Sejak mengetahui jika Pierre menjauhi dirinya, Hazel sama sekali tidak memiliki semangat dalam diri. Bahkan kini untuk beranjak dari kasur saja dia malas dan tetap setia memejamkan matanya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih sepuluh menit dan dia masih bergelut di bawah selimutnya yang bercorak garis-garis itu.
"Jani, kenapa belum bangun to nduk? Sudah jam enam lebih loh ini," ucap Mirah seraya membuka kenop pintu dan memasuki kamar Hazel dengan pintu yang memang tidak pernah Hazel kunci. Dengan usapan lembut di kepala anak gadisnya itu, Mirah mencoba membangunkannya. "Ayo bangun, cepat mandi nanti terlambat sekolah."
Dengan rasa malas yang menggebu, Hazel membuka mata. Hazel menyibakkan selimutnya dan bangkit dari ranjang dengan tubuhnya yang gontai. Bak manusia yang hidup tanpa gairah, Hazel berjalan lesu melewati ibunya dan memasuki kamar mandi. Mirah yang melihat putrinya seperti itu hanya dapat menggelengkan kepalanya.
Hazel mencium tangan Mirah seraya berpamitan untuk berangkat ke sekolah. Hari ini cuaca sangat cerah namun tidak dengan Hazel. Wajahnya datar nan tertekuk. Semuanya menjadi terasa berbeda hanya karena Pierre menjauhi dirinya. Tak berselang lama, ia sudah sampai di sekolahnya.
Ia berjalan memasuki gerbang sekolah dengan suasana hati yang mendung. "Renjani," Hazel menoleh ke samping, mendapati Sandjaya yang kini tengah menatap dirinya dengan cengiran khasnya. "Hai, coach," balas Hazel dengan ramah yang dibuat-buat.
"Kenapa kamu? Terlihat tidak semangat."
"Emang lagi males sekolah aja sih."
Sandjaya tertawa. "Ohh, malas sekolah ternyata. Sama sih aku juga. Tapi...karena sudah bertemu denganmu, rasa malasnya menjadi hilang," Hazel terkekeh pelan menanggapi pria disampingnya ini. Setidaknya Sandjaya dapat sedikit menghibur dirinya sekarang. Tidak dipungkiri, senyum, tawa serta candaan Sandjaya memang sebuah mood booster sekali untuk Hazel.
(Kira-kira beginilah ya komuknya coach San😄)
Mereka berdua pun saling berpamitan untuk menuju kelas masing-masing. Belum sampai memasuki kelasnya, langkah kaki Hazel reflek berhenti karena ia melihat pemandangan yang benar-benar membuat dadanya kembali berdenyut nyeri. Ia melihat Pierre yang tengah duduk dibangku nya, dan Aleksandra yang sedang berdiri di depannya sambil kedua tangannya memegang pipi Pierre. Hazel dapat melihat jika tatapan mereka berdua begitu dalam dan intens.
Tanpa sadar tangannya mengepal kuat. Hazel tau, hubungannya dengan Pierre juga hanya sebatas teman biasa. Namun, rasanya ia tak terima jika Pierre bersama dengan Sandra. Hazel egois? Iya. Ia sadar itu. Membuat Pierre agar mau menjadi temannya sangat tidak mudah bagi Hazel. Mulai dari menahan malu, menurunkan harga diri hanya agar dirinya bisa dekat dan berteman dengan Kapten Pierre, semua itu bukanlah hal yang mudah. Tapi, karena kecerobohannya sendiri, Pierre menjadi menjauhinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love at The Wrong Time || Pierre Andries Tendean
Fiksi Sejarah[ON GOING] Hazel Adistira Wiratama Putri seorang Jenderal bintang empat bernama Ahmad Wiratama. Gadis penyuka bola berumur 17 tahun yang terlempar ke tahun 1956 dan masuk kedalam raga seorang gadis lemah lembut dan kalem keturunan Jawa. Disitulah a...