Happy reading :)
Ahmad menggelengkan kepalanya. “nggak, saya tidak mengatakan bahwa manusia tidak boleh sama sekali mengharapkan surganya Allah. Yang saya maksud, manusia harus menjadikan rasa cinta dan kesadaran bahwa kewajiban seorang hamba adalah beribadah kepada Tuhannya sebagai prioritas tujuan utama ibadah. Boleh-boleh saja jika ingin mengharapkan surganya Allah, namun Jangan jadikan itu sebagai satu-satunya alasan utama kamu beribadah.”
“Ibaratnya kayak gini, Jar. Jika kamu bekerja di bidang yang kamu sukai atau bidang hobi kamu, yang kamu rasakan adalah rasa senang, gembira, serta bahagia. Kamu melakukan hal itu karena kamu cinta dengan pekerjaan yang kamu lakukan. Mungkin saja, kamu juga berpikir bahwa pekerjaan yang kamu lakukan sudah lebih dari cukup untuk menyenangkan hati kamu dan gaji yang kamu dapatkan hanyalah bonus tambahan. Begitu pula jika kamu sudah cinta dengan Allah, Jar. Hanya dengan bertemu Allah tiap hari dalam salat atau dalam kehidupan sehari-hari, hal itu sudah cukup untuk menyenangkan hati kamu. Kamu juga akan berpikir bahwa surga beserta kenikmatannya adalah bonus tambahan yang Allah berikan pada kamu,” ucap Ahmad menjelaskan.
“Menurut kamu, kira-kira apa yang paling dirindukan dari rumah tempat kamu tinggal apabila suatu saat kamu pergi lama meninggalkan rumah itu? Apakah barang-barang berharganya? Apakah suasana rumahnya? Apakah kasurmu yang empuk? Saya yakin semua hal itu memang adalah hal-hal yang kamu rindukan, tapi ada satu hal yang pasti kamu rindukan melebihi dari semua itu.” Fajar menghentikan ucapan Ahmad dan menyahut perkataannya.
“Biar gua tebak, pasti orang tua, terutama Ibu,” terka Fajar yang langsung dibalas anggukan kepala Ahmad.
“Yaps, kamu benar, Jar. Hal yang paling dirindukan dari sebuah rumah adalah kasih sayang orang tua, terutama Ibu kita. Jadi bagi saya, layaknya seorang Ibu yang paling dirindukan dari sebuah rumah, maka begitu pula Allah yang paling Saya rindukan. Sedangkan surga itu seperti bagian-bagian rumah lainnya yang mungkin Saya rindukan juga, tetapi menempati urutan kedua,” tutur Ahmad pada Fajar.
“Bahkan, kalaupun Allah memasukkan saya ke dalam neraka kelak dan menyiksa saya, saya akan lebih bisa menerima hal itu daripada saya disiksa oleh manusia yang tidak memiliki hak untuk menyiksa. Mungkin terdengar gila, namun seperti itulah orang-orang yang sudah cinta kepada Allah. Mereka tak peduli surga dan neraka itu ada atau tidak, yang mereka pedulikan hanyalah bertemu dengan rab mereka,” ungkap Ahmad pada Fajar.
“Hahaha, mana Mungkin lu masuk neraka, orang gua pernah dapat ceramah bahwa umat Islam pasti masuk surga Meskipun mereka berbuat kesalahan. Memang sih, umat muslim yang memiliki dosa lebih banyak daripada pahalanya akan disiksa dulu di neraka sampai dosanya terhapus, kemudian akan dimasukkan ke dalam surga-nya Allah. Tapi, bagi gua sih itu nggak adil, karena banyak orang non muslim yang berbuat baik tapi mereka sudah dipastikan masuk neraka.” Ahmad hanya tersenyum mendengar gerutuan dan kritikan Fajar itu.
“Jar, menurut kamu adil enggak Kalau ada seseorang yang membersihkan sebuah gedung perkantoran, tetapi seseorang ini bukanlah karyawan kantor itu, kemudian karena bos gedung perkantoran itu mengetahui bahwa seseorang itu membersihkan gedung perkantorannya, maka bos itu memberikan gaji kepada seseorang itu dengan nominal yang sama dengan gaji karyawannya?” Fajar menggelengkan kepalanya.
“Ya Nggak adil lah. Pertama, gaji karyawan itu memang merupakan hak dari setiap karyawan. Kalau mau dapat gaji, artinya harus melamar dan jadi karyawan di perusahaan itu. Kedua, beban pekerjaannya beda. Jika seseorang yang bukan karyawan itu membersihkan gedung perkantoran tersebut, hal itu akan berbeda dengan OB yang mungkin juga bertugas untuk membersihkan gedung perkantoran tersebut, namun ditambah dengan beban tanggung jawab karena OB juga adalah bagian dari karyawan kantor dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga nama baik perusahaan. Jadi, nggak adil apabila seseorang yang tidak berstatus sebagai karyawan kantor mendapatkan gaji yang setara dengan karyawan kantor itu,” jawab Fajar menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teologi Dealektika
SpiritüelBerpikir kritis adalah sebuah kemampuan yang dibutuhkan oleh manusia agar dapat mengembangkan dirinya. Namun Bagaimana bila seseorang berpikir kritis mengenai agama dan eksistensi Tuhan? Apakah pemikiran kritisnya akan membuat iman manusia itu makin...