Usai membeli beberapa setel pakaian, Meisha diajak oleh sang mama untuk memasuki toko sepatu. Ia sempat menolak saat mamanya itu menyuruhnya mencoba sebuah hells keluaran terbaru yang pasti harganya tidak murah.
"Bagus nggak, Bar? Di kaki adik kamu?" ujar Mely meminta pendapat Bara.
Meisha menatap Bara sambil menggelengkan kepala. Ia tidak sedang ingin membeli sepatu baru karena miliknya masih sangat bagus.
"Bagus," jawab Bara sambil tersenyum.
"Ya udah. Kita bungkus yang itu aja ya?"
"Nggak usah, Ma. Lagian Meisha nggak perlu sepatu baru," tolak Meisha. Selama ini sudah terlalu banyak yang diberikan Mely padanya. Ia takut tidak bisa membalas nantinya.
"Nggak papa, Sayang. Mumpung ada Bara di sini. Kamu bebas mau belanja apa aja," kata Mely sambil menepuk bahu Bara. "Benar 'kan Bar?"
"Iya," sahut Bara sambil meraih kartu debit dari dompetnya. Lantas, lelaki itu mengikuti penjaga toko yang akan memperoses sepatu Meisha tadi.
"Kamu nggak perlu nurutin omongan Mama," ujar Meisha pada sang kekasih ketika mama mereka melihat-lihat yang lain.
"Nggak papa kok. Kalo emang ada yang mau dibeli, kamu bilang aja ke aku."
"Bar, pleasee, jangan begini."
"Kenapa sih, Ba—" Awalnya Bara bermaksud mengelus rambut Meisha seraya memanggil wanitanya itu dengan sebutan Baby, tetapi ia langsung mengurungkan niat saat mamanya datang menghampiri mereka.
"Udah?"
"Udah kok, Ma. Mau ke mana lagi habis ini?"
Akhirnya malam itu, Bara tak hanya menjadi pembayar tagihan belanjaan sang mama dan Meisha. Tetapi, ia juga yang harus membawa belanjaan itu menuju mobil.
"Kapok nggak nemenin kami belanja?" tanya Meisha kepada Bara saat mama mereka kini sedang memesan roti.
"Asal sama kamu, aku nggak bakalan kapok."
"Gombal banget sih pacar aku. Harusnya tadi kamu di rumah aja loh. Jadinya nggak keluar duit. Nggak capek juga ngangkutin belanjaan. Soalnya gara-gara ada kamu, Mama keknya sengaja belanja banyak."
"Nggak papa, Baby. Soalnya kalo bukan buat kalian, siapa lagi yang harus aku bahagiain?"
"Bisa aja. Sengaja ya nyeneningin aku dulu?" tanya Meisha menyelidik yang Bara tanggapi dengan kekehan.
"Tapi besok beneran jadi 'kan?"
"Iya. Nggak percayaan banget sih kamu."
"Bukannya nggak percaya, tapi aku itu udah nggak sabar lagi loh, Baby. Habisnya kangen banget pengen ngegoyang kamu lagi," jawab Bara yang membuat Meisha merona karena merasa jengah bercampur malu.
Setelah urusan belanja sudah beres, mereka segera pulang lantaran hari semakin malam. Pun, Mely sudah mendapat pesan dari suami yang menyuruh mereka untuk segera pulang. Dengan alasan membawakan belanjaan sang adik, Bara mengikuti Meisha ke kamar. Saat sudah berada di kamar wanitanya itu, lelaki itu malah memeluk dan mencium ganas bibir Meisha.
Awalnya Meisha sempat terkesiap menerima ciuman tiba-tiba dari kekasihnya itu. Namun, lama-kelamaan ia memejamkan mata sambil membalas, bahkan menekan tengkuk Bara.
"Dp-nya dulu," bisik Bara di depan bibir sang kekasih. Ia tersenyum seraya menatap mata Meisha. Kemudian, dilumatnya lagi bibir yang sudah menjadi candunya itu.
"I love you."
"I love you too."
Bara mengacak rambut Meisha dan memberi kecupan selamat malam di kening kekasihnya itu. Setelah itu pun, ia kembali ke kamarnya. Sepertinya malam ini, ia akan tidur nyenyak. Mengingat tadi sudah dapat suntikan vitamin berupa ciuman bibir dari Meisha. Pun, besok mereka sudah memiliki janji untuk bercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Brother
RomanceWarning 21+ Jatuh cinta pada adiknya yang ternyata juga memiliki rasa yang sama, itulah yang terjadi pada Bara. Ia diam-diam memacari adiknya. Tetapi hubungan mereka kandas karena sang adik memutuskannya secara sepihak. Lantas, pergi meninggalkannya...