Pagi kembali menjelang. Dikta dan Nala tampak sedang bersiap-siap. Seperti yang Dikta katakan tadi malam, ia akan membawa Nala ke kantor hari ini. Agar setidaknya orang-orang kantor mengetahui wajah istrinya itu.
"Sini aku rapihin," ujar Nala membantu Dikta memakaikan kancing kemeja hitamnya.
Cup! Satu kecupan Dikta berikan pada kening istrinya itu. Nala yang sedang fokus pada kancing baju jadi memukul pelan dada Dikta. Mendapat serangan tiba-tiba membuat perempuan itu merona.
"Saltingnya mukul," ucap Dikta gemas saat Nala kembali fokus pada kemeja miliknya.
"Love language aku emang nabok," balas Nala asal.
"Oh jadi itu bentuk cinta, yaudah ini pukul lagi."
"Ada ya orang minta di pukul."
"Dipukul dengan cinta itu beda. Rasa ada manis-manisnya."
"Lee mineral kali ah."
"Dah rapi, buruan berangkat," sambung Nala segera mengambil tas kecil miliknya yang berada di atas nakas.
"Hai pasutri!"
Baru saja keluar rumah, mereka sudah disambut oleh Aska. Laki-laki yang kini berdiri di samping mobil Dikta dengan pakaian rapi yang tidak jauh berbeda dengan Dikta.
"Loh, mau kemana ini berdua sudah rapi?"
"Ke kantor," jawab Dikta singkat.
"Aduh, sekarang sampe ke kantor aja ditemenin istri. Nggak kasian sama teman lo ini."
"Cuma hari ini aja," pungkas Nala.
"Gue mau ajak Nala main ke kantor, buat anak kantor tau istri gue yang mana."
"Oh gitu."
"Tapi, gue boleh nebeng nggak nih," ujar Paul dengan wajah memelas.
"Mobil lo kan ada," balas Dikta.
"Di bengkel Dikta."
"Mobil satunya lagi."
"Mobil gue cuma satu," balas Aska mulai tidak santai.
"Nala gue boleh nebeng ya," pinta Aska beralih pada Nala untuk meminta persetujuan.
"Yaudah sekalian aja Dik, kalian kan sekantor." Aska tersenyum penuh kemenangan mendengar ucapan Nala.
"Yaudah buruan."
Bukannya Dikta jahat tidak mau memberi tumpangan pada Aska. Hanya saja ia ingin menghabiskan waktu berdua bersama Nala. Ini hari pertama Dikta ke kantor ditemani istri tercinta. Jika hari biasanya Dikta sering membawa Aska bersama dirinya. Apalagi saat mereka masih di apartment.
***
Kini ketiganya sudah berada di parkiran kantor. Tiba-tiba Nala merasa gugup, ia tidak pernah seperti ini sebelumnya saat akan bertemu orang banyak.
"Gue duluan ya, thanks La, Dik." Aska segera turun dari mobil meninggalkan Nala dan Dikta.
"Kenapa?" tanya Dikta melihat gelagat tak nyaman dari Nala.
"Tiba-tiba gugup gini ya."
"Gugup? Nggak biasanya seorang Nala kayak gini."
"Santai aja, tetap jadi diri kamu sendiri."
Dikta segera membukakan pintu untuk Nala. Kemudian mengaitkan tangan istrinya itu pada tangan miliknya. Kemudian melangkah bersama dengan senyum ramah.
Siapapun yang melihat mereka akan berpikiran yang sama yaitu mereka adalah pasangan yang serasi. Sosok Dikta yang bersanding dengan Nala, tidak ada ketimpangan antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Harus Bersama
Random"Disatukan karena persahabatan, berpisah setelah pacaran dan kembali ditakdirkan dalam ikatan pernikahan" Nala tidak pernah berpikir bahwa ia akan kembali terikat dalam sebuah hubungan dengan Dikta. Setelah lima tahun mereka memilih jalan masing-mas...