Jangan lupa vote dan komen ❤️
***
Hari ini Nala, Dikta dan juga Jiel mengantar Kaila dan Yuda ke bandara. Seperti yang sudah mereka rencanakan, Jiel akan tetap tinggal dengan ketidaktahuannya mengenai kondisi papanya.
Sementara Dikta, Nala sudah menceritakan semuanya. Hal tersebut tentu saja membuat Dikta lebih mendukung Nala untuk menjaga anak laki-laki itu dari sini.
Seperti perpisahan pada umumnya, pasti ada rasa sedih dan rasa tak ingin berpisah yang terasa. Namun, mau bagaimana lagi, jika saat itu datang maka kita hanya bisa melewatinya. Sembari berharap dan menunggu untuk kembali berkumpul.
"Mama sama papa cepat pulang kok," ujar Nala memeluk Jiel yang masih menatap punggung kedua orangtuanya yang menjauh.
"Jangan sedih," lanjut Nala menatap anak laki-laki itu dengan senyum.
"Sedihnya sedikit," balas Jiel memberikan senyum yang sama untuk Nala.
"Kita pulang sekarang?" tanya Dikta karena Kaila dan Yuda sudah tidak terlihat. Keduanya mengangguk sebagai jawaban.
***
"Jiel yakin nggak mau jajan dulu?" tanya Dikta untuk kesekian kalinya.
Kini mereka sudah berada di dalam mobil menuju kediaman keduanya. Sepanjang perjalanan Nala dan Dikta menawarkan Jiel untuk membeli sesuatu terlebih dahulu. Tapi, tampaknya anak itu sedang tidak ingin apa-apa.
"Mau makan siang di luar?" tanya Nala melihat jam tangan miliknya.
"Mau masakan Buna aja," jawab Jiel.
"Yaudah, nanti Buna masakin buat kamu sama ayah Dikta."
Setelah melewati jalanan yang cukup macet, akhirnya keluarga kecil itu sampai di rumah. Nala dan Dikta segera menurunkan barang-barang milik Jiel.
"Jiel berani tidur sendiri?" tanya Nala melangkah masuk saat pintu berhasil dibuka oleh Dikta.
"Berani Buna." Jawaban Jiel membuat Dikta merasa lega.
"Yaudah, sekarang Jiel ganti baju. Kita shalat di kamar Buna."
Setelah selesai shalat, Nala segera membuatkan makan siang untuk Jiel dan Dikta. Katanya mereka mau tempe tepung, goreng ikan dan sayur wortel. Sementara Dikta dan Jiel sibuk bermain puzzle.
"Buna mau Jiel bantu?"
"Boleh, Jiel cuci wortel sama bunga kolnya bisa?"
"Bisa," jawab Jiel semangat.
"Aku bantu apa?" tanya Dikta ikut nimbrung.
"Kamu tolong bawa ini ke meja makan," perintah Nala memberikan tempe tepung dan goreng ikan balado pada Dikta.
"Main puzzle nya udahan?"
"Udah, ayah Dikta hebat bantuin aku jadi cepat."
"Besok beli puzzle baru mau?"
"Mau!" seru Jiel kegirangan.
Nala tersenyum melihat raut bahagia di wajah Jiel. Nala tidak bisa membayangkan jika Jiel tau kondisi papanya. Anak dengan kelembutan hati dan sangat menyayangi kedua orangtuanya. Anak pengertian yang sama sekali tidak rewel karena tau orangtuanya sedang bekerja untuk dirinya.
Kini ketiganya sudah berada di meja makan. Menyantap masakan Nala dengan lahap.
"Buna kamu emang paling jago masak," puji Dikta menikmati makanan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Harus Bersama
Random"Disatukan karena persahabatan, berpisah setelah pacaran dan kembali ditakdirkan dalam ikatan pernikahan" Nala tidak pernah berpikir bahwa ia akan kembali terikat dalam sebuah hubungan dengan Dikta. Setelah lima tahun mereka memilih jalan masing-mas...