18 ; Get You Back

26.9K 1.1K 50
                                    

🍷🍷🍷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🍷🍷🍷

“Lumi ... ini beneran lo? Gue gak mimpi? Kenapa lo jadi cant—”

“Bisa diem gak?!”

Dalam sekali bentakan, sukses mengunci mulut Karlo yang tak bosan berceloteh. Akhirnya cowok itu bungkam, meskipun ekspresi wajah tak dapat berbohong. Masih diliputi raut kebimbangan.

Pertama kalinya, dia mendengar Lumi membentak.

Kini, lengan Karlo digenggam kuat, diseret berlari menaiki anak tangga menuju rooftop. Bukannya meladeni warga sekolah yang tadi ribut di kelas karena perubahan Lumi, justru gadis itu memilih membawa Karlo pergi entah akan diapakan.

“Mi, lo mau bawa gue ke mana?”

“Diem. Ikut aja.”

“Kenapa kabur dari rumah? Dua minggu lo tinggal di mana? Kenapa sekarang lo kayak gini? Seenggaknya kasih gue kabar—”

Sudut bibir Lumi berkedut muak.

“Pikir sendiri.”

“Jadi bener Gael yang ngerubah lo?”

“Gak usah nyalahin orang,” tepis Lumi jengkel, Karlo mati-matian menahan luapan emosi atas jawaban singkat si gadis.

“Hapus make up lo, sekalian ganti seragam. Gue benci liatnya.”

Lumi terkekeh sinis. “Kenapa? Sekolah aja gak ngelarang.”

“Gue yang larang.”

“Sok ngatur.”

“Karena lo makin cantik. Gue gak sudi lo jadi tontonan lawan jenis.”

Apa-apaan omong kosong itu? Lumi geli mendengarnya. Berkali-kali Karlo menyiksanya, membully-nya, mempermalukannya dari dulu, baru sekarang mengakui Lumi cantik? Sungguh, jika ada yang menganggap Karlo mengidap gangguan kejiwaan, Lumi pasti percaya.

Bahkan sekalipun Karlo mengaku cinta, di telinga Lumi rasanya seperti komedi. Saking terlalu lama dipermainkan.

Ketika tiba di area rooftop, barulah Lumi meleraikan genggamannya pada tangan Karlo. Mereka tegap berhadapan, di bawah terik surya serta situasi rooftop yang sepi.

“Oke, aku mulai bahas sekarang,” seru Lumi, menarik napas panjang lalu diembuskan.

“Pertama, alasan aku kabur selama dua minggu. Harusnya nggak perlu dijelasin, itu tergantung logika kamu.”

SinisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang