O9; two of us

111 28 14
                                    

Mobil yang Atta kendarai berhasil masuk di carport rumah Mara. Dengan susah payah, Atta kembali membantu Mara dengan cara menggendongnya. Mara juga berusaha merogoh tas selempangnya mencari kunci rumahnya. Tak butuh lama, Mara berhasil menemukannya dan sesegera mungkin membuka pintu. Sampai di ruang keluarga, Atta dengan hati-hati meletakkan Mara di sofa.

"Makasih, Ta." Ucap Mara begitu dia merebahkan tubuhnya di sofa.

"Yakin gak mau ke rumah sakit dulu? Kaki lo makin bengkak dan biru." Terselip nada khawatir pada perkataan Atta.

Mara mengangguk yakin, "besok aja gak papa, gue masih bisa tahan."

"Ya udah. Orang tua lo ada? Itu kaki lo harus dikompres pakek es batu biar lebih mendingan."

Mendengar pernyataan itu, Mara dibuat terhenyak. Dia tidak menyangka pertanyaan semacam itu bisa membuat dadanya berdesir nyeri. "Duh, mereka lagi gak ada, lagi ke luar kota."

"Lo cuma sendirian?"

"Iya," Mara menjawab lesu.

Atta terlihat berpikir sebentar, "mending lo ganti baju dulu biar gak masuk angin. Abis itu baru kita kompres kaki lo."

Tanpa pikir panjang, Mara mengiyakan saran dari Atta. Memang sejak tadi, Mara sudah merasa kedinginan sebab bajunya memang benar-benar basah. Dengan hati-hati, Mara mencoba berdiri. Pada percobaan pertama, Mara langsung gagal dan kembali mendudukkan dirinya di sofa. Mara benar-benar tidak tahan dengan rasa sakit yang muncul ketika dia mencoba berdiri.

Atta yang melihatnya sontak merasa sedikit iba, "sini gue bantuin lagi."

"Maaf ya, gue ngerepotin lo terus." Ucap Mara dengan nada bersalah.

"Gak papa. Kamar lo dimana?"

"Di lantai dua," jawab Mara lagi-lagi dengan nada bersalah. Sungguh, rasanya Mara ingin mengubur diri sendiri sebab dia selalu membuat Atta kerepotan.

Atta cuma mengangguk sebelum dengan sigap membantu Mara untuk naik ke punggungnya. Dengan hati-hati, Atta menapaki satu persatu tangga untuk mencapai kamar Mara. Sampai di kamar Mara, Atta langsung mendudukkan Mara di ranjang.

"Makasih banget, Ta."

"Ada yang perlu gue bantuin lagi?" Atta bertanya memastikan.

"Enggak, udah. Lo bisa tunggu di bawah sementara gue mandi dan ganti baju. Gue bisa ngesot kok, tenang aja."

Atta sedikit terkekeh mendengar perkataan Mara, "di kulkas lo ada es batu?"

"Duh, gue juga gak tau. Coba lo liat aja?"

"Oke."

"Kalau lo mau minum atau makan, cari aja di dapur, ya. Gue gak tau ada makanan atau enggak, sih. Cuma ya cari aja, kali aja ada."

Atta mengangguk, "nanti kalau udah beres panggil gue, kaki lo perlu dikompres."

"Siap!"

Setelahnya, Atta melenggang pergi meninggalkan Mara di kamarnya. Tak lupa dengan hati-hati Atta menutup pintu kamar Mara.

Momen ketika pintu tertutup, Mara langsung mengambil bantal dan menutup wajahnya, kemudian berteriak sekencang mungkin. Mara tidak pernah menyangka akan mengalami momen absurd seperti sekarang. Jatuh, terkilir, kehujanan, bertemu Atta, dibantu Atta, digendong Atta, berduaan dengan Atta. Rasanya sangat tidak nyata, apalagi sekarang dia hanya berdua saja dengan Atta di rumahnya, mana malam hari pula.

Mara menepuk pipinya pelan, mencoba menyadarkan diri sendiri. Tidak mau berlama-lama memikirkan apa yang tidak perlu dipikirkan, Mara segera bergegas mengambil pakaian dalam dan pergi ke kamar mandi. Tentu saja, Mara melakukannya dengan cara ngesot.

IndestructibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang