Nostalgia Suami Istri

1K 75 7
                                    

Dikta memilih keluar dari kantor, meski sebenarnya tidak memiliki urusan penting. Kini ia memilih menyusul Nala ke butik miliknya. Saat ini laki-laki itu hanya ingin melihat wajah sang istri.

Dikta segera memasuki butik, mencari keberadaan perempuannya. Dilihatnya Nala yang sedang serius melihat detail pakaian di depannya. Sepertinya gaun itu baru saja dijahit.

Dikta hanya memperhatikan Nala dari jauh. Ia belum menyapa Nala karena ingin menikmati wajah serius Nala lebih lama lagi. Perempuannya itu terlihat tambah cantik dan bersinar.

"Loh, Dikta," ujar Nala kaget saat menyadari kehadiran suaminya.

Dikta hanya membalas dengan senyuman dan lambaian tangan.

"Semangat" ucap Dikta menggerakkan bibirnya tanpa suara.

Bukannya melanjutkan pekerjaannya, Nala justru menyusul Dikta.

"Kenapa di sini?" tanya Nala kini sudah berada di depan Dikta.

"Mau lihat istri," jawab Dikta santai.

"Bukannya lagi banyak kerjaan di kantor?" Nala mengecek jam tangannya. Ini belum jam pulang kantor, tapi laki-laki itu sudah berada di sini.

"Lumayan," jawab Dikta singkat.

Melihat raut wajah Dikta, Nala bisa menyadari bahwa laki-laki itu sedang tidak baik. Apa Dikta sedang ada masalah?

"Hn, kita jalan yuk kemana gitu."

"Tiba-tiba banget, bukannya kamu lagi ada kerjaan."

"Masih bisa besok, sekarang lagi pengen jalan."

Akhirnya sepasang suami istri itu memilih meninggalkan pekerjaan masing-masing. Kini mereka sudah berada di dalam mobil dan belum tau tujuan.

"Kamu maunya kemana?" tanya Dikta mungkin sudah ke sembilan puluh sembilan kalinya.

"Eum, kemana ya? Aku juga bingung."

"Mau jalan tapi nggak tau tujuan."

"Ya, aku mau jalan aja gitu. Muter-muter aja juga gapapa."

"Ke sekolahan kita yang dulu mau nggak?"

"Ih, mau!" seru Nala saat mendengar penawaran Dikta.

"Udah lama kayaknya kita nggak ke sana."

"Iyalah, apalagi selama kuliah terus kerja udah jarang lewatin daerah sekolahan."

"Sama, nanti di sana mau ngapain?"

"Jajan siomay kang Igip."

"Hahaha, masih ingat aja."

"Ingat dong, itukan jajanan langganan kita."

"Langganan kamu sih, aku sering beli ya karena kamu paksa."

"Oh jadi kamu kepaksa, kenapa waktu itu nggak ngomong."

"Padahal kamu juga suka."

"Iya-iya aku suka, jangan ngambek gitu dong."

"Nanti aku beliin kue putu sama ice cream juga."

"Aaa mau! Ayo buruan nyetirnya," seru Nala benar-benar tidak sabar.

Sepanjang perjalanan mereka kembali mengenang memori-memori indah masa putih abu-abu. Sesekali tertawa dan saling kesal saat membicarakan banyak momen yang mereka lewati. Ternyata banyak momen menjadi berkesan saat diingat kembali.

***

Kini mereka sudah berada di gedung dengan dominasi warna hijau itu. Gedung dua lantai dengan lapangan basket di tengahnya. Pagar yang menjulang dengan satpam yang selalu berjaga di depan. Bangunan yang menyimpan kisah ribuan manusia berseragam putih abu-abu.

Ketika Harus Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang