Sayang, Sate Madura

1.4K 85 6
                                    

Jangan lupa vote dan komen luff❤️

***


"Huftt, capek banget," keluh Nala merebahkan dirinya di sofa ruang tengah.

Kini Dikta dan Nala sudah berada di rumah mereka. Sedari pagi mereka sudah sibuk pindahan. Meski dibantu oleh kedua orang tua Nala dan Dikta serta Nadin dan juga Aska, tetap saja terasa melelahkan.

Mereka hanya mengantar Nala dan Dikta kemudian sedikit membantu membersihkan rumah dan menata beberapa barang. Sedangkan untuk kamar, Nala mengerjakannya sendiri. Iya, sendiri karen Dikta tiba-tiba ada urusan mendadak di kantor.

Bekerja dari pagi sampai sore cukup melelahkan. Orang-orang sudah pulang, kini tinggal Nala dan Dikta yang baru saja kembali dari kantor.

"Maaf ya, aku nggak bisa bantu," ujar Dikta merasakan bersalah melihat istrinya yang kelelahan.

"Gapapa, emangnya tadi ada urusan apa di kantor?"

"Ada beberapa berkas yang harus aku tanda tangan."

"Ooh gitu," balas Nala mengangguk paham.

"Kita pake pembantu aja ya," ujar Dita tiba-tiba membahas art.

"Nggak usah Dikta."

"Ngeliat kamu kecapean gini aku jadi nggak tega."

"Ini karena baru pindahan aja."

"Yakin nggak usah?" tanya Dikta.

"Iya, aku mau urus semuanya kayak ibu. Ya nggak memungkiri juga kita akan pake bantuan art disaat-saat tertentu aja. Bukan yang tiap hari dan nginep."

"Kamu nggak capek ngurus rumah sekaligus ngurus kerjaan."

"Aku juga belum tau ya, karena belum aku coba. Tapi, menurut aku sih nggak akan capek. Kerjaan di butik juga fleksibel kok. Aku nggak yang harus masuk setiap hari, pergi pagi pulang sore gitu."

"Oke. Tapi kamu harus ingat, kalau nggak kuat sendiri pake aja bantuan art. Aku nggak pernah minta kamu untuk pilih antara menjadi ibu rumah tangga atau berkarir. Keputusan ada di kamu, mau jalanin dua-duanya its oke. Aku akan bantu dan support kamu."

"Iya-iya, aku tau kamu bukan tipikal yang akan ngekang aku."

"Ck, balasannya nggak romantis. Puji dikit napa, itu kalimatnya udah panjang dan mengagumkan loh."

"Mandi dulu sana, bau debu jalanan." Bukannya menuruti permintaan Dikta, Nala justru mengusir laki-laki itu.

"Iya-iya, ini mau mandi."

Nala kembali merebahkan dirinya setelah kepergian Dikta. Mencoba menghilangkan rasa lelahnya sejenak. Perlahan Nala memejamkan matanya hingga tanpa sadar ia tertidur.

Dikta yang sudah selesai dengan kegiatan mandinya segera menghampiri Nala. Agar istrinya itu juga segera mandi. Namun, niat Dikta terhenti saat melihat Nala yang sudah tertidur.

"Kasian istri aku kecapean," ujar Dikta mengusap kepala Nala lembut. Kemudian memberikan mengecup kening Nala cukup lama.

"Asem," ucap Dikta mengusap hidungnya.

"Nala," panggil Dikta pelan mencoba membangunkan istrinya itu. Dikta terus menoel-noel pipi dan lengan Nala.

"Ck, ganggu!" seru gadis itu masih dengan mata terpejam. Dikta tersentak kaget. Nggak lagi sadar nggak lagi tidur galaknya tetap ada.

"Udah mau magrib, mandi gih," bisik Dikta.

"Lima menit lagi," gumam Nala dalam tidurnya.

"Keburu adzan, La. Mau ke kamar mandi sendiri atau aku gendong?"

Ketika Harus Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang