Sungguh saat ini jantung Hazel benar-benar berdegup sangat cepat. Napasnya tercekat, mulutnya terbuka dan matanya membulat tak berkedip. Hazel, gadis itu terpaku. Ia terus menatap dalam ke arah Pierre. Tidak tau kenapa hatinya berdenyut dan matanya memanas, ia teringat dengan isi buku Natasya tentang semua kejadian-kejadian yang akan menimpa Pierre beberapa tahun ke depan.
Pierre yang melihat perilaku aneh Hazel hanya diam menatap gadis itu dan mengernyit bingung. Begitu juga dengan Tari dan Ruri, dua gadis itu masih tetap dengan posisi yang sama. Berdiri diam dan melongo menatap ke arah Pierre. /Bocah prik:v/
Tapi tak berselang lama, Hazel tersadar. Sebisa mungkin dia berusaha untuk santai agar tidak terlihat aneh. Meskipun dari awal pun ia sudah terlihat aneh. 'Duh ini gimana bjir, chill Zel chill" monolog Hazel dalam hati.
Hazel berdehem, "E--emang tadi gue kena bola ya?" Tanya Hazel terbata
Kata-kata yang keluar dari mulut Hazel membuat Pierre semakin menautkan alisnya. 'bicaranya aneh' batin Pierre. Pertanyaan Hazel tersebut membuat Ruri pun akhirnya tersadar dari lamunannya.
"Iya, Ni. Wah sepertinya betol-betol saraf kau kena ini" ceplos Ruri dengan wajah tak berdosa nya.
Pierre menatap Ruri
"Apakah dia mengalami cidera yang parah?" Tanya Pierre pada Ruri. Ruri menatap Pierre terkesiap. Ia tidak menyangka seorang Pierre Tendean bertanya padanya.Ruri salting, "S--sepertinya iya, ingatannya agak terganggu. Renjani lupa dengan namanya sendiri dan nama kita. Dia juga mengeluarkan kata-kata yang aneh kau dengar sendiri kan. Parah sekali ckckck" jawab Ruri sambil memejamkan mata dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ternyata beberapa saat yang lalu, Pierre tengah bermain voli di lapangan. Saat Pierre melakukan smash, tidak disangka bola itu terlempar cukup jauh sampai mengenai kepala bagian belakang Renjani. Renjani pun langsung terhuyung ke depan. Namun apes nya, ternyata di depannya juga terdapat kulit pisang. Renjani yang terhuyung ke depan tadi tidak sengaja menginjak kulit pisang itu dan akhirnya ia terpeleset dan jatuh kebelakang. Kepala bagian belakang nya terbentur lantai cukup keras yang mengakibatkan ia pingsan.
Pierre kembali menatap Hazel dengan wajahnya yang datar. Hazel pun mendongak membalas tatapan Pierre. 'Dia yang cakep, gue yang bingung' batin Hazel
Tari yang sedari tadi masih melongo, akhirnya tersadar juga. Lantas ia langsung mengambilkan segelas air putih yang terletak di meja sebelah kasur Hazel. "Minum dulu, Ni" ucap Tari sambil menyodorkan segelas air pada Hazel. Hazel menerimanya dan segera meminumnya. Setidaknya air ini bisa sedikit mengurangi kegugupan nya.
"Sekali lagi saya minta maaf, Renjani" ujar Pierre
Hazel tersedak. Beberapa detik kemudian, Pierre langsung berbalik badan dan melangkahkan kakinya keluar UKS. Namun langkahnya tiba-tiba berhenti saat ia mendengar ucapan Hazel
"Gitu doang?"
"Enggak semudah itu cuy." ujar HazelMendengar ucapan Hazel, Tari dan Ruri membelalakkan matanya. Berani sekali pikir mereka. Pierre yang mendengar itu pun langsung membalikkan badannya menghadap Hazel
Hazel meloncat menuruni kasur dengan gaya yang tidak feminim. Hazel belum menyadari bahwasanya ia kini memakai dress bermotif bunga dengan panjang selutut dan juga tanpa menggunakan----dalaman rangkap. Melihat adegan itu, Pierre terkejut dan langsung memalingkan wajahnya kesamping. Sedangkan Tari yang melihat temannya seperti itu langsung membulatkan matanya, Ruri sudah menganga dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Hazel berdiri sambil menyilangkan tangannya ke dada dengan gelas air yang masih ada di genggaman nya. Hazel berjalan pelan ke arah Pierre. Saat tepat di hadapan Pierre, kepala gadis itu mendongak ke atas. Tinggi badan nya sangat jauh dengan Pierre, ia hanya sebatas dada laki-laki itu. Sungguh di usia itu, proporsi badan Pierre benar-benar sangat bagus. Tinggi nan gagah. Wangi maskulin dari tubuhnya pun juga tercium oleh Hazel. 'wangi banget lu Kapten' batin Hazel
KAMU SEDANG MEMBACA
Love at The Wrong Time || Pierre Andries Tendean
Historical Fiction[ON GOING] Hazel Adistira Wiratama Putri seorang Jenderal bintang empat bernama Ahmad Wiratama. Gadis penyuka bola berumur 17 tahun yang terlempar ke tahun 1956 dan masuk kedalam raga seorang gadis lemah lembut dan kalem keturunan Jawa. Disitulah a...