Happy reading :)
"Dari tekanan-tekanan dan pandangan rendah orang-orang terhadap perempuan pada saat itu, muncullah pemikiran untuk menyetarakan derajat laki-laki dan perempuan. Saat itulah, pipit-bibit feminisme muncul. Feminisme datang untuk menghapuskan patriarki yang membedakan derajat antara laki-laki dan perempuan. Nah, dari peristiwa sejarah ini, saya menemukan sebuah jalan Tengah mengenai feminisme dan patriarki dalam agama Islam, tante." Melinda memasang ekspresi penasaran dan menunggu penjelasan Ahmad.
"Agama Islam itu mengajarkan kita untuk saling menolong dan menghargai antar umat manusia tanpa harus melihat gender dan jenis kelaminnya. Perlindungan seorang laki-laki terhadap perempuan itu tidak dipandang rendah dalam Islam. Setiap manusia berhak untuk membantu satu sama lain, baik laki-laki terhadap perempuan maupun perempuan terhadap laki-laki. Tapi, agama Islam juga dengan tegas menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki peranan yang berbeda dalam kehidupan. Mau sebanyak apapun gaji seorang istri atau sekecil apapun gajih seorang suami dan sekecil apapun gaji seorang istri atau sebesar apapun gajih seorang suami, seorang istri haruslah menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang suami haruslah menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Seorang istri tidak boleh melepaskan tanggung jawab kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang suami juga tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang suami," ucap Ahmad menjelaskan.
"Keputusan untuk free child atau tidak memiliki anak dan memutuskan untuk tidak menikah sama sekali dengan sengaja itu adalah hal yang dilarang dalam Islam karena hal itu adalah penerapan filsafat feminisme yang terlalu berlebihan. Saking berlebihannya, orang-orang itu sampai melewati fitrah makhluk hidup untuk berkembang biak dan bereproduksi. Jadi agama islam itu tidak menolak feminisme seutuhnya, tetapi tidak menerima feminisme seutuhnya juga. Di agama Islam lah saya bisa menemukan keseimbangan dalam hal kesetaraan gender ini. Laki-laki dan perempuan tetap bisa menjalani perannya secara fitrah biologis dalam kehidupan, tetapi perempuan tidak dibatasi untuk menempuh pendidikan dan bekerja dalam pekerjaan yang disukai selama tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang istri apabila sudah menikah atau tanggung jawabnya sebagai seorang anak apabila masih memiliki orang tua," beritahu Ahmad menerangkan.
"Selain itu, apabila suami istri memiliki problem di mana salah satu dari mereka tidak dapat menunaikan kewajibannya, maka pasangannya yang lain boleh membantu atau menggantikan posisinya. Intinya, agama islam itu tidak memiliki hukum yang sepenuhnya mutlak dan tidak dapat diganti, karena beberapa kondisi mengharuskan hal-hal seperti itu, agama Islam memaklumi dan memperbolehkan. Sehingga, bagi saya agama Islam adalah jawaban bagi keseimbangan mengenai feminisme." Ahmad pun menghentikan dan mengakhiri penjelasannya.
Bertepatan dengan hal itu, Fajar kembali dari kamar mandi dan duduk kembali di kursinya. "Kamu ke mana aja, Jar? Buang air kecil kok lama banget?" tanya Ahmad dengan penuh menyelidik.
Fajar menggaruk rambutnya yang tak gatal sambil berkata, "hehehe, tadinya cuman pengen buang air kecil doang, tapi ternyata mules. Jadinya lama deh."
Ahmad dan Melinda menggeleng-gelengkan kepalanya Tak habis pikir. "nah, ngomong-ngomong soal gender nih, Tante mau nanya lagi sama kamu. Menurut kamu bagaimana sih cara kita untuk menyikapi orang-orang yang lgbt? Apakah kamu berpikir bahwa lgbt itu adalah penyakit yang dapat disembuhkan, ataukah lgbt itu adalah kondisi biologis bawaan lahir yang tidak dapat disembuhkan?"
"Hmm, pembahasan yang menarik, Tante. Saya punya pandangan yang cukup berbeda mengenai hal ini. Saya akan mulai dari pandangan umum orang-orang dulu ya." Ahmad menyamankan posisi duduknya sebelum menjelaskan.
"Jadi gini. Secara umum, ada dua pendapat mengenai lgbt ini. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa lgbt bukanlah penyakit. Hal ini biasanya dikemukakan oleh orang-orang atheis atau agnostik yang meragukan Tuhan atau bahkan agama. Mereka lebih cenderung mengikuti ilmu pengetahuan yang memang membuktikan bahwa lgbt bukan penyakit. Dari sini pula mereka menyimpulkan bahwa Tuhan tidak ada, sebab kalau Tuhan ada artinya Tuhan tidak adil dengan melarang praktek lgbt tetapi menciptakan manusia dengan kelainan lgbt yang dimilikinya dari sejak lahir dan tidak dapat disembuhkan, karena bukan penyakit. Selain itu, pembuktian sains bahwa lgbt bukan penyakit itu juga yang menjadi alasan para lgbt membenarkan perbuatan lgbt nya karena itu adalah bawaan lahir mereka." Fajar menengok ke arah jam dinding dan melihat waktu yang tertera sudah menunjukkan pukul 14.20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teologi Dealektika
SpiritualBerpikir kritis adalah sebuah kemampuan yang dibutuhkan oleh manusia agar dapat mengembangkan dirinya. Namun Bagaimana bila seseorang berpikir kritis mengenai agama dan eksistensi Tuhan? Apakah pemikiran kritisnya akan membuat iman manusia itu makin...