25 ; Night of Madness

12K 582 6
                                    

__________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________


Kring!

Malam hari, bel yang terpasang di atas pintu bergoyang kecil dan berbunyi otomatis. Pemuda terbalut kemeja dark blue dengan potongan rambut agak coklat membuka pintu toko bunga itu secara perlahan, disambut bunyi bel pintu yang sempat terdengar.

Begitu masuk, mata letihnya berubah segar saat aroma berbagai bunga merebak. Dia berjalan ke dalam, sesekali melirik bunga menarik yang berjajar di tiap sisi toko.

Bunga peony, kesukaannya, tampak mekar cantik tanpa malu-malu.

Sayang sekali toko bunga ini terletak di area sepi. Mau siang atau malam seperti sekarang, tidak ada yang berminat berkunjung. Hanya pemuda itu di dalam sana.

“Sanja?”

Mendengar itu, Sanjana yang tengah berjongkok menciumi bunga peony tersentak. Dia menengok, lalu berdiri spontan, ketika tahu ada gadis berkacamata yang dikenalnya memanggil di balik kasir.

“Lumi? Lo ngapain di sini?” tanya Sanjana, berlari kecil menuju kasir toko.

Tersenyum kikuk, Lumi menggaruk pipinya sekilas.

“A-aku juga kaget kamu ke sini. Biasanya nggak ada yang mampir.”

“Lo kerja?”

“Iya ... aku ... udah lama kerja di sini. Sekalian bantu Bi Arum yang kerja sendirian. Yah, itung-itung bisa bayar SPP sama biaya harian juga,” beber Lumi sungkan, mengamati toko yang sunyi penuh aneka bunga.

Teringat sesuatu, refleks Sanjana nyeletuk.

“Bukannya lo tinggal bareng Karlo? Setau gue dia anak konglomerat.”

Lumi tersenyum miris.

“Ya, memang. Tapi itu nggak menjamin aku punya uang. Sejak Om Sanji meninggal, aku terpaksa nyari kerja. Tapi Karl, dia dapat uang dari ikut tanding boxing sama balapan.”

Mendengus ringan, Lumi lanjut berbicara.

“Tapi aku nggak tau kabar dia sekarang. Dari minggu lalu aku udah tinggal di rumah Gael.”

Sanjana mengangguk paham. “Gue juga tau dari si Gael. Lo kabur karena disekap sebulan, kan?”

“Emm ... ya ... gitu.” Intonasi suara Lumi mulai terputus-putus, seperti tak ingin membahas hal itu lagi.

SinisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang