O5; supermarket

126 30 11
                                    

Sudah seharian hujan turun tak berhenti sejak pagi tadi. Padahal ini adalah hari Minggu keempat dalam bulan ini, hari dimana biasanya Mara akan pergi belanja bulanan. Sekarang sudah jam lima sore dan Mara masih bergelung di bawah selimutnya.

Tidak mempunyai aktivitas apapun untuk dilakukan sejak pagi, Mara beberapa kali merasa ingin menangis. Rasanya masih saja asing memikirkan jika orang tuanya sudah berpisah. Berkali-kali Mara mencoba menahan untuk tidak meloloskan air matanya, yang berujung pada rasa sesak di dadanya. Mara sudah berjanji pada dirinya sendiri waktu itu, bahwa dia tidak akan terus-menerus menangisi keadaan orang tuanya yang tak lagi bersama. Tapi rasanya sulit ketika dia sedang sendirian seperti sekarang dan tidak memiliki aktivitas apapun untuk dilakukan.

Mara mengubah posisinya menjadi duduk, "apa naik GoCar aja, ya? Ya walau pasti mahal banget, apalagi udah sore dan hujan."

Mara mengacak rambut frustasi, tapi tetap melangkah ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Masa bodoh ongkosnya mahal, toh nanti dia bisa minta ayah atau ibunya lagi. Setidaknya walau Mara harus dipaksa menerima fakta bahwa keduanya berpisah, tapi uang jajannya harus tetap lancar. Bila perlu, harus ditambah sebagai kompensasi karena status Mara yang berubah menjadi anak broken home.

𓇼 ⋆。˚ 𓆝⋆。˚ 𓇼

Pukul setengah tujuh, Mara sampai di supermarket dimana dia biasa membeli kebutuhan bulanannya. Untungnya, tidak banyak orang malam ini. Dia hanya menemukan satu-dua orang sedang bengong di depan rak display.

Cukup lama memutari beberapa rak dan mendapatkan apa yang dimau, akhirnya Mara sampai pada rak terakhir yang akan dia tuju; rak mie instan! Mara kerapkali menjadwal kapan dia harus makan mie instan. Dia juga membuat daftar rasa apa yang harus dia makan bulan ini.

Tapi kali ini Mara dibuat agak bimbang sebab ada varian rasa yang baru dirilis. Dia ingin membelinya, tapi itu berarti dia harus mengganti salah satu varian yang sudah ada di daftar belanjanya. Mara benar-benar merasa galau.

Saking galaunya mau memilih yang mana, Mara tak sadar bahwa dia jongkok di depan rak cukup lama. Cukup lama sampai seseorang menginterupsinya dari pikirannya sendiri.

"Maaf, boleh geser?" Suara seorang laki-laki memasuki indera pendengaran Mara, membuat Mara terkejut.

Mara yang kaget langsung reflek berdiri, membuat pijakan kakinya tidak begitu kokoh yang berakhir dengan dirinya jatuh dengan pantatnya mendarat terlebih dahulu. Mara mengaduh, pantatnya terasa sangat-sangat sakit. Sementara laki-laki yang menginterupsi Mara tadi, mencoba membantu Mara untuk berdiri.

"Maaf ngagetin, sampek bikin jatuh." Si laki-laki mencoba meminta maaf.

Mara masih menunduk menepuki pantatnya, sok menghilangkan debu di bagian tubuhnya, tapi nyatanya dia mencoba menepuk pantatnya yang terasa sakit.

"Gak papa," kata Mara sambil mendongakkan wajahnya untuk menatap si laki-laki.

Mara bengong sebentar, "mas sapu tangan?!" Tembak Mara sambil tangannya menunjuk wajah si laki-laki.

Laki-laki itu agak terperanjat kecil, kaget tiba-tiba suara Mara meninggi. "Oh? Mbak halte?"

Mara mengernyit, "mbak halte?" Bingungnya, "oh? Iya! Gue yang nangis di halte kampus!" Lanjut Mara begitu mengerti maksud si laki-laki.

Si laki-laki cuma mengangguk, bingung mau menanggapi bagaimana.

"Aduh, gue lagi gak bawa sapu tangan lo. Biasanya gue selalu bawa, kali aja papasan atau ketemu di jalan." Mara berujar lagi.

"Simpen aja, gak perlu dibalikin." Balas si laki-laki, beralih ke rak mie instan.

"Beneran?"

"Iya, simpen aja."

IndestructibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang