Happy reading :)
Tiga tahun lamanya sudah berlalu. Fajar merasa bahagia hidup bersama Riko dan Melinda. Meskipun terdapat pertengkaran pertengkaran kecil di antara keluarga kecil mereka, namun Melinda dan Riko adalah orang tua yang selalu mengutamakan komunikasi dan diskusi dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Tiga tahun yang lalu, ketika fajar menerima permintaan Melinda dan Riko yang akan mengangkat Fajar sebagai anak mereka, Melinda dan Riko membawa Fajar ke Jakarta setelah Fajar sembuh dan keluar dari rumah sakit. Fajar meneruskan pendidikannya secara homeschooling. Hingga tak terasa, kini ia sudah tumbuh sebagai seorang remaja.
Tak bisa dipungkiri, semakin tumbuh fisiknya, semakin tumbuh pula pemikiran kritisnya. Ayah dan Ibunya sudah menceritakan banyak hal yang membuat mereka ragu terhadap kebenaran agama. Meski Riko dan Melinda selalu menekankan bahwa ini adalah keyakinan mereka dan tidak bermaksud untuk mempengaruhi Fajar, namun secara tidak langsung cerita-cerita itu memenuhi isi pikirannya.
Selama tiga tahun, Fajar mencari tahu banyak hal mengenai agama, filsafat, dan sains. Karena kegiatan pembelajaran Fajar yang mengambil sistem homeschooling, sehingga lebih banyak waktu bagi Fajar untuk mencari tahu banyak hal. Selama itu pula, Fajar begitu asik dengan pencarian ilmu-ilmu yang ia ingin ketahui. Akibatnya, ia jarang dalam beribadah salat ataupun ibadah-ibadah lainnya.
Melinda sendiri cukup sering mengingatkan Fajar untuk beribadah. Tapi, dikarenakan Melinda adalah seorang atheis, sehingga Melinda tidak ingin memaksa Fajar apabila tidak ingin beribadah. Akibatnya, Fajar jarang sekali dalam beribadah. Riko sendiri pun tak pernah mempermasalahkan Fajar yang sudah jarang beribadah.
"Hay, sayang. Bangun dulu yuk, Ibu udah nyiapin sarapan buat kamu," tutur Melinda berusaha membangunkan Fajar.
Fajar menggeliat dan merubah posisi tidurnya. "hah, anak ini susah banget dibanguninnya. Mentang-mentang hari libur," gerutu Melinda sambil masih berusaha membangunkan Fajar.
Usai mencoba beberapa kali membangunkan Fajar namun hasilnya nihil, Melinda terpikirkan satu ide yang cukup brilian. "Muhammad Fajar Malik! Kalau kamu tidak bangun dalam hitungan ketiga, Ibu bakal ngebatalin niatan ibu untuk beliin kamu handphone baru sebagai kado ulang tahun kamu kemarin," ancam Melinda pada Fajar.
Fajar yang sebenarnya sudah bangun dari tadi tetapi malas untuk sarapan, seketika terlonjak mendengar ancaman tersebut. Bagaimana tidak, Fajar sudah menanti-nanti handphone baru yang akan diberikan Ibunya sebagai kado ulang tahun Fajar yang kedua belas. Fajar menyingkap selimutnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka. Iya tak mau penantiannya sia-sia hanya karena ia tak mendengar perintah ibunya untuk segera bangun.
Usai mencuci muka, Fajar dan Melinda bergegas menuju ruang makan. "selamat pagi, Ayah," sapa Fajar dengan ceria.
Riko yang sedang membaca koran pun menolehkan kepalanya ke arah Fajar. "kamu lama banget sih bangunnya, Jar? Ayah udah lama nungguin dan udah laper tahu," keluh Riko sembari memegang perutnya.
Fajar menaikan satu alisnya. "lah, kenapa Ayah nggak makan duluan aja? Kenapa harus nunggu Fajar?"
Riko mengalihkan pandangannya pada Melinda. "noh, Ibu kamu tuh. Katanya, Ayah nggak boleh makan sebelum kamu bangun. Kejam kan?" Aduh Riko mendramatisir.
"Ya iyalah, kamu nggak boleh egois jadi Ayah dong. Nanti kalau kamu makan duluan, jatahnya Fajar dihabisin lagi." Melinda mengakhiri candaannya dengan tertawa.
"Hahaha, makanya Ayah jangan rakus," celetuk Fajar membela Ibunya.
“Wah, kamu udah mulai jadi anak durhaka ya, Jar. Nanti Ayah nggak akan kasih kamu uang jajan lagi lho,” ancam Riko dengan ekspresi wajah yang sengaja di serius-seriuskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teologi Dealektika
SpiritualBerpikir kritis adalah sebuah kemampuan yang dibutuhkan oleh manusia agar dapat mengembangkan dirinya. Namun Bagaimana bila seseorang berpikir kritis mengenai agama dan eksistensi Tuhan? Apakah pemikiran kritisnya akan membuat iman manusia itu makin...