O4; exhibition

134 29 10
                                    

Mara mengumpati dirinya berkali-kali, tak lupa tangannya juga ikut serta memukuli kepalanya. Mara luar biasa kesal pada dirinya sendiri, sebab di saat krusial seperti tadi, dengan bodohnya dia malah jatuh terjerembab. Mau tahu apa yang bikin Mara jatuh? Ini terdengar konyol, tapi Mara jatuh karena tersandung kaki sendiri.

Momen saat Mara kembali berdiri untuk melanjutkan langkahnya, dia melihat laki-laki itu sudah naik bus. Tadi rasanya Mara mau teriak memanggil laki-laki itu, tapi keburu bingung karena tidak tahu harus memanggil apa sebab Mara bahkan tidak tahu nama laki-laki itu.

Mara kembali meneguk minumannya, rasanya masih sangat kesal dengan kecerobohannya sendiri. Padahal mungkin tadi adalah satu-satunya kesempatan Mara agar bisa mengembalikan sapu tangan serta mengucapkan terimakasih. Entah kapan lagi Mara bisa bertemu lagi dengan laki-laki itu.

"Udah jam delapan," gumam Mara saat melihat jam di ponselnya. "Udah tiga jam gue disini."

Mara mendengus, "kemana lagi, ya? Gue lagi males balik ke kosan."

Lama berpikir namun tak juga menemukan ide mau kemana, Mara memilih untuk keluar saja dari cafè tempatnya berdiam diri sejak tadi. Mara sebenarnya mau menemui Yoana, sekadar untuk menjadi teman ngobrol dan sebagainya, tapi Yoana bilang bahwa dia akan ada acara malam ini bersama teman kantornya. Jadi sekarang Mara bingung harus kemana sebab dia tak punya teman lain selain Yoana.

Malam ini jalanan ramai, sebab tak seperti biasanya, hari ini hujan tidak datang. Memang sekarang sedang musim penghujan, jadi mendapati ada malam di mana hujan tidak turun, orang ramai berbondong-bondong untuk keluar.

Mara berjalan menyusuri trotoar bersama puluhan orang lainnya. Seperti biasa, telinganya tersumpal earphone. Mulutnya komat-kamit mengikuti lirik lagu yang dia dengarkan.

Sampai di sebuah pertigaan, mata Mara menangkap keramaian di depan sebuah gedung. Terlihat ada beberapa orang yang mengantre untuk masuk gedung tersebut. Lalu tampak sebuah banner bertuliskan JIPFEST (Jakarta International Photo Festival).

"Oh? Pameran fotografi?" Mara bergumam pelan. Karena merasa tertarik dan tidak tahu lagi harus kemana, Mara bertanya kepada salah satu orang yang antre dan ternyata pameran ini tidak dipungut biaya. Tanpa berpikir panjang, Mara segera mengikuti orang-orang untuk mengantre masuk.

Berhasil masuk, dan Mara dibuat kagum. Ada begitu banyak jenis foto yang Mara tak tahu apa artinya, tapi terlihat sangat indah. Mara terus berjalan menyusuri tiap foto yang dipajang, sampai tiba matanya tertuju pada sebuah potret abstrak yang menampilkan visual hitam-putih yang puitis; seperti serangkaian gambar batang pohon yang meneteskan cairan berwarna gelap.

Lama Mara terpaku pada potret itu, muncul suara seseorang menginterupsi. "Bagus, ya?"

Mara menoleh dan mendapati seorang perempuan berambut hitam panjang, "iya, bagus." Jawab Mara singkat.

"Ini salah satu karya dari fotografer muda yang belakangan lagi naik daun, Mbak tau?"

Mara menggeleng, sebab ia tidak tahu-menahu tentang dunia fotografi dan seisinya. Mara cuma kebetulan mampir kesini karena tidak tahu harus kemana.

"Karyanya Auriga Hattala, Mbak. Tau?"

Lagi-lagi Mara menggeleng disertai ringisan tak enak, Mara benar-benar tidak tahu apapun. "Saya kebetulan mampir karena tadi pas jalan lihat ada rame-rame, terus baca banner di depan dan ngerasa tertarik. Saya gak begitu ngikutin dunia fotografi."

"Oh? Iya sih, soalnya saya baru lihat Mbak sekali ini. Biasanya saya hapal beberapa pengunjung karena sering dateng tiap kali ada pameran."

Mara cuma mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya, tidak tahu harus menanggapi bagaimana.

IndestructibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang