20. Laporan Aruna

713 72 3
                                    

"Jadi, gimana ceritanya, Babe?" tanya Bara kepada Meisha setelah putri mereka terlelap damai dalam tidurnya.

"Apanya?" tanya balik Meisha tak mengerti. Ia menarik selimut sebatas dada bermaksud menyusul Aruna ke alam mimpi.

"Proses kita bikin Aruna."

Pipi Meisha praktis merona ketika mendapat pertanyaan seperti itu. Tidak ingin menjawab pertanyaan Bara itu, ia segera memiringkan badannya membelakangi Bara juga anaknya.

Bara berdecak tak suka karena Meisha yang malah menghindar. Padahal ia sudah sangat penasaran mengenai rincian peristiwa yang sudah menjadikannya seorang ayah tanpa ia ketahui. Setelah menyingkap selimutnya, pria itu melangkah mengitari ranjang demi untuk menghampiri Meisha. Kemudian, langsung ia peluk dan tindih wanitanya itu.

"Baraaa apa sih!" gerutu Meisha sebab mulai terasa sesak karena ditindih tubuh lelaki itu.

"Ceritain sekarang nggak, Babe? Atau kamu pengen nggak aku bikin tidur sampai pagi?" ancam Bara sembari membelai pipi Meisha.

"Ada Aruna juga!"

"Berarti kalo nggak ada Aruna, kamu mau?" tanya Bara lagi seraya mengedipkan mata.

"Nggak gitu juga. Apa sih, mesum mulu deh," rutuk Meisha mulai jengah. Saat seperti ini saja, Meisha malah merasa jika Bara cukup berat. Tetapi mengapa saat mereka bercinta tidak?

"Ya makanya ceritain, Sayang," gemas Bara.

"Iya-iya," pasrahnya yang dibalas senyuman Bara. Lelaki itu menyingkir dari atas Meisha sebab ingin menggeser putri mereka. Supaya dirinya bisa lebih leluasa berpelukan dengan Meisha.

Meisha yang menyadari tingkah Bara hanya geleng-geleng kepala. Saat telah memastikan putri mereka nyaman dalam tidurnya, Bara pun kembali memeluknya.

"Jadi, kapan kejadiannya?" tanya Bara tidak sabaran.

"Nggak lama setelah kita putus. Kamu ingat pernah minum alkohol nggak?" tanya Meisha berusaha membantu lelaki itu mengingat.

"Seingat aku emang iya. Aku sama Alan pergi ke bar waktu itu," sahut Bara membenarkan. "Jadi saat itu aku nidurin kamu pas mabuk?"

"Hmn," angguk Meisha singkat.

"Tapi kenapa besoknya aku nggak ngerasain apa-apa? Apalagi pakaianku juga masih utuh. Nggak keliatan kayak orang habis begituan."

"Kita ngelakuinnya di kamar aku. Ya jelaslah jejaknya juga ada di sini. Terus kalo pakaian kamu, emang udah dipasangin Papa. Soalnya aku nggak pengen kamu tau, karena tadinya aku pengen kita putus."

Bara terhenyak mendengarnya. Bisa-bisanya Meisha malah tidak ingin dirinya tahu kalau ternyata mereka sudah pernah tidur bareng. "Kamu sempat nolak? Atau cuma pasrah aja soalnya yang nidurin aku?" tanya Bara yang bermaksud menggoda.

"Ya jelaslah aku nolak. Tapi emang kamunya aja yang nggak sadar. Mana kamu langsung masukin pas aku belum basah banget," cerita Meisha dengan pipi yang kembali bersemu.

"Maaf ya, Sayang. Pasti sakit ya? Andai aja aku sadar, aku pasti pelan-pelan masukinnya biar kamu nggak kesakitan."

"Kalo kamu sadar, udah aku suruh berhenti."

"Yakin? Tapi kenapa pas kita di Korea kamu malah mau? Bahkan mancing duluan?" Bara mencolek dagu Meisha karena sengaja ingin menggoda sang wanita.

"Habisnya kamu suka modus grepe sana sini. Jadinya 'kan aku pengen ngerasain disentuh kamu lagi," jujur Meisha.

"Gemas banget sih kamu, Babe. Jadi pengen," balas Bara seraya mengulum telinga Meisha. Tangannya yang awalnya memeluk pinggang Meisha, kini sudah berpindah ke pinggul dan meremasnya lembut.

Dangerous BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang