Jangan Memilih

1K 64 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen smart readers ku❤️

***

"Sayang," panggil Dikta pada Nala yang sedang menghapus riasannya di depan cermin.

"Iya," jawab Nala masih fokus pada cermin.

"Lusa kita jalan-jalan ya."

"Hmm, tiba-tiba banget."

"Kebaya kamu udah selesai kan, urusan konser juga udah rampung," jelas Dikta.

"Jalan-jalan kemana?" tanya Nala penasaran.

"Ada deh, rahasia. Pokoknya ke tempat yang pasti kamu suka."

"Ih pake rahasia-rahasia."

"Ya gapapa, kan mau kasih kejutan."

"Kejutan tapi bilang-bilang tuh konsepnya gimana ya."

"Kan yang kejutan tempatnya."

"Iya deh iya."

"Soal Jiel kamu gapapa?"

"Kan dari pas sama Kaila aku udah bilang sayang, gapapa. Aku juga senang nanti kamu ada temannya."

"Sebenarnya aku mau ngomong sesuatu."

"Ngomong aja sayang ku," ujar Dikta meyakinkan.

"Aku berpikir mau fokus jadi ibu rumah tangga aja," jelas Nala membuat Dikta sedikit kaget.

"Kamu yakin?" tanya Dikta.

"Iya, setelah aku pikir-pikir kayaknya mau lebih banyak di rumah. Banyak hal yang harus aku pelajari sebagai istri dan mempersiapkan diri buat jadi ibu."

Entah kenapa ada rasa haru yang Dikta rasakan saat mendengar penjelasan Nala.

"Apa kamu yakin mau ninggalin hal yang kamu suka?"

Dikta tau sekali Nala anak yang tidak bisa hanya diam di rumah. Apalagi dia sangat menikmati pekerjaan di butik, dan ada kesenangan yang Nala rasakan saat mendesain sebuah baju.

Nala terdiam mencoba merenungi pertanyaan Dikta. Menanyakan pada dirinya sendiri, apa benar ini sudah pilihan yang tepat. Nala tidak ingin ada penyesalan ke depannya, begitupun dengan Dikta.

"Sayang, setiap suami pasti senang saat istri memilih fokus pada rumah tangga mereka. Tapi, aku nggak mau kalau nantinya kamu ngerasa rumah tangga kita justru jadi penghalang kebahagiaan atau kebebasan kamu."

"Seorang istri itu adalah kunci dari sebuah rumah. Saat istri bahagia maka seisi rumah juga akan bahagia. Jadi, aku harus pastikan semuanya nyaman buat kamu."

"Sekarang aku tanya, kamu bahagia nikah sama aku?" Nala mengangguk dengan cepat.

"Kamu bahagia sama pekerjaan kamu?" Nala pun mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau kamu mau keduanya gapapa. Kamu nggak harus memilih, sayang."

Sebenarnya Nala kepikiran ucapan Kaila. Perkataan yang membuat Nala sadar bahwa ia terlalu sibuk bekerja. Dikta sibuk, Nala juga sibuk maka harus ada yang mengalah.

Dikta sebagai kepala keluarga memikul tanggung jawab yang lebih besar. Maka, sudah sewajarnya Nala berada di samping Dikta sebagai support system. Nala ingin ia menjadi orang pertama yang menyambut Dikta saat pulang bekerja.

"Kalau aku milih keduanya, pasti ada salah satu yang nantinya jadi lalai."

"Sini," Dikta mengambil tangan Nala kemudian diusapnya dengan lembut.

"Aku tau kamu bukan orang yang abai akan tanggung jawab. Kamu tau mana yang harus diprioritaskan."

"Sekarang gini aja, kamu nggak harus berhenti ngurusin butik. Tapi, kamu ambil alih pekerjaan yang bisa kamu kerjain dari rumah aja."

Ketika Harus Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang