Keputusan dan Alasan

1.3K 108 5
                                    

"Ketakutan terbesar dalam sebuah keputusan adalah akan adanya penyesalan"

***

Dikta

La, boleh kita bicara berdua
Gue susul lo

Nala menghela napas saat membaca pesan dari Dikta. Laki-laki ini masih seperti dulu, dia tidak akan pernah menyerah untuk mencapai tujuannya.

Dengan malas, Nala menyusul Dikta keluar dari butik tempatnya bekerja. Lebih tepatnya butik milik ibu Nala yang kini beralih padanya.

Laki-laki itu sudah duduk di bangku taman. Tampak sedang menunggu kedatangan Nala. Nala berhenti sejenak menatap punggung sempit itu dengan perasaan campur aduk. Kemudian segera beranjak mengambil posisi di samping Dikta.

"Boleh langsung ngomong, gue masih ada kerjaan," ujar Nala membuat perhatian Dikta langsung tertuju pada gadis itu. Cukup lama menatap Nala dalam diam, Dikta mencoba bicara.

"La," panggil Dikta.

"Udah lima tahun kita berpura-pura," sambung Dikta mengingatkan Nala.

"Kita nggak pernah berhubungan seolah kita nggak pernah saling kenal." Nala mengalihkan pandangannya, enggan membalas tatapan Dikta.

"Selama itu juga gue dalam kebingungan, La. Bingung kenapa kita harus kayak gini. Gue cuma bisa liat lo dari kejauhan, bahkan untuk sapa lo aja gue nggak bisa, La."

"Gue bingung kenapa lo menghindar. Gue terus mikirin lo, La."

"Bohong," potong Nala kini membantah ucapan Dikta.

"Lo sendiri yang bikin kita jauh Dikta."

"Gue?" tanya Dikta benar-benar bingung.

"Lo yang janji kalau kita akan terus baik-baik aja. Tapi nyatanya lo yang jauhin gue setelah kita putus, dan janji lo itu cuma omong kosong."

"Bahkan lo udah bisa bahagia sama Ara."

"Tapi La-"

"Udah Dik, gue nggak mau bahas itu lagi. Lo nggak perlu jelasin apapun." Nala menjeda ucapannya kemudian memicingkan mata seperti sedang bersiap-siap.

"Gue bakal terima perjodohan ini demi mama lo," lanjut Nala.

"Ini serius?"

"Lo masih bisa mikir gue becanda untuk keputusan sebesar ini?" tanya Nala membuat Dikta tidak bisa menjawab.

"Tapi lo harus ingat Dik. Gue terima ini karena tante Ranti, bukan Lo."

"Gapapa, La. Mungkin sekarang mama jadi alasan lo terima gue lagi."

"Makasih ya, La. Lo udah penuhin permintaan mama yang mungkin ini adalah permintaan terakhir beliau."

Mendengar ucapan Dikta, Nala kembali merasa iba. Nala sudah tau tentang kondisi mama Dikta dari ibunya. Melihat Dikta saat ini, ingin rasanya Nala memeluk laki-laki itu. Namun diri Nala lebih memilih tidak melakukannya.

"Gue udah ambil keputusan penting dalam hidup gue. Tolong jangan bikin gue nyesel," ujar Nala kemudian berdiri dari duduknya.

"Gue rasa pembicaraan kita udah cukup. Dan lo udah dapet jawaban yang lo mau," lanjut Nala kemudian beranjak pergi.

***

Kini Nala sudah berada di rumah. Hari ini pekerjaan di butik tidak terlalu banyak, jadi ia bisa pulang lebih cepat. Ia sudah tak sabar menunggu makanan buatan ibunya datang.

Ketika Harus Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang