19. Anak Kita

942 84 4
                                    

Semalaman Bara berpikir keras, tapi masih saja tidak dapat mengingat kejadian seperti yang sudah kedua orang tuanya katakan. Ia benar-benar tidak bisa mengingat peristiwa saat dirinya dan Meisha berhubungan badan. Benarkah dirinya memang pernah meniduri Meisha ketika sedang mabuk?

Bara meneguk ludah ketika malah teringat akan kejadian kemarin malam, saat dirinya mabuk dan terbangun bersama perempuan. Sepertinya memang benar kalau dirinya dan Meisha memang sudah pernah berhubungan.

Memikirkan kalau ternyata dirinyalah orang pertama untuk Meisha, entah mengapa dada Bara berdebar kencang. Pastinya ia merasa bahagia karena ternyata hanya dirinya yang pernah menyentuh Meisha. Tetapi, Bara juga merasa bersalah karena secara tak sengaja malah sudah meniduri wanita lain.

Sebab tak sabar lagi ingin bertemu Meisha, Bara langsung menemui sang mama setelah selesai mandi dan berganti berpakaian. Pria itu ingin menanyakan semuanya kepada sang pujaan hati secara langsung agar lebih jelas.

"Meisha di rumah sakit Kasih Ibu di lantai 2, kamar Melati no 122."

Jawaban yang keluar dari mulut sang mama tentunya berhasil membuat Bara terkejut. Ia merasa bersalah karena sudah mengabaikan Meisha. "Meisha sakit, Ma?"

"Bukan Meisha. Tapi anak kalian."

Anak kalian? Anaknya bersama Meisha? Ahh, Bara masih tidak menyangka kalau ternyata dirinya dan Meisha sudah mempunyai anak.

"Bara pergi dulu, Ma," pamitnya sebab sudah tidak sabar ingin bertemu Meisha dan anak mereka.

Setelah menempuh setengah jam perjalanan, Bara pun tiba di rumah sakit yang mamanya sebutkan tadi. Lelaki itu langsung menuju ke kamar putri kecilnya dirawat. Sesampainya di depan pintu kamar, Bara terdiam sejenak karena mendadak dirinya diserang perasaan gugup.

Ketika Bara memutuskan mengetuk pintu itu, tiba-tiba Meisha lebih dulu keluar dari sana. Wanita itu sempat terkesiap kala mendapati kehadiran Bara. Tentulah Meisha kaget kalau mengingat kejadian kemarin saat Bara tidak mau mendengarkan penjelasannya.

"Aku kangen kamu, Sha," ujar Bara langsung memeluk Meisha begitu saja. Bara mendekap erat wanitanya itu, sambil sesekali mencium puncak kepalanya. Meisha membalas dengan melingkarkan tangannya di pinggang Bara.

"Aku juga."

"Maafin aku ya, Sayang," gumam Bara yang dibalas anggukkan oleh Meisha. Saat dirasa sudah cukup berpelukan, mereka melepaskan diri. Meski begitu, Bara tak berniat melepas pegangan tangannya dari Meisha.

"Kamu tau dari mana, kalo aku ada di sini?"

"Dari Mama."

"Berarti kamu juga tau?" tanya Meisha lagi. Sengaja menggantungkan ucapannya karena ingin melihat respons Bara.

"Hmn. Jadi beneran?"

"Apanya?"

Huh. Meisha merutuk karena pipinya terasa memanas gara-gara ditatap intens. Padahal tak sekali dua kali Bara pernah menatapnya seperti itu.

"Beneran kita udah punya anak?" ulang Bara memperjelas. Pandangannya tidak berpindah sedikit pun dari Meisha. Hingga kemudian ia bisa melihat Meisha mengangguk pelan.

"Kapan kita bikinnya? Kok aku sampai nggak tau?" tanya Bara pelan.

Wajah Meisha yang tadinya sudah memerah, sekarang semakin bertambah merah setelah mendapat pertanyaan seperti itu dari Bara. Yang mana pertanyaan itu berhasil membuat Meisha mengingat kenangan beberapa tahun lalu. Kenangan tak terlupakan yang akhirnya menjadikan mereka sebagai orang tua.

"Kamu mabuk waktu itu. Mana mungkin bisa ingat," jawab Meisha sembari memalingkan wajah. Berusaha menghindari tatapan Bara.

"Tapi kamu masih ingat 'kan? Boleh ceritain detailnya? Siapa tau aku bisa ingat," tambah Bara yang tak dihiraukan oleh Meisha sebab merasa salah tingkah. Wanita itu bermaksud menghindar dengan kembali masuk ke kamar rawat Aruna. Tentu saja Bara ikut menyusul.

Dangerous BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang