Namaku Hazel. Nama panjang Hazel Adistira Wiratama. Aku adalah anak seorang Jenderal bintang empat. TNI AD Ahmad Wiratama, dan bundaku Anjani Wiratama, namanya. Umurku 17 tahun sekarang, kelas 2 SMA. Aku sekolah di SMA Negeri 1 Semarang, kalian pasti tau kan ya siapa alumni yang pernah sekolah disini. Ya betul, Kapten Czi anumerta Pierre A. Tendean, sang pahlawan revolusi.
Sedikit informasi aja, aku sebenernya bukan asli orang Semarang. Aku anak Jakarta, tapi karna ayahku ditugaskan nya di Semarang, mau gak mau aku sama bunda harus ikut pindah kesini. Aku anak tunggal. Aku pindah kesini pas mau masuk SMP. Jadi, aku SD di Jakarta, SMP dan SMA di Semarang.
Di SMA ini aku masuk di jurusan IPS, padahal nih ya aku sama sekali gak suka sama sejarah, tapi entah takdir atau gimana, aku malah lolosnya masuk IPS. Njirrlahh.
•••
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Aku menggeliat di dalam selimut dan meregangkan seluruh tubuhku. Inilah hal ternikmat saat bangun tidur bukan. Setelahnya, aku menyibakkan selimutku dan langsung turun dari ranjang empuk ku. Aku melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam kamar mandi.
Lima belas menit, tiga puluh menit, dan satu jam pun berlalu, kini aku sudah siap dengan semuanya. Aku pun bergegas turun ke bawah, menyapa ayah dan bundaku yang kini sudah berada di meja makan. "Selamat pagi ayah, bunda" sapaku.
Bunda dan ayah tersenyum, "pagi sayang" jawab mereka bersamaan. Aku duduk berhadapan dengan bunda, dan ayah duduk menghadap aku dan bundaku. Menu sarapan kali ini adalah menu sarapan sederhana. Yaitu nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya. Hampir setiap hari kita makan ini, haha.
"Hazel, setelah lulus nanti kamu masuk akmil ya" celetuk ayah tiba-tiba
Uhuk uhuk
Aku tersedak. Setiap pagi ayah selalu mengatakan hal ini. Ya, aku tau ayahku adalah seorang Jenderal, ia pasti ingin aku mengikuti jejaknya. Tapi menjadi abdi negara atau perwira bukanlah keinginanku. Aku sama sekali tidak memiliki minat dan tertarik sedikitpun dalam hal itu. Aku lebih ingin menjadi pemain sepakbola profesional atau akan lebih baik lagi jika bisa sampai masuk timnas.
Ya, aku memang sangat menyukai bola. Ayah dan bundaku pun juga tau kalo aku suka bermain bola. Tapi entah kenapa ayah sepertinya tidak terlalu suka hal itu. Katanya, aku lebih cocok menjadi seorang perwira daripada pemain bola. Tch menyebalkan.
"Aku nggak tahu ayah, lihat nanti aja" jawabku malas.
Aku sangat tidak suka jika ayah sudah membahas hal ini. Mood ku langsung buruk jika sudah mendengar pernyataan ayah itu. Karena jika membahas ini, pasti akhirnya akan menjadi sebuah pertengkaran. Pertengkaran antara ayah dan aku tentunya. "Tapi Zel, ayah ingin..."
Sebelum ayah melanjutkan pembicaraannya, aku langsung berdiri dari tempat duduk dan langsung memakai tas ranselku.
"Aku sudah selesai, berangkat dulu bunda, yah" Aku langsung melenggang pergi tanpa mencium tangan kedua orang tuaku. Sangat durhaka. Tapi, memang seperti inilah aku jika mood ku sudah tidak baik. Dan mereka mengetahui itu.
Dengan lembut, bunda mengelus bahu ayah "Jangan terlalu terburu-buru mas, Hazel masih kelas 2 SMA. Berikan dia waktu untuk berpikir dulu".
"Tapi sayang, jika tidak dipersiapkan dari sekarang, nanti akan susah. Masuk akmil tidak semudah itu"
Bunda mengangguk paham "Iya, tapi apakah kamu se yakin itu kalo Hazel mau masuk akmil?"
•••
Aku berangkat ke sekolah diantar oleh ajudan ayahku. Setiap hari seperti ini. Sebenarnya aku ingin pergi ke sekolah naik motor saja, tapi karna aku baru mengalami kecelakaan satu bulan yang lalu, dan mengakibatkan cidera di bahu kananku, ayah sangat melarang keras aku untuk menaiki motor ducati hitamku lagi. Sangat membosankan duduk di bangku belakang mobil, sendirian.
Ajudan ayahku ini adalah ajudan termuda, selisih tujuh tahun dengan ku. Parasnya memang tampan, sedikit bule karena memiliki keturunan Belanda dari ayahnya. Pitter, namanya. Tapi dia sangat dingin dan cuek. Tidak pernah memulai obrolan terlebih dahulu jika bukan aku yang memulai nya. "Om, gak bosen apa diem terus?" Celetukku.
Ya, aku memanggilnya om. Dia hanya menatapku melalui spion depan dan tersenyum sekilas. Huft, cuma gitu doang, batinku sambil memutar bola mataku malas.
Tak berselang lama, aku pun sampai di sekolah. Aku keluar mobil tanpa melirik sedikit pun pada Pitter. Bahkan ucapan terimakasih pun tidak pernah keluar dari mulutku untuknya yang hampir setiap hari mengantar dan menjemput ku. Tidak sopan, memang. Tapi aku tidak peduli. Mood ku masih tidak baik baik saja hari ini.
Bersambung....
~~~
HAI SEMUANYA
Ini adalah cerita iseng aja yang aku buat karna aku suka dan kagum banget sama Pahlawan Revolusi yaitu Kapten Pierre Tendean.
Jadi, kali ini aku bawain cerita tentang beliau. Kalian pasti udah sering baca kan ya cerita tentang time travel ke tahun dimana kapten Pierre hidup saat bertugas menjadi ajudan pak Nasution. Nah kali ini aku bakal bawain cerita time travel juga, tapi time travel nya ke masa pas kapten Pierre masih muda. Pas beliau masih SMA hehe. Penasaran nggak nih??
Untuk mengingatkan aja, cerita ini murni dari imajinasi ku ya, tapi dalam tulisan ini, beberapa juga aku akan mengambil kisah fakta dari aslinya. Sisanya, jika ada kesamaan tempat atau apapun itu, itu adalah unsur yang sama sekali tidak aku sengaja.
Semoga kalian suka. Dan jangan lupa selalu beri aku dukungan dan semangat di kolom komentar dan vote di setiap chapter nya ya biar cerita ini terus berlanjut hehe.
Terimakasih
SEE YOU
💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Love at The Wrong Time || Pierre Andries Tendean
Ficción histórica[ON GOING] Hazel Adistira Wiratama Putri seorang Jenderal bintang empat bernama Ahmad Wiratama. Gadis penyuka bola berumur 17 tahun yang terlempar ke tahun 1956 dan masuk kedalam raga seorang gadis lemah lembut dan kalem keturunan Jawa. Disitulah a...