Kenapa Harus Perjodohan?

6.3K 140 2
                                    

"Karena hidup penuh dengan kejutan"

****

Selamat Nala udah berhasil masuk SMA impian, Lo
hebat

Makasih Dikta
Lo juga hebat kali Dik, kan kita sama" ketrima


"Nala!" panggilan dari suara yang sangat Nala kenali mengalihkan perhatiannya. Ponsel yang semula terbuka segera ia simpan dalam saku miliknya . Acara nostalgianya membuka memori ponsel lama miliknya jadi terhenti.

"Kenapa Bu?" tanya Nala tersenyum.

"Ada tamu, ayo keluar."

"Loh tamu ibu? Kenapa Nala harus ikut keluar."

"Tamu kita, ayo!" ajak wanita paruh baya itu menarik tangan Nala.

Dengan raut bingung sekaligus kesal Nala mengikuti langkah ibunya. Nala yakin ini tidak ada hubungannya dengan dirinya. Sang ibu hanya ingin mengenalkan, bukan lebih tepatnya memamerkan anaknya yang sudah besar kepada teman-temannya.

"Eh tante, kirain Nala siapa sampai ibu heboh banget," sapa Nala pada wanita yang sudah duduk di atas sofa ruang tamu.

"Mau ada arisan ya tan?"

"Nggak ada arisan Nala," jawab sang Ibu.

"Tante ke sini nggak sendiri, ada yang mau ketemu kamu juga."

Nala menyerngit mendengar ucapan wanita di depannya. Perasaannya mulai tidak enak, hingga seorang laki-laki dengan kaos hitam muncul dari balik pintu.

"Assalamualaikum," salam laki-laki itu tersenyum kepada semua orang termasuk Nala.

"Waalaikumsalam," jawab dua wanita paruh baya yang balik memberikan senyum sumringahnya.

Sementara Nala, ia hanya bisa terdiam dalam keterkejutannya saat menyadari siapa yang kini tengah tersenyum padanya. Laki-laki berahang tegas yang empat tahun ini menjadi orang yang ia hindari. Selama itu pula mereka seperti orang yang tidak saling mengenal.

Jangankan untuk saling menyapa, untuk berpapasan saja Nala sangat menghindarinya.

"Nah ini orang yang mau bertemu Nala."

"Ah, iya tante," ujar Nala berusaha mengendalikan diri.

"Ini tante, Dikta bawain oleh-oleh."

"Aduh, oleh-oleh Jogja ini." Ibu Nala segera mengambil lumpia di tangan Dikta, sementara Nala berusaha mengalihkan pandangannya agar tidak bertemu dengan tatapan laki-laki di depannya.

"Ke Jogja cuma buat ke kampus?"

"Iya tante, kebetulan ada acara dan jadi narasumber sebagai alumni."

"Bu, Nala ke kamar dulu ya."

"Eh, tunggu sebentar Nala. Ada sesuatu yang mau diomongin."

"Mau ngomongin apa Bu?"

"Mau ngomongin perjodohan kamu," jawab Ibu Nala dengan santai.

Ucapan sang ibu tentu saja membuat Nala terkejut bukan. Ia belum berada diumur telat menikah. Tapi kini, Ibunya membahas tentang perjodohan yang tentu saja akan ada pernikahan. Nala rasa ia belum siap. Tidak, ini terlalu cepat.

Dan satu lagi, kenapa membahas perjodohan disaat Dikta di sini. Apa perjodohan ini ada hubungannya dengan Dikta? Atau mungkin Dikta yang akan dijodohkan dengan dirinya.

Nala segera menggelengkan kepalanya. Mengusir pikiran yang tidak masuk akal itu jauh-jauh.

"Nala, tante, om dan orangtua kamu udah sepakat untuk jodohin kalian."

Ketika Harus Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang