11. Murit Pindahan

26 9 4
                                    

Happy reading :)

Setelah peristiwa pembullyan yang dilakukan oleh Rian, teman-teman gengnya, serta Ridho kepada Fajar, ridho dan Fajar sudah tak sedekat dulu lagi. Ridho selalu menghindar ketika berpapasan dengan Fajar. Sedangkan Fajar hanya mengacuhkan hal tersebut.

Fajar lebih memilih untuk berteman dekat dengan dirinya sendiri, agar dia tidak dikecewakan lagi. Dia sudah tak percaya lagi dengan orang-orang yang beragama, karena mereka tak pernah mengikuti ajaran dalam agama mereka. Fajar sangat bersyukur karena dia tidak termasuk ke dalam orang-orang yang beragama itu.

Fajar sedang melamun sembari menunggu guru di jam pelajaran pertamanya memasuki kelas. Lamunannya buyar setelah Bu Tiya memasuki kelas. Fajar kebingungan, karena seharusnya jam pelajaran pertama bukan pelajaran fisika. Jika wali kelasnya memasuki kelas meskipun tidak ada mata pelajaran wali kelasnya di hari itu, maka pasti ada sebuah pengumuman.

"Anak-anak, Ibu mau memperkenalkan murid baru yang merupakan pindahan dari salah satu sekolah di Bandung. Kebetulan, dia pindah sebab Ayahnya memiliki bisnis tetap di Jakarta. Sehingga dia harus melanjutkan pendidikannya di kota Jakarta," jelas Tiya kepada murid-muridnya.

Tiya mempersilahkan murid tersebut untuk memasuki kelas. Perlahan seorang remaja pun masuk ke dalam kelas. Fajar Yang merasa malas terhadap murid baru itu pun melipat tangannya di atas meja dan Fajar menopangkan kepalanya pada tangan yang ia lipat itu. Sehingga, Fajar tak melihat tampang dari murid baru itu.

"Silahkan kamu memperkenalkan diri." Tiya mempersilahkan murid baru itu untuk memperkenalkan dirinya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Fajar mendongakkan kepalanya setelah mendengar suara murid tersebut.

DEG!

Fajar terkejut dengan apa yang ia lihat. Ternyata, murid tersebut adalah laki-laki yang menolongnya ketika Ridho, Faris, Rian, dan Leon, membullynya pada saat itu. Laki-laki itu memandang Fajar sekilas dan tersenyum tipis.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab siswa-siswi muslim dan Bu Tiya

"Sebelumnya, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama panjang saya Ahmad Fauzi Rabbani. Tapi, kalian bisa panggil saya Ahmad. Seperti yang sudah diceritakan oleh Bu Tiya, saya adalah murid pindahan dari salah satu sekolahan di Bandung. Ayah saya mendapatkan Rizki berupa tawaran bisnis di Jakarta. Karena beliau tidak ingin meninggalkan keluarganya, akhirnya beliau mengajak keluarganya termasuk saya ke Jakarta dan menyekolahkan saya di sini," pungkas Ahmad bercerita.

"Baiklah, Ahmad. Terima kasih atas perkenalan kamu. Ibu berharap, kamu betah sekolah di sini dan bisa berkawan baik dengan teman-teman sekelas kamu. Sekarang, silakan duduk di kursi itu." Tiya menunjuk salah satu bangku yang kosong.

Ahmad pun berjalan ke arah bangku tersebut dan duduk sambil menaruh tasnya di samping kursi. Siswa-siswi di sekitar bangkunya pun menyapa dan berkenalan dengan Ahmad. Ahmad meresponnya dengan ramah.

Tak berselang lama, guru yang mengajar di jam pelajaran pertama pun memasuki kelas. Guru itu tak perlu meminta Ahmad untuk memperkenalkan dirinya lagi, karena sebelum masuk ke kelas, guru-guru di sekolahan Gemilang Bangsa sudah dikenalkan pada Ahmad. Jam pelajaran pertama pun dimulai dan guru tersebut mulai menerangkan materi.

***

Jam istirahat pun tiba. Siswa-siswi berhamburan dari dalam kelas. Ahmad yang berniat menunjukkan tin, menyempatkan diri untuk menyapa Fajar. Ahmad berjalan ke arah bangku Fajar.

Fajar yang hendak beranjak ke kantin pun melihat Ahmad yang menghampirinya. "hai, kamu yang waktu itu saya tolong kan ya? Kenalin, nama saya Ahmad," ujarnya memperkenalkan diri.

Teologi DealektikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang