31. Logical Fallacy

18 7 0
                                    

Happy reading :)

“Banyak hadis yang menceritakan pernikahan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Siti Aisyah radhiallahu anha. Tapi, saya akan bacakan hadis yang paling umum dan populer,” ucap Ahmad pada Fajar.

“Dari Hisyam bin Urwah, dari Aisyah radhiallahu anha berkata, 'Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke Madinah. Kami tinggal di tempat Bani Haris bin Khajraj. Kemudian aku terserang penyakit demam panas yang membuat rambutku banyak yang rontok. Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu apa maksudnya memanggilku. Dia menggandeng tanganku hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar. Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata, "Selamat, semoga kamu mendapat berkah dan keberuntungan besar". Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan tahun'. Hadis Bukhari nomor tiga ribu delapan ratus sembilan puluh empat,” tutur Ahmad membacakan hadis tersebut.

“Nah, dalam hadis ini, diceritakan bahwa Siti Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada umur enam tahun. Tetapi, Siti Aisyah baru hidup satu rumah dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada umur sembilan tahun, setelah hijrah ke Madinah. Hadis ini sering dijadikan senjata bagi orang-orang non muslim atau oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah seorang pedofilia. Tapi, saya akan coba menjelaskan hadis ini dengan bijak berdasarkan sudut pandang pada zaman itu.” Ahmad menarik nafasnya sejenak, lalu mulai menjelaskan.

“Setidaknya, ada dua logical fallacy atau kecacatan logika yang dilakukan oleh oknum-oknum atau orang-orang yang menduga bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah pedofilia. Pertama, jumping conclusion. Sekarang, coba saya tanya sama kamu, Jar. Kira-kira, menurut kamu Apakah kesimpulan yang akan saya berikan ini benar. Jadi gini, ada sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa apabila Budi lompat dari lantai sepuluh, Budi akan mati. Kemudian beberapa hari setelah pernyataan itu menyebar, Budi ditemukan tewas. Lalu, karena orang-orang pernah mendengar pernyataan bahwa Budi akan mati jika lompat dari lantai sepuluh, sehingga mereka menyimbulkan bahwa kematian Budi ini disebabkan karena Budi lompat dari lantai sepuluh.” Fajar menggeleng-gelengkan kepalanya usai mendengar ilustrasi atau analogi dari Ahmad tersebut.

“Nggak, kesimpulan lu itu salah. Memang terdengar masuk akal dan logis apabila kita mendengar pernyataan bahwa Budi akan mati jika lompat dari lantai sepuluh. Namun, bukan berarti ketika ada pernyataan seperti itu, lantas Budi disimpulkan mati karena lompat dari lantai sepuluh. Lompat dari lantai sepuluh memang dapat membuat Budi mati jika melompat, tapi kematian Budi tidak harus karena lompat dari lantai sepuluh. Kita tidak bisa menyimpulkan kematian atau penyebab dari suatu peristiwa secara sederhana seperti itu,” kata Fajar membantah.

Ahmad tersenyum dan membalas, “itulah yang saya maksud jumping conclusion. Pedofil zaman sekarang, justru tidak akan menikahi seorang anak kecil, melainkan menculiknya dan melecehkannya. Namun Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menikahi Siti Aisyah, bukan menculik Siti Aisyah. Selain itu, seperti yang sudah saya jelaskan, meskipun pedofilia adalah kecenderungan ketertarikan terhadap anak kecil, tapi tidak selalu orang yang menikahi anak kecil itu mengidap pedofilia. Jadi, meskipun pedofilia didefinisikan sebagai ketertarikan seksual terhadap anak kecil, bukan berarti Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengidap pedofilia hanya karena menikahi seorang anak berumur enam tahun. Apalagi, kemungkinan besar, seorang pedofilia akan langsung melakukan hubungan seksual dengan anak kecil yang sudah ia nikahi pada malam pertamanya. Tetapi, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menunggu Aisyah berumur sembilan tahun, barulah Siti Aisyah hidup serumah dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.”

Teologi DealektikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang