13. Menalar Tuhan Bagian Dua

34 7 11
                                    

Happy reading :)

Fajar tak menduga bila Ahmad bisa membantah teori big bounce yang Fajar jadikan argumen terhadap ketidakberadaan Tuhan. “Terus, apalagi argumen lu?” tanya fajar pada Ahmad.

KRING!

Bel  masuk jam pelajaran kedua sebelum istirahat pertama pun berbunyi. Ahmad dan Fajar yang sedang asyik berdiskusi, mau tak mau harus menunda diskusinya karena harus masuk ke dalam kelas terlebih dahulu. Fajar dan Ahmad pun melakukan aktivitas pembelajaran seperti biasa.

***

Seluruh siswa-siswi berlalu lalang di kantin. Fajar dan Ahmad kembali melanjutkan aktivitas diskusi yang sempat tertunda oleh jam pelajaran kedua. Ahmad dan Fajar menghabiskan jajanan mereka terlebih dahulu sebelum melanjutkan diskusinya.

“Oke, sekarang gua mau dengar argumen keempat lu.” Fajar begitu penasaran dengan argumen apalagi yang akan Ahmad berikan.

“Jar, kamu setuju nggak kalau suatu objek dikatakan ada, ketika ada objek lain yang bisa mendeteksi atau membuktikan keberadaan objek tersebut? Contohnya, visual itu adalah objek yang ada dalam realitas, karena visual bisa dideteksi oleh objek lain, yaitu mata. Atau, konsep itu adalah sesuatu yang ada dalam realitas, karena konsep itu bisa dideteksi oleh pikiran. Begitu pula dengan suara yang ada dalam realitas, karena ada telinga yang bisa mendeteksi suara tersebut,” opini Ahmad berargumen.

”Iya, gua setuju,” jawab singkat Fajar.

“Nah, itu artinya, kita tinggal mencari tahu objek apa yang bisa mendeteksi keberadaan Tuhan agar Tuhan bisa dikatakan ada.” Ahmad berhenti sejenak untuk membuang sampah ke tempat sampah yang ada di samping kursinya, kemudian kembali menjelaskan. “kita tahu bahwa kelima indra yang kita miliki tidak bisa mendeteksi keberadaan Tuhan. Itu artinya, Kita harus mencari objek lain yang serupa dengan Tuhan, yaitu objek yang ada dalam realitas, tetapi tidak bisa dideteksi oleh kelima indra kita.”

“Dalam penjelasan saya sebelumnya, saya memberikan contoh konsep. Memang benar, konsep adalah salah satu objek yang tidak bisa dideteksi langsung oleh lima panca indra manusia, tetapi bisa dideteksi langsung oleh pikiran manusia. Hanya saja, meskipun konsep sama dengan Tuhan, karena sama-sama objek yang tidak bisa dideteksi oleh lima panca indra kita, tetapi Tuhan tidak bisa dideteksi oleh pikiran manusia. Karena Tuhan sendiri melampaui pikiran manusia,” ucap Ahmad menerangkan.

“Jadi, kita harus cari objek lain selain konsep yang tidak bisa dideteksi langsung oleh lima Indra kita?” tanya Fajar menyimpulkan.

“Iya, benar sekali. Coba, kira-kira selain konsep, objek apalagi yang ada dalam realitas, tetapi tidak bisa dideteksi secara langsung oleh lima panca indra kita?” Fajar mulai berpikir untuk mencari jawaban dari pertanyaan Ahmad.

Usai berpikir sejenak, Fajar mengukir senyum di bibirnya. “jawabannya adalah perasaan.”

Ahmad ikut tersenyum. “nah, akhirnya kamu menemukannya.”

“Perasaan adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat langsung oleh lima panca indra kita. Ketika kita melihat seseorang yang sedang tersenyum, yang kita lihat adalah ekspresi orang bahagia, bukan perasaan bahagia itu sendiri. Ketika kita melihat orang yang sedang menangis, yang kita lihat adalah ekspresi kesedihan seseorang, bukan  rasa kesedihan orang itu sendiri. Ketika kita melihat wajah seseorang yang memerah dan mulut yang cemberut, yang kita lihat adalah ekspresi marah seseorang, bukan perasaan marah itu sendiri. Dan ekspresi-ekspresi itu bisa jadi bukanlah perasaan sesungguhnya yang dirasakan oleh seseorang, karena ekspresi-ekspresi itu bisa saja menipu atau hanya dibuat-buat,” tutur Ahmad menjabarkan.

“Jadi, perasaan adalah objek yang mirip dengan Tuhan, karena sama-sama tidak bisa dideteksi secara langsung oleh lima panca indra kita. Sebenarnya, objek yang bisa mendeteksi perasaan ini adalah hati atau ‘qolbu’ dalam istilah agama Islam. ‘Qolbu’ juga suka diterjemahkan sebagai akal. Namun, mau diterjemahkan sebagai hati ataupun akal, yang jelas sains menunjukkan bahwa ‘qolbu’ itu berada di otak, karena otak lah yang menghasilkan sensasi perasaan-perasaan emosional,” papar Ahmad yang membuat Fajar menahan tawa.

Teologi DealektikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang