09 - Perhatian (?)

228 34 6
                                    

Jangan lupa vote dulu sebelum membaca 😗
.
.
.
.

Mendengar kalimat dukungan yang keluar dari mulut Pierre, jantung Hazel berdegup sangat cepat. Ia merasa pipinya juga memanas dan semua tulang pada tubuhnya terasa melunak. Dua insan itu kini saling menatap mata satu sama lain cukup lama. Sampai akhirnya Pierre lah yang memutuskan kontak mata mereka karena dia dipanggil oleh salah satu kawan ekskul basketnya di seberang sana.

Hazel pun juga tersadar dan mengerjapkan mata nya berulang kali. Pierre beranjak dari kursi dan menghadap pada Hazel yang saat ini tengah berpura-pura menghitung daun pada tanaman di sebelah nya. Hazel salting (?)

"S-saya dipanggil, saya harus pergi."

Hazel menoleh, "I-iya."

Pierre melangkah meninggalkan Hazel. Akhirnya Hazel bernafas lega. Momen tatap menatap tadi kembali terbayang olehnya. Hazel dapat merasakan mata coklat Pierre sangatlah meneduhkan, bahkan sangat menenangkan. Tapi bukankah ia juga punya mata berwarna coklat? Berarti, apakah Pierre merasakan juga apa yang Hazel rasakan? Seukir senyuman tipis muncul pada bibir ranum Hazel, "Sialan lo, Pierre," ucapnya tersipu sambil memakan dedaunan yang ia petik pada tanaman di sebelahnya tanpa sadar.

Pierre terlihat sangat keren sekarang, dia dengan kefokusan nya mendribble bola basket ke kanan dan ke kiri, dengan sesekali mengoper bolanya itu pada rekannya, membuatnya terlihat sangat amat tampan. Wajar saja jika di sekolah ini, Pierre menjadi salah satu murid laki-laki yang di idam-idamkan para siswi satu sekolah.

Setengah jam berlalu, ekskul Pierre pun di akhiri karena ketua tim basket mereka harus segera pulang karena ada urusan katanya. Pierre melihat ke arah kursi dimana dia dan Hazel tadi berada. Ternyata Hazel masih ada disana. Dilihatnya Hazel seperti sedang memikirkan sesuatu, karena dia melihat gadis itu sesekali ter manggut-manggut sendiri. Tanpa sadar, bibir Pierre sedikit terangkat ke atas.

Di tempat lain, Aleksandra ternyata juga belum pulang sekolah, ia sengaja menunggu Pierre dengan duduk di sebuah kursi yang tak jauh tapi juga tidak dekat dari kursi yang di tempati Hazel. Gadis itu duduk disitu lebih dulu sebelum Hazel dan Pierre datang. Jadi bisa dipastikan, dia melihat apa yang dilakukan Hazel dan Pierre tadi. 

Setelah selesai merapihkan barang-barang nya, Pierre pun  memakai tas nya dan memutuskan untuk kembali menghampiri Hazel. Entah kenapa akhir-akhir ini Pierre malah ingin selalu mendekati gadis unik bermata coklat itu.

Dari kejauhan Hazel tersentak tatkala melihat Pierre berjalan menuju ke arahnya. Lantas ia langsung bangun dari tempat duduk dan berniat menghampiri Pierre juga. Belum selangkah ia berjalan, Hazel melihat Aleksandra sudah lebih dulu berlari menghampiri Pierre. Dilihatnya gadis Belanda itu memberikan sebuah minuman kepada Pierre. Pierre menerimanya. Senyum mengembang pada bibir gadis Belanda itu. Hazel tidak suka. Terasa seperti ada benda tajam yang menghujam dadanya saat ia melihat interaksi dua manusia itu.

Tak mau berlama-lama melihatnya, Hazel memutuskan untuk segera pulang saja. Hari juga sudah semakin sore, ia tak mau orang tua Renjani khawatir jika ia belum pulang juga. Hazel melangkah meninggalkan Pierre dan Sandra. Pierre melihatnya, ia berniat menyusul Hazel, namun lengannya sudah lebih dulu di tahan oleh Sandra.

"Pierre, kun je me naar huis brengen?
Untuk hari ini saja," (bisakah kamu mengantarku pulang?)

"Maaf, tapi..."

"Alsjeblieft, er is iets waar ik over wil praten," (Aku mohon, ada yang ingin aku bicarakan)

Pierre menghela napas kasar, "Baiklah," dengan sedikit berat hati, ia mengiyakan permohonan Sandra. Dengan langkah gontai, Pierre berjalan menyusul Sandra yang sudah berjalan mendahuluinya.

Love at The Wrong Time || Pierre Andries Tendean Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang