangan khawatir Ash, ayah tidak menyalahkanmu" ujar ayah Ash dengan lembut.
Ash tersenyum kecil saat merasakan kelembutan dalam setiap kata yang diucapkan ayahnya, ia merasa hangat dan begitu nyaman saat mendengarnya.
Ayah Ash melepaskan pelukannya lalu mengusap rambut hitam Ash perlahan.
"Tidur saja lagi, saat kau bangun nanti sudah ada makanan untukmu"
Ash tersenyum kecil. "Iya ayah"balas Ash dengan suaranya yang masih sedikit serak.
Ibu Ash mendekat pada Ash lalu mencium dahinya, setelahnya kedua orangtua Ash pun berjalan keluar kamar Ash dan lagi-lagi meninggalkan Ash seorang diri.
"Gimana kabar Bri ya, semoga dia tidak marah denganku" pikir Ash cemas.
Sementara itu didalam sebuah rumah berbentuk gubuk yang berada dalam keramaian sebuah desa, seorang gadis kecil berambut pirang sedang termenung jauh didalam kamarnya sambil memandang keluar jendela.
"Apa Ash baik baik saja ya? Bri takut Ash akan membenci Bri" pikir gadis itu dengan cemas.
Dan saat ini kedua insan tersebut saling mengkhawatirkan satu sama lain tentang satu dan hal lainnya, namun pada kenyataannya tak ada satupun dari mereka berdua yang membenci satu sama lain karena kejadian ini.
Kejadian yang terjadi di danau itu adalah murni kecelakaan belaka yang tak diharapkan oleh siapapun.
Ash memutuskan tekad dalam dirinya, setelah ia sembuh nanti, ia akan pergi bermain bersama Bri dan meminta maaf karena lengah terhadapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Immortal
Misteri / ThrillerEntah sudah berapa kali aku bereinkarnasi, aku sudah tidak bisa menghitungnya lagi. Berapa kali lagi aku harus reinkarnasi? Setiap kali aku reinkarnasi, rasanya aku hampir gila. Rasa sakit karena kematian sebelumnya masihlah terasa dan membekas di k...