"Masih ingat pulang juga kau."
Haechan menoleh, saat suara kakak laki-lakinya terdengar. Di dekat ruang tamu, terdapat Mark yang berdiri dengan tangan yang dilipat.
"Apakah kau dibenci oleh temanmu?"
"Hyung, tau darimana?"
"Apa yang tidak aku tau? Bahkan penyebab temen-temen mu pada membenci mu saja aku tau..."
Haechan menghembuskan nafasnya, sejenak dia memejamkan matanya lantas berlalu pergi dari sana.
"Sekarang kau sadar kan kenapa kau disebut pembunuh?" Haechan yang hendak menaiki tangga segera berhenti dan terdiam.
"Aku bukan pembunuh, Hyung..."
"Kau masih mengelak lagi? Kau sudah membunuh eomma dan appa, sekarang kau malah membuat temen mu lumpuh?"
"Apakah eomma menyesal melahirkan anak seperti mu, Haechan? Kalau aku jadi eomma, aku tidak akan mengorbankan nyawa ku demi melahirkan anak pembawa sial seperti mu. Jujur ya, Chan. Sampai sekarang aku tidak mengerti, kenapa ya? Eomma lebih milih buat lahirin dirimu daripada pertahanin nyawanya? Kenapa juga Tuhan membiarkan kau hidup? Harusnya kau mati saja, biar hidup keluarga ku tenang dan damai."
Bahu Haechan bergetar, kedua tangannya yang terkepal gemetar. Dia berusaha mati-matian untuk menahan air matanya. Perkataan Mark kali ini cukup membuat hatinya sakit.
"Kenapa diam saja? Biasanya kau membantah ucapan ku. Bahkan kau membentakku, sekarang kenapa diam saja? Oh, apa ucapan ku memang benar?"
Lama Haechan terdiam disana, mendengarkan ucapan Mark. Tanpa membalas dan pamit Haechan berlari menaiki lantai dua dan dia membanting pintu kamarnya.
Brak!!
Mark sedikit tersentak saat pintu kamar adiknya dibanting. Mark menghela nafasnya dia melangkahkan kakinya untuk duduk di sofa. Mark termenung di ruang tamu tanpa melakukan apapun.
***
Seminggu sudah Jaemin berada di rumah sakit dengan ditemani oleh kedua sahabatnya. Haechan? Pria itu selalu berkunjung, namun Jaemin selalu mengusirnya.
"Na, sampai kapan kau akan membenci Haechan?" Jaemin menoleh. Pertanyaan yang terus Jaemin dengar dari mulut Renjun.
"Sampai aku bisa berjalan lagi dan sampai dia mati."
"Jaem?!" Renjun terkejut.
"Wae, Renjun~ah? Apa perkataan ku salah?"
"Tentu saja salah! Apa maksudmu mengatakan seperti itu?! Sadar, Na! Dia sahabat mu. Kau paling dekat dengan Haechan!"
"Itu dulu, Renjun. Sekarang bukan lagi."
Ceklek!
"Ada apa? Apa yang sedang kalian bicarakan?" Itu Jeno.
"Tidak ada apa-apa. Bagaimana? Aku sudah boleh pulang kan?"
Pria kelahiran April itu mengangguk. "Cepat bersiap. Aku akan membeli makan dulu," Setelahnya Jeno kembali pergi.
***
Haechan menidurkan kepalanya di meja belajarnya. Dia baru saja pulang dari sekolah yang kembali mengerikan. Ya, dia kembali di bully.
Kedua tangan Haechan menarik pelan helai-helai rambutnya. Bahu Haechan terlihat bergetar, ini sudah lama sejak terakhir kali dia mendapat perundungan.
Biasanya jika dia masih dirundung, pasti Jaemin Jeno dan Renjun yang akan pasang badan untuk melindunginya. Tapi sekarang? Mereka kembali tidak perduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sayang Hyung [HIATUS]
De TodoCerita seorang kakak adik yang awalnya saling menyayangi. Namun, sang kakak entah kenapa menjadi sangat benci pada adiknya. 'Kau pembunuh!' 'Kau bukan adik ku, dasar pembunuh!' 'Aku bukan pembunuh, Hyung...' 'Hyung...sakit.' 'Haechan~ah...bertahanla...