Happy reading :)
“Nah, Sekarang kita akan membahas mengenai pandeisme. Pandeisme berasal dari kata Yunani ‘pan’ yang artinya adalah semua dan kata Latin ‘Deus’ yang artinya adalah Tuhan. Konsep ini menggabungkan kepercayaan panteisme dan deisme. Kasus pandeisme ini mirip dengan kasus deisme yang pernah saya jelaskan sebelumnya.” Ahmad menghentikan penjelasannya sejenak.
“Berbagai teori menjelaskan munculnya kata pandeisme pada awal tahun seribu tujuh ratus delapan puluhan, namun salah satu penggunaan kata pandeisme yang paling awal dan jelas adalah pada tahun seribu delapan ratus lima puluh sembilan oleh Moritz Lazarus dan Heymann Steinthal. Jika deisme adalah konsep yang menutupi kekurangan dari teisme dan atheisme, maka pandeisme adalah konsep yang menggabungkan antara panteisme dan deisme, sekaligus menambal kekurangan dari masing-masing konsep ini. Tentu saja, kalian sudah bisa menebak bahwa saya tidak setuju dengan konsep kepercayaan semacam ini, sebab konsep ini hanya dibuat untuk menutupi dan menambal kekurangan dari konsep-konsep sebelumnya.” Fajar dan Ridho menganggukkan kepalanya.
“Sederhananya kayak gini. Pantheisme menggambarkan Tuhan sebagai alam semesta itu sendiri. Namun jika Tuhan adalah alam semesta itu sendiri, lantas Tuhan yang merupakan alam semesta ini berawal dari mana? Tidak ada penjelasan mengenai asal usul Tuhan yang merupakan alam semesta ini. Beberapa pantheis akan berargumen bahwa definisi Tuhan sendiri adalah yang tidak berawal dan tidak berakhir. Sehingga, alam semesta ini tidak ada awalnya. Sebab jika alam semesta ini adalah Tuhan, artinya alam semesta ini adalah sesuatu yang tidak berawal dan tidak berakhir. Namun hal ini tidak dianggap logis oleh beberapa pantheis yang lain. Sehingga mereka lebih memilih memadukan antara pantheisme dengan deisme,” papar Ahmad menjelaskan.
“Di sisi lain, deisme juga memiliki pertanyaan besar yang belum bisa terjawab. Jika deisme mempercayai bahwa Tuhan menciptakan alam semesta, kemudian alam semesta ini bekerja sesuai dengan apa yang telah Tuhan atur sebelumnya, sedangkan Tuhan sendiri tidak ikut campur lagi dalam proses berjalannya alam semesta, lantas Tuhan ngapain? Apakah Tuhan nganggur? Apakah Tuhan menonton berjalannya alam semesta ini? Hal-hal ini menjadi membingungkan dan tidak logis. Oleh karena itulah muncul pandeisme. Pandeisme menawarkan jawaban bahwa Tuhan pada awalnya menciptakan alam semesta ini. Setelah Tuhan menciptakan alam semesta ini dengan berbagai hukum alamnya, kemudian Tuhan menjalankan alam semesta ini. Dan setelah Tuhan menjalankan alam semesta ini, Tuhan menyatu dengan alam semesta sehingga Tuhan bukan menjadi entitas yang menonton alam semesta ini bekerja atau menjadi entitas yang menganggur, tetapi bergabung dengan alam semesta,” pungkas Ahmad mengakhiri penjelasannya.
“Lah, kok Tuhan jadi makin absurd sih? Gimana ceritanya sang pencipta alam semesta yang telah menciptakan alam semesta kemudian berubah menjadi ciptaan? Jika sang pencipta bergabung dengan ciptaannya, berarti sang pencipta menjadi ciptaan dong? Malah jadi aneh kalau digabung-gabungin,” komentar Fajar berpendapat.
Ahmad tersenyum seraya mengangguk. “maka dari itu, inilah akibatnya kalau kita menciptakan suatu konsep dengan tujuan untuk menambal kekurangan dari konsep-konsep sebelumnya yang ada. Bukannya makin logis, Tuhan malah makin absurd.”
“Sekarang, kita akan membahas mengenai monisme. Monisme adalah sebuah konsep filosofis yang menyatakan bahwa hanya ada satu realitas fundamental yang mendasari semua fenomena. Konsep ini memiliki beberapa ciri utama. Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut. Pertama, satu realitas. Segala sesuatu yang ada berasal dari satu sumber tunggal. Kedua, berbagai bentuk. Realitas fundamental ini dapat memanifestasikan diri dalam berbagai bentuk, seperti materi, energi, kesadaran, atau lainnya. Ketiga, penyatuan. Monisme bertujuan untuk memahami hubungan antara berbagai aspek realitas dan mencapai pemahaman yang menyeluruh tentang alam semesta,” tutur Ahmad menjelaskan.
“Secara bahasa, , monisme, berasal dari bahasa Yunani ‘monos’ yang artinya satu dan ‘isma’ yang artinya ajaran. Sehingga, monisme memiliki arti ajaran tentang satu. Monisme memiliki sejarah panjang, dengan akarnya dalam filsafat Yunani kuno. Tokoh-tokoh seperti Thales, Anaximander, dan Anaximenes adalah beberapa filsuf awal yang menganut paham Monisme. Monisme berkembang dalam berbagai bentuk sepanjang sejarah. Beberapa aliran Monisme yang terkenal adalah sebagai berikut.” Ahmad menghentikan penjelasannya untuk menarik nafas terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teologi Dealektika
SpiritualBerpikir kritis adalah sebuah kemampuan yang dibutuhkan oleh manusia agar dapat mengembangkan dirinya. Namun Bagaimana bila seseorang berpikir kritis mengenai agama dan eksistensi Tuhan? Apakah pemikiran kritisnya akan membuat iman manusia itu makin...