21; the foolish

61 27 3
                                    

Dalam sebulan, ada hari dimana Mara, Yoana, serta Jemian akan berkumpul bersama. Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka untuk menghabiskan waktu bersama-sama seharian penuh—pergi makan di luar, menonton seluruh series Harry Potter, mencoba resep baru, bahkan pergi ke luar kota hanya untuk mencoba jajanan yang sedang ramai dibicarakan di sosial media, atau hanya sekadar duduk di balkon apartemen Yoana sambil sesekali sibuk membicarakan hidup.

Sudah beberapa bulan belakangan ini, rutinitas itu terhenti. Bukan dengan sengaja, tapi ketiganya—terutama Yoana dan Jemian—terlalu sibuk hingga kesulitan mencari waktu yang pas untuk berkumpul menghabiskan waktu bersama.

Hari ini, akhirnya rutinitas itu kembali terjadi. Walau pada awalnya Mara sedikit kesal sebab dia harus pergi ke rumah dosen pembimbingnya terlebih dahulu. Mara pikir, itu akan menghabiskan banyak waktunya. Namun beruntung, urusan itu berlangsung cepat dan tidak memakan waktu lama.

Jadi di sinilah Mara, bersama Yoana, Jemian, serta Atta, sedang makan bersama di salah satu restoran Jepang yang ada di bilangan Jakarta Pusat.

Awalnya Atta hanya berniat mengantar Mara, tapi ketika mereka sudah dekat ke tujuan, Mara menawarkan Atta untuk ikut makan bersama. Mara tahu Atta pasti akan menolak ajakan itu—menilik dari karakter Atta. Namun tebakan Mara salah total, Atta dengan entengnya menerima ajakan Mara, yang pada akhirnya membuat Mara sedikit kebingungan.

"Kok bisa gitu, sih? Gue tau dunia sempit, tapi gak sesempit ini juga, kan? Bisa-bisanya dosen pembimbing lo budenya Auri." Jemian berujar sambil tangannya sibuk memanggang daging.

"Itu namanya jodoh, Yang." Yoana berbicara dengan gestur berbisik di telinga Jemian, namun tentu saja, dengan suara sedikit dikeraskan. Membuat Mara maupun Atta bisa mendengarnya dengan jelas.

"Jodoh bapak lu!" Mara melempar Yoana dengan daun selada yang ada di depannya, Yoana dibuat terkikik geli karenanya.

"Jangan kasar sama Mama!" Jemian memelototi Mara, "lagian lucu sih, Ra. Lo kenal Auri dan ternyata beberapa orang yang lo kenal juga kenal sama Auri." Jemian sedikit terkekeh. "Jangan-jangan nanti ada lagi orang yang lo kenal juga kenal sama Auri juga."

"Ngomong apa sih lo, gak paham gue." Balas Mara malas.

Sementara Atta—orang yang mereka bicarakan, memilih untuk memanggang daging. Atta mendengar semuanya, tapi terlalu bingung juga mau menanggapi bagaimana.

"Makan dulu, Ra." Atta meletakkan daging yang sudah dipanggang di piring Mara.

"Makasih," ujar Mara menampilkan senyumnya.

Yoana dan Jemian yang ada duduk hadapan keduanya, melihat adegan barusan. Mereka kompak saling pandang dengan tatapan yang sulit diartikan, sambil bibirnya membentuk seringai tipis.

"Gue pengen bolu susu, deh." Celetuk Yoana, "tapi belinya langsung ke Lembang."

Mara sontak mengangkat kepalanya, "gila aja lo, sekarang udah jam berapa?"

"Ya tapi gue pengen, Ra." Yoana membalas dengan cemberut. "Please... ke Lembang, ya?" Yoana menampilkan wajah memelasnya.

"Enggak ah, besok senin. Besok juga gue harus nyerahin skripsi gue ke perpus." Mara kekeuh menolak usulan Yoana.

Mendengar itu, Yoana langsung merapatkan duduknya dengan Jemian dan merangkul lengannya. "Yang, Mara gak mau ke Lembang." Adu Yoana masih dengan wajah cemberutnya.

"Emang nyerahin skripsi harus pagi banget, Ra? Enggak, kan? Amanlah kalo cuma ke Lembang." Akhirnya Jemian ikut membantu Yoana untuk meyakinkan Mara. "Eh, Ri, lo juga ikut, ya. Besok ada schedule gak lo?" Jemian mengalihkan pandangannya ke Atta.

IndestructibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang