Permintaan dan Harapan

1.6K 112 1
                                    

"Kenangan adalah kotak yang selalu menarik perhatian meski disimpan pada sudut paling sunyi"

***

Nala masih enggan untuk pulang, meski Kaila sudah mengingatkan gadis itu untuk segera kembali. Nala tetap teguh dengan pendiriannya.

"Nala, udah malem. Kalo nggak mau pulang, yaudah nginep aja."

"Besok kerja, Kai."

"Kalau gitu gua sama mas Yuda antar lo pulang."

"Gapapa sendiri aja, kasian Jiel nanti kalo kebangun nyariin mamanya."

"Aman, ada mbak. Gue nggak tenang biarin lo pulang sendiri."

Akhirnya Nala menyetujui ucapan Kaila untuk mengantarnya pulang. Sepanjang perjalanan pikiran Nala masih dipenuhi perihal perjodohan. Nala benar-benar tidak menyangka hari ini akan terjadi.

Ramainya jalanan ibu kota malam ini tidak mengalahkan riuhnya pikiran Nala. Entah apa yang harus ia lakukan saat pulang nanti. Nala berharap pertemuan antara dua keluarga yang sudah direncanakan tidak terjadi.

"La, kita udah sampai." Suara Kaila membuyarkan lamunannya. Tidak terasa, ternyata mobil hitam itu telah memasuki pekarangan rumah Nala.

"Makasih Kai, mas Yuda," ucap Nala segera beranjak turun dari mobil.

"Kami langsung pulang ya, La. Salam untuk ayah dan ibu." Nala mengangguk sebagai jawaban.

"Ikutin kata hati lo, La." Kalimat terakhir dari Kaila sebelum mereka meninggalkan Nala.

Dengan langkah gontai Nala memasuki rumah orangtuanya. Dalam hati terus berharap pembicaraan perjodohan tadi siang hanya prank dan tidak serius.

"Nala!" panggilan dari suara yang ia kenali menyambut kedatangan Nala.

Langkah Nala terhenti saat melihat sosok mama Dikta masih ada di sana bersama orangtuanya. Hari sudah larut, kenapa wanita itu masih di sini. Kira-kira itulah pertanyaan yang terlintas dalam benak Nala.

"Syukurlah kamu sudah pulang," ujar ibu Nala melihat anak gadisnya itu.

"Ayah tau kamu akan pulang." Nala hanya diam tak menjawab.

"Bole ayah minta Nala duduk di sini sebentar?" tanya laki-laki berlesung pipi itu dengan lembut. Nala tidak pernah bisa menolak permintaan ayahnya.

"Tante Ranti mau ngomong sama Nala, temani sebentar ya." Kini ibu Nala yang berbisik pada gadis itu.

Nala tidak beranjak, ia juga tidak tega meninggalkan tante Ranti sendiri setelah menunggu kedatangannya. Mungkin ini juga saatnya Nala memberitahu mama Dikta bahwa ia keberatan.

"Nala," panggil Ranti memulai pembicaraan setelah kedua orangtua Nala beranjak pergi.

"Maaf ya nak, kamu pasti kaget dengan semua ini."

"Apa cuma Nala yang baru tau tentang rencana ini?" Ranti mengangguk sebagai jawaban.

"Perjodohan ini terjadi karena tante, Nala," lanjut wanita paruh baya itu terdengar sayu.

"Kenapa tante?"

"Tante mau Dikta punya pendamping yang bisa menemani dia. Karena tante nggak bisa selamanya disamping Dikta." Ranti menjeda ucapannya, seperti menahan sesuatu.

"Kenapa harus Nala?"

"Karena Dikta pilih kamu," jawab Ranti membuat Nala bingung. Jawaban ini berbeda dengan jawaban Dikta tadi siang.

"Dikta bisa nikah sama pacarnya, tan." Wanita paruh baya itu segera menggeleng.

"Tidak, tante lebih percaya kamu Nala. Tante sudah senang dengan kamu semenjak dulu kamu berpacaran dengan Dikta."

Ketika Harus Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang